•Bitter Memories 10•

154 26 2
                                    












"Kita harus cari Alda sebelum semuanya makin parah. Gue takut ada hal-hal aneh yang gak kita inginkan." ucap Wisang bijak.

"Kalau kita mencar bakalan makin banyak yang dalam bahaya, ini aja kita udah kehilangan 4 teman kita." ucap Fikri tenang. Dia tau semua teman-teman nya panik,dia berusaha untuk menjadi penenang agar tak salah dalam mengambil keputusan.

"Sekarang udah jam 01.44. Makin lama kita mikir,makin lama kita ngehabisin waktu." ucap Raisya setelah melihat jam di tangan nya.

"Handphone kalian gimana?" tanya Dwi memastikan kembali.

"Mati." ucap Viani.

Beberapa dari mereka memang sudah habis baterai. Mengingat itu yang mereka gunakan berjam jam. Bahkan power bank mereka pun sudah tak berguna.

"Oke gue putusin kita gak bakalan mencar. Kita bakalan bahaya, karena cuma beberapa aja yang handphone nya masih hidup. Itu pun power bank nya udah habis." ucap Jaina memandu mereka semua.

"Tapi ribet kalau kita gak mencar." ucap Tasya.

"Lebih ribet lagi kalau kita mencar." ucap Wisang.

"Dah ayo, kita keliling lantai 1."

Mereka pun berkeliling mengelilingi lantai 1 dengan perasaan cemas dan takut. Takut jika menemukan teman-teman mereka sudah dalam keadaan tak bernyawa.

"Udah hampir satu jam kita keliling buat nyari mereka tapi gak juga kita nemuin mereka." ucap Natasya dengan wajah kelelahan.

"Gue udah capek banget, luka di kaki gue juga masih sakit." ucap Raisya yang memang di kaki nya terdapat luka akibat lari-larian.

"Kita istirahat dulu atau lanjut?"

"Kaya nya lanjut aja deh Fiz. Kita gak punya banyak waktu, udah jam 2.34. Kita udah harus nyelesaiin semua nya sebelum pintu sekolah kebuka."

Mereka pun melanjutkan pencarian mereka terhadap teman-teman mereka di lantai 2. Di lantai 2 sudah hampir semua ruangan mereka masuki untuk mencari mereka ber empat. Kecuali satu ruangan yang terpojok di antara ruang kelas 12 IPA 6 dan 12 IPS 1.

"Kita coba masuk ke ruangan itu?" tanya Rendi.

"Mau gak mau, sebelum kita ke lantai 3." ucap Sofia. Yang sebenarnya tak yakin.

"Perasaan gue gak enak." ucap Arinda memelas.

Adrio mengambil alih berdiri di depan pintu itu dan membuka pintu nya dengan perasaan yang tak karuan. Pintu terbuka.

Dilihat nya Nurvina terbaring lemas di lantai dengan lengan bersimbah darah.

"YA ALLAH NUR LO KENAPA."

Mereka pun berlari menuju Nurvina yang Terbaring di lantai dengan keadaan sudah tak sadarkan diri. Tiba-tiba Desty keluar dari kamar mandi yang ada di dalam ruangan itu.

"Des, lo..." ucapan Fioni menggantung tak percaya atas apa yang dilihat nya.

"Gak. Sumpah gue gak tau apa-apa. Ini bukan perbuatan gue." Desty membela diri nya.

"Des, gue pikir lo baik. Tapi gue gak nyangka lo kaya gini." ucap Alif seakan membenarkan ucapan Fioni.

"Gue emang dari tadi disini sama Nur, tapi gue kebelet dan akhirnya gue tinggalin Nur, gue gak tau apa-apa."

"Siapa yang bakalan percaya ucapan lo? Jelas-jelas cuma lo yang ada disini!"

Satria mengeram kesal. "Des apa sih motif lo sampai lo nyakitin teman lo sendiri hah?!"

Bitter Memories√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang