•Bitter Memories 23•

156 21 3
                                    

***

Hafiz menghentikan obrolan mereka, "Sekarang gimana? Apa kita langsung pulang? Atau cari Didi, Nur dan Desty? Kalau kalian emang teman yang baik, gue pastiin kalian bakal milih nyari mereka bertiga."

Hening sejenak, sebelum akhirnya Alif angkat bicara.

"Kalau kalian gak mau nyari mereka bertiga. Biar gue aja yang nyari. Kalian silahkan pulang. 3 tahun sama-sama gue udah cukup sayang sama ketiga nya. Gak mungkin gue biarin mereka disini."

Ucapan Alif menampar hati kecil mereka, mana mungkin mereka tega meninggalkan teman mereka. Nur, Desty, dan Didi teman seperjuangan mereka. 3 tahun mereka berteman, mana mungkin tidak ada rasa sayang untuk ketiga nya.

"3 tahun kita berjuang sama-sama. Ngerjain guru, Nyontek sampai ketahuan guru pun udah pernah, yakali gue ninggalin mereka bertiga demi ego gue. Gue emang udah capek banget, tapi apa guna kita pulang kalau mereka gak pulang sama-sama kita." ucap Dwi.

"Gue bakalan cari mereka sampai dapat. Gue ingat banget, setelah pulang dari gudang malam tadi, Nur sempat bilang  'Cari gue ya Yun kalau kalian udah berhasil nyelesaikan semua nya dan gue gak ada di samping kalian.'  Gue ingat banget itu yang dia ucapain. Awal nya gue gak paham apa yang dia maksud, tapi sekarang gue paham apa yang dia maksud. Dia udah tau ini bakalan terjadi, makanya di nitip pesan kaya gitu ke gue." ucap Yuni.

"Yang gak mau ikut silahkan pulang. Ini tanpa unsur paksaan kok." ucap Dinda.

Tidak satu pun dari mereka bergerak dari tempat, setidaknya mereka tau, Nur, Desty maupun Didi punya tempat di hati mereka. Ya, sebagai teman, sebagai saudara.

Mereka tersenyum bersama, mereka harus keluar dari tempat ini bersama-sama, bukan sendiri-sendiri. "Ayo kita cari mereka." ucap Aulia.

"Tapi... Gimana kalau ternyata mereka udah pulang duluan?" tanya Aulia yang sebenarnya juga ragu dengan ucapan nya.

"Itu gak mungkin. Gue yakin mereka masih disini, hidup atau pun mati." ucap Alif dengan segala penekanan di setiap kalimat nya.

"Bentar deh. Kalau emang Didi udah gak ada, kalian bilang tadi kan bilang kalian curiga Nur atau Desty yang bawa Didi pergi. Berarti sidik jadi mereka bakal nempel di baju didi dong? Otomatis mereka bakal ketangkap?"

Hening. Mereka diam mencerna ucapan Arinda. Arinda benar, bagaimana jika Desty menjadi buronan.

"Ya ampun. Iyaa. Gimana ini?" ucap Jaina panik.

"Kita harus cari mereka. Sekarang."

"Tapi kemana? Gue benar-benar gak kuat kalau di suruh keliling sekolah."

Mereka diam sejenak, mencari jalan keluar yang pas untuk mereka semua, "Ruang patas. Gue yakin salah satu dari mereka di sana." ucap Dinda dengan keyakinan penuh.

Tanpa memperdulikan mereka, Dinda berjalan menuju ruang patas yang berada di ujung, dekat kantin. Dengan langkah pasti dia berjalan menuju ruang patas, diikuti oleh teman-teman nya.

Dinda berada di depan ruang patas. Dia tersenyum, dia yakin ini akhir dari semua nya. Perjuangan mereka selesai.

"Gue yakin setelah ini kita semua bakalan bebas." ucap Dinda lalu dengan hati-hati membuka ruang patas.

Terlihat lah di dalam ruang patas komputer sekolah hidup, dengan monitor menunjukkan keadaan sekolah. Sedangkan Didi, Nur dan Desty bersandar lemas di tembok. Dengan berbagai ragam luka di tubuh mereka. Kepala Didi yang berbalut perban membuat perhatian mereka teralih dari Nur dan Desty yang bersandar. Mereka masih belum menyadari kehadiran teman-teman nya itu.

Nisa menggelengkan kepala nya tak percaya, Didi dan Nur masih bernafas. Jadi, kematian Didi dan Nur tadi akal-akalan mereka bertiga? Ini tidak benar, mereka semua panik, dan kacau begitu mengetahui Nur dan Didi sudah tidak ada. Tetapi Disini, mereka masih hidup.

"Jadi... Kalian masih hidup? Dan kalian bohongin kita-kita?" ucap Jaina lirih membuat ketiga nya sontak membuka mata. Lalu mulai menyadari bahwa di sana ada semua teman-teman nya yang menatap mereka tak percaya.

"Gak gitu..." ucapan Desty di potong oleh Jaina yang sudah tidak dapat menahan rasa kesal nya.

"Kita semua khawatir sama kalian, bahkan rasa nya untuk bernafas pun udah gak bisa waktu tau kalian kenapa-kenapa. Tapi ternyata kematian itu di rekayasa? Hebat."

Selama beberapa menit mereka diam, keadaan disana kacau. Wisang, Rendi, Alif dan Faris sudah terduduk lemas bersandar di tembok sambil memejamkan mata. Yuni, Dwi, Arinda, Jaina dan Astrella juga terduduk lemas di lantai. Sampai Nur akhirnya membuka mulut, menceritakan kejadian sebenarnya.

"Jujur, gue bingung harus cerita ke kalian dari mana. Maaf karena udah buat kalian khawatir, yang di omongin Alda tadi emang benar, gue pengen kalian bergerak sendiri. Gue pengen kalian gak bergantung sama siapapun, mau gue atau pun Desty. Makanya gue nyuruh Desty nemuin kalian dan ngasih tau kalau gue udah gak ada. Tapi gue berusaha bantu kalian dari jauh, walaupun itu susah. Monitor ini, buat gue mantau kalian. Gue sengaja narik Desty untuk berpura-pura di pihak Sandra, supaya gue bisa mantau kalian dari CCTV sekolah ini. Dan Desty yang bakalan sama Sandra." ucap Nur sambil menundukkan kepala nya.

Takut. Itu yang Nur rasakan. Dia takut semua teman-teman nya membenci diri nya. Dia takut tidak ada yang percaya bahwa dia melakukan ini demi kebaikkan mereka semua. Dia lebih baik teman-teman nya mengeluarkan kalimat makian dari pada teman-teman nya diam, lalu pergi dari nya.

"Gue sempat kaget, ngelihat Didi terbaring lemah di depan ruang guru. Gue nangis, gue gagal jaga kalian. Gue langsung lari ke ruang guru buat ngelihat Didi. Awal nya gue juga mikir dia udah gak ada, tapi tiba-tiba tangan nya bergerak, dia ngegapai kaki gue disaat gue mau pergi. Ya, gue langsung berusaha buat bawa dia ke UKS dan ngeperban kepala nya. Dengan bantuan Desty, baru gue bawa dia ke patas. Maafin Gue." lanjut Nur.

"Jadi, yang lo di pihak Sandra itu? Benar?" tanya Dwi.

"Gue gak mungkin ngekhianatin kalian. Gue ngelakuin itu supaya kalian gak kenapa-napa, karena gue tau Sandra gak mungkin cuma ngebunuh satu orang. Dia bakalan bunuh semua nya, makanya gue terpaksa ngelukain Sofia supaya Sandra percaya gue benaran ada di pihak dia."

"Terus kenapa tubuh lo lebam-lebam waktu balik dari gudang. Dan sekarang malah makin parah?" tanya Nisa.

"Gue yang mukulin tu anak." sahut Dinda santai.

"Loh, kenapa?" tanya Nisa lagi.

"Harusnya dia dapat yang lebih parah dari itu." ucap Dinda yang mengundang tanya dari teman-teman nya. "Karena dia penjahat sebenarnya."

TAMAT

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

Gak dengggg candaa doanggg hehe. Tapi kaya nya bentar lagi bakalan tamat nii, next cerita tentang apaa nih??
Salam sayang
Nrvn.

Bitter Memories√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang