•Bitter Memories 6•

187 27 8
                                    









Setelah berdiskusi dengan waktu yang singkat bersama teman-teman nya, Viani sudah menemukan cara agar tidak berpapasan dengan Arinda yang juga mendapat misi di ruang agama. Dengan cara bergantian. Viani akan lebih dulu menyelesaikan misinya lalu kembali ke tempat nya bersembunyi baru di lanjutkan Arinda. Dengan segala kekuatan yang ada, Viani berlari menuju ruang agama yang tak terlalu jauh dari ruang tempat nya bersembunyi dan langsung mengambil pisau yang tergeletak di atas meja.

Diambilnya boneka yang ada di atas lemari tinggi menggunakan kursi yang ntah sejak kapan ada di dalam ruang agama itu. Di pegang nya erat pisau dan boneka yang ada di tangan nya. Dengan sekuat tenaga di ayunkan nya pisau tersebut dengan tangan nya untuk menusuk boneka itu. Brrakk. Meleset. Pisau itu tertancap di atas meja. "Ah sialan."

Di ambilnya lagi pisau itu dan di gerakkan nya melingkar diatas boneka yang bertuliskan 12 IPA 3 itu, Sayang nya, pisau tersebut meleset mengenai tangan Viani, seakan akan ada yang mengendali pisau tersebut.

"Sssttt, boneka sialan." Darah mengalir dari tangan Viani, kali ini tak akan Viani biarkan lagi boneka itu menghindar, di pegang nya erat boneka itu dan di ayunkan nya pisau. Dan srekk. Pisau itu tertancap tepat di tengah-tengah kepala boneka. Viani tersenyum puas.

"Kerja bagus Viani. Sekarang gue harus pergi, giliran Arinda."

Viani berlari menuju ruang tempatnya bersembunyi tadi, dan langsung memberi kabar kepada Arinda yang memang sudah bersiap-siap melakukan misi nya. Arinda yang mendapat kabar dari Viani pun langsung bergegas menuju ruang agama yang tidak jauh dari ruang tempat nya bersembunyi.

Tetapi sebelum itu Arinda mengambil pisau yang tergeletak di depan Lab kimia tempat nya bersembunyi. Berlari dia menuju ruang agama, hal pertama yang dilihat nya adalah sebuah tanaman besar di dalam sebuah pot.

Di lihat nya seksama pot tersebut, lalu di lemparkan nya pisau yang sudah sedari tadi di genggam nya erat. Sreekkk.

"GIMANA BISA POT ITU BERGESER SENDIRI?!!"

Waktu dia tidak banyak, bergegas dia mengambil pisau yang terjatuh karena tak tepat sasaran tadi. Di lihat nya lagi tanaman tadi, lalu di lemparkan nya sekali lagi pisau tersebut. PRANGG.

Kaca sebuah lemari pecah karena Sasaran yang tiba-tiba saja meleset. "Gimana bisa?!"

Arinda sudah ingin menangis, tetapi mengingat jika dia hanya punya waktu sekita 2 menit lagi, diurungkan nya niat nya untuk menangis. Dilihat nya pisau tertancap di dalam lemari, di ambil nya dengan hati hati mengingat lemari itu tak bisa terbuka, dan dia hanya bisa mengambil pisau itu lewat tempat kaca tadi pecah.

"DAPAT. AKHHH"

Tak di hiraukan nya rasa sakit di tangan nya, dilemparkan nya pisau itu dengan sedikit melese dan kena.

"Gue harus pergi sekarang." Ditinggalkan nya pisau tadi dan langsung berlari menuju Lab kimia.

Tepat saat Arinda memasuki lab kimia bel berbunyi, menunjukkan bahwa misi selesai. Wajah cemas terpampang dari teman-teman nya.

"Lo gak papa kan Rin?" tanya Jaina cemas.

"Gue gak papa, cuma dapat sedikit luka aja." ucap Arinda sambil menunjukkan luka yang di dapatnya di tangan kanan nya.

"Ya allah Rin, kok bisa?"

"Nanti deh gue ceritain, coba liat ada dapat misi apa lagi?"

"ke lapangan basket sekarang juga, 3 menit dari sekarang." ucap Mustika membaca kan pesan yang baru saja di dapatnya.

"Pesan yang gue dapat juga sama kaya lo, berarti sekarang kita ke lapangan basket?"

"Berarti iya."

Seluruh murid 12 IPA 3 berkumpul di lapangan basket, wajah cemas, takut, sedih, semua terpancar nyata. Berbaring mereka sambil menatap langit yang sama, membagikan rasa yang mereka rasakan. Mengobati luka yang di dapat Viani dan Arinda.

Tak ada yang menyadari, bahwa air mata mengalir dari mereka, mendengar Viani dan Arinda terluka.

"Belum lagi ada misi?" tanya Astrella kepada teman-teman nya yang masih setia menatap langit.

"Belum. Mungkin kita dikasih waktu istirahat."

"Syukur deh,soal nya gue masih syok Banget." ucap Viani sambil menatap luka yang ada di tangan nya.

"Gue ngerasa ada yang kurang dari kita." ucapan Hafiz membuat mereka yang berbaring menatap langit, menjadi duduk menatap Hafiz.

"Gue juga ngerasa ada yang kurang. Tapi siapa?"

Pernyataan Hafiz membuat mereka mengingat-ingat siapa di antara mereka yang tidak ada, sampai suara teriakan Alif menyadarkan mereka, bahwa "YUNI" tidak ada didekat mereka.

"YUNI DIMANA? TADI DIA ADA DI SAMPING GUE!! KEMANA DIA?"

Panik, itu yang di rasakan mereka semua. Bergegas mereka bergerak menuju koridor, tetapi suara handphone yang saling bersahutan menghentikan langkah panik mereka.

TETAP DI LAPANGAN ATAU DIA MATI.

Lagi-lagi rasa cemas memenuhi diri mereka. "GUE GAK PERDULI LO SIAPA. GUE GAK PERDULI LO MAU MANUSIA ATAU BAHKAN KALAU LO SETAN SEKALIPUN. GUE GAK PERDULI. YANG GUE MAU TEMAN GUE KEMBALI. STOP GANGGU GUE SAMA TEMAN-TEMAN GUE!!" teriakan Natasya membuat Desty dan Dinda duduk di kembali di lapangan.

"Mending kalian duduk deh. Percuma kalian berdiri gitu."

"sorry, gue bukan lo. Yang bisa santai padahal teman lo dalam bahaya." ucapan Fioni memancing emosi di dalam diri Dinda.

"Maksud lo apa? Gue gak perduli sama Yuni? Hah?"

"Emang benar kan? Lo bisa dengan santai nya duduk padahal kita sama-sama cemas disini karena Yuni hilang. Hahaha teman atau bukan lo?"

Dinda bangkit dari duduk nya dan langsung mendorong bahu Fioni. "Lo tau kenapa gue nyuruh lo duduk? Karena percuma lo berdiri kalau lo juga gak bakal bisa nyari jalan keluar nya." Dinda menatap semua teman-teman nya satu persatu.

"Percuma kalian kaya gini, kalau gak bisa nemuin jalan keluar nya."

"Kita udah gede. Bukan masa nya lagi kita mancing atau kepancing emosi." ucap Aqilla tenang.

Handphone Nurvina berdering, menandakan pesan masuk.

Pergi ke gudang lantai 3 bersama satu orang laki-laki.

"Lif, ikut gue ke gudang lantai tiga."

Alif dan Nurvina bergegas menuju gudang di lantai 3, Nurvina tau disini dia harus mengorbankan salah satu, dirinya atau Alif. Tepat di depan pintu gudang, dia menarik nafas panjang, di dorong nya pintu gudang itu dan ya, tepat seperti apa yang ada di benak nya tadi.

"Lif, lo disini aja. Gue lebih sayang pertemanan kita di banding nyawa gue."

--------------------------------

-
-
-
-
-
-
-
-
-

Double update? Demi semuaa yang sudah mensupport Nurvina💛 terima kasih sebesar besar nya karena sudah memberikan dukungan sepenuh hati, tanpa kalian cerita ini tidak ada artinya💛 salam sayang, Nrvn.

Bitter Memories√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang