•Bitter Memories 18•

138 22 4
                                    

***

"Nurvina udah gak ada... Dia mati terbunuh."

Pernyataan itu seakan menghentikan waktu yang ada di sekitar mereka. Seakan membunuh jiwa mereka. Ketakutan yang ada di dalam pikiran mereka terjadi. Ini akhirnya? Kehilangan? Siapa yang harus di salah kan disini?

"Lo bercanda kan Des?!" ucap Nisa tak percaya. Benar-benar tak percaya atas apa yang di dengarnya.

"Gue sama Nur berantem sama Liora. Gue sama Nur pikir Liora gak megang senjata. Tapi ternyata Liora ngebawa pisau yang entah dari kapan dia keluarin dan akhirnya nikam perut Nur. Ya kalian tau lah akhirnya gimana." Wajah lelah terpancar di wajah Desty. Lebam-lebam di tubuh nya pun seakan menjadi bukti bahwa ucapan nya benar tentang Nur.

"Kenapa?! Bukan nya kalian udah jadi pengikut mereka?"

"Gue pengikut Sandra. Bukan Liora." ucap Desty merenggut kesal.

"Apa beda nya sih." ujar Satria.

"Beda lah. Mereka aja ngendaliin tubuh yang berbeda." ucap Desty lalu beranjak pergi dari ruangan itu menuju ruangan lain.

Desty memasuki ruangan itu lalu tersenyum tipis kepada seseorang yang ada di ruangan itu. "Selesai."

***

Wisang, Fikri, Didi, Hafiz, Yonathan, Ajeng, Fioni, Fatamasya, Nafisah, Arinda, Alif, Dinda, Noris, Abang, dan Satrio berpencar mencari suatu botol yang Nur dan Desty ucapkan. Mencari botol di dinding-dinding . guru. Menghancurkan dinding-dinding ruang guru demi botol itu. Tanpa tahu kabar mengenai Nur yang sudah tidak ada.

"Apa kalian yakin botol itu ada di ruangan ini dan di dalam dinding?" ucap Hafiz yang tidak yakin tentang keberadaan botol itu.

"Ya yakin gak yakin sih, Nur bilang disini. Ya mau gak mau kita cek ruangan ini." ucap Satrio yang masih setia menggeledah ruang guru.

"Masalah nya gimana kalau misalnya kita ketahuan ngehancurin ruang guru? Kita bakalan kena masalah dan bahkan ijazah kita bisa di tahan." ucap Fioni berfikir logis.

Mereka saling lihat-lihatan, secara tidak langsung membenarkan ucapan Fioni. Tetapi tidak dengan Wisang yang masih sibuk mencari botol itu dengan menghancurkan dinding bagian belakang ruang guru menggunakan linggis dan beberapa alat tukang-menukang lain nya.

Wisang mendengar ucapan teman-teman nya, tetapi dia tetap melanjutkan kegiatan nya, sambil berucap "Dan lo bakalan diam disini terus dan berakhir mati mengenaskan?"

Ucapan Wisang cukup membuat mereka semua berfikir lagi. Mereka akan mati di dalam sini, terlebih mereka semua belum menyentuh apapun dari tadi malam. Bisa mati kelaparan atau bisa mati karena terbunuh sandra dan Liora.

Akhirnya dengan perdebatan dengan otak dan hati mereka masing-masing mereka bergerak mencari botol tersebut tanpa perduli tentang konsekuensi yang akan di terima nanti.

Mereka terus mencari botol itu, wisang sudah tak lagi menghancurkan dinding ruang guru karena berfikir tidak mungkin botol itu ada di dinding. Wisang berjalan menuju sudut ruangan, dia melihat dinding di sudut ruangan seperti lemari. Maka dari itu dia berinisiatif menuju kesana, tetapi sebelum sampai ke sudut ruangan dia menemukan Alda yang terduduk di bawah meja salah satu guru dengan keadaan yang sangat berantakan.

Wisang menggeser meja guru itu lalu dengan sigap menahan tubuh Alda yang tadi nya bersandar di meja agar tidak jatuh. Wisang menempelkan jari nya di hidung Alda merasakan perempuan itu masih bernafas atau tidak.

"Alda" ucap Wisang sambil menggerakkan sedikit tubuh Alda. Tetapi tidak ada respon apapun dari Alda. Dengan sigap Wisang menggendong Alda menuju sofa yang memang ada di ruang guru.

Bitter Memories√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang