Sandi kembali dengan membawa dua gelas es teh manis ditangannya. Laki-laki itu duduk di depan Meiska yang sedang melamun, entah apa yang dilamunkan tapi yang jelas adalah sesuatu yang berkaitan dengan Rama.
"Minum dulu," kata Sandi sambil menyodorkan gelas berisi es teh itu pada Meiska.
Meiska meraih gelas itu lalu meminumnya sedikit. Sesaat pikirannya masih tertuju pada Rama sebelum dia akhirnya sadar bahwa Sandi tengah memperhatikannya. "Kenapa, Kak?"
"Lo yang kenapa?" Sandi menyandarkan punggung lalu melipat tangan di atas perutnya. "Ada hubungan apa sih lo sama Rama? Pacar? Tunangan? Mantan atau gimana?"
Meiska tersenyum. "Gak tahu, gue juga bingung."
Jawaban Meiska membuat Sandi mengernyitkan dahinya. Namun saat mulut Meiska terbuka kembali, Sandi tahu ada yang janggal dari perempuan di depannya ini.
"Yang jelas gue nyesel pernah kenal sama Rama."
🌺
"Maksudnya?" tanya Kokoh dengan nada tinggi.
Rama menghela napas berat. "Meiska punya tameng, Sandi."
Kokoh turun dari meja yang dia duduki lalu berjalan menghampiri Rama dan Bisma yang duduk di belakang kelas. "Sandi anak basket itu? Sandi kakak kelas?"
Rama mengangguk.
"Kok bisa?"
Bisma berdecak dia kemudian menatap Rama. Laki-laki itu tampak bingung meskipun raut wajah yang ditunjukkan tanpa ekspresi seolah-olah Rama sudah melakukan kesalahan besar. "Ram?"
Rama mengangkat wajahnya, menatap Bisma kemudian bergumam sebagai jawaban.
"Terus lo mau gimana? Lo mau jelasin ke Meiska atau lo biarin Meiska gak tahu selamanya."
Rama memejamkan matanya sejenak. Dia kemudian mengusap wajahnya kasar lalu berkata sesuatu hal yang membuat Bisma maupun Kokoh mengernyitkan keningnya. Alih-alih Rama memberikan jawaban atas pertanyaan Bisma, Rama justru mengatakan hal lain.
"Gue sekarang ngerti kenapa Meiska bisa setakut itu kalau lihat gue."
🌺
"Dia gak ngerti, Bang!" bentak Meiska saat beberapa menit lalu Zen mengungkit masa lalunya.
Zen mengusap wajahnya kasar. Dia menatap adik satu-satunya itu lekat-lekat. "Meis, sampai kapan lo mau menghindar dari kenyataan?"
Meiska bergeming, perempuan itu menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Apa yang terjadi sama lo, Rama itu sepenuhnya bukan salah kalian. Orang tua kita yang salah, mereka terlalu buru-buru buat-"
"Bukannya Abang juga senang waktu itu?" kalimat Meiska sukses membuat Zen bungkam. "Bukannya Abang juga bangga bakal jadi bagian keluarga Hu-" Meiska menelan kata-katanya. Enggan berdebat dengan Zen lagi, dia kemudian memutuskan untuk pergi keluar.
Begitu keluar dari kawasan apartemennya Meiska memilih untuk berjalan tanpa arah. Rentetan masa lalunya perlahan berputar dibenaknya membuat hatinya sedikit demi sedikit merasakan sesak.
Hujan membasahi Kota Bogor malam ini. Sekarang pukul delapan malam, harusnya Meiska sudah makan tapi mengingat malam ini dia dijadwalkan makan malam bersama keluarga Husain, Meiska rela untuk menahan rasa laparnya.
"Meiska keluar yuk, Rama sudah datang." ucap Siska. Ibu Meiska yang sudah berdandan cantik, siap untuk menyambut tamunya.
Mendengar nama yang sedari tadi dia tunggu, dengan semangat Meiska beranjak dari kasurnya dan berlari keluar. Siska tersenyum melihat kelakuan anaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
That Guy
Novela Juvenil[ C o m p l e t e ] Namanya Rama, kalian pasti ngeri kalau ketemu orangnya. || Copyright, 2019. Nabila Wardani - All Rights Reserved. Cover by vii_graphic