•Bitter Memories 26•

156 20 17
                                    

"Setidaknya alasan ku bertahan adalah kamu."

***

Di depan Rumah Makan Padang, ke 34 siswa itu menunggu kedatangan Alif, Hafiz, Wisang dan Satria menemui mereka. Kecemasan tercetak jelas di wajah mereka. Panik, takut, lelah semuanya nampak jelas. Beruntung rumah makan padang itu tutup, jadi mereka leluasa duduk di depan nya tanpa takut di usir oleh pemiliknya.

Arinda memeluk erat tubuh Viani, merasa butuh dukungan untuk menyemangati dirinya sendiri karena terlalu khawatir dengan Hafiz. Laki-laki yang menjabat menjadi ketua kelas itu sekarang sedang berjuang bersama Alif. "Gue takut Hafiz kenapa-kenapa." ucap Arinda.

"Percaya deh, Hafiz bakalan pulang kesini dengan selamat." ucap Viani berusaha memberi semangat.

"Gimana sekarang? Sekarang gue bukan cuma takut pulang, tapi juga takut Alif dan Hafiz kenapa-napa. Apalagi kalau sampai Alif dan Hafiz ketangkep. Gue gak tau deh gimana jadi nya kita. Bisa habis kita di ceramah sama kepsek karena ngehancurin ruang guru dan berakhir dengan ijazah di tahan." ucap Aulia dengan wajah cemas.

"Entahlah. Gue udah gak bisa mikir jernih lagi." ucap Fioni lelah.

"Menurut gue mereka gak bakalan ketangkep." ucap Desty.

"Gue yakin mereka berempat pulang kesini dengan selamat, dan kita bakalan aman dari kepsek. Berdoa ajalah." ucap Nur berusaha tenang walau sebenarnya hati nya sangat-sangat tak tenang.

"Semoga aja." ucap Dwi yang berada di pelukkan Raisya.

"Gimana dengan lilin itu Nur?" tanya Raisya mengingatkan.

"Kemungkinan besar gue yang bakalan kesekolah besok. Tapi gak tau lah." ucap Nur.

"Lo berani kesekolah Nur?" tanya Nisa.

"Ya berani gak berani."

Keadaan hening. Mustika melirik jam di tangan nya gelisah, lalu di ambil nya handphone di saku celana nya. Berusaha menghidupkan, tetapi tidak bisa.

"Ini udah jam 3 lewat. Gue benar-benar takut pulang." ucap Mustika menundukkan kepala nya. "Orang tua gue bakalan marah besar." lanjutnya.

"Gue juga takut pulang." ucap Alda.

Yuni menghela nafas panjang, "Gue juga. Gimana jadinya kalau kita pulang setelah semalaman gak ada kabar? Pasti kita bakalan habis sama orang tua kita."

Nur mengehela nafas panjang, berfikir sebentar lalu berkata, " Tenang aja. Gue yang bakalan jelasin ke orang tua kalian." ucapnya menenangkan semua teman-teman nya yang khawatir.

"Terus lo gimana?" tanya Nisa.

"Gak gimana-gimana." ucap Nur tenang. "Gue gampang. Gak di temanin juga gak masalah."

"Tapi gue takut Nur. Gimana kalau nyokap gue gak percaya?" tanya Nisa.

"Iya, nyokap gue gak gampang percaya sama sesuatu yang gak jelas."

"Tenang aja, gue bakalan berusaha buat orang tua kalian percaya." ucap Desty.

Keadaan hening, setelah ucapan Desty mereka memilih diam. Berfikir bagaimana nanti nya berbicara pada kedua orang tua mereka, bagaimana keadaan Hafiz dan Alif, bagaimana jika mereka ketahuan. Semua nya mereka fikirkan. Termasuk kejadian-kejadian yang telah mereka lewati. Ini seperti mimpi tetapi nyata.

Selang beberapa waktu, Hafiz, Alif, Wisang dan Satria datang dengan keadaan Hafiz dipapah oleh Alif dan Satria. Dari kaki Hafiz mengalir darah yang diakibatkan dia terjatuh tadi. Semua panik bukan main melihat keadaan Hafiz.

Bitter Memories√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang