Chapter ▪ 24

1.2K 105 15
                                    

Setelah Bu Anisa memberi waktu pada anak didiknya untuk menyalin semua teori yang beliau bahas dipapan tulis ke buku catatan. Meiska berdiri dan berjalan ke depan, sambil tersenyum sedikit canggung cewek itu berkata, "Ibu saya ijin ke toilet ya?"

"Iya." Jawab Bu Anisa diiringi anggukan.

Mata Rama memperhatikan Meiska yang berjalan keluar kelas. Cewek itu tampak jauh lebih baik dari pada tadi pagi meskipun kantung matanya belum hilang sempurna. Sedari tadi Rama juga memperhatikan Meiska mencuri-curi waktu untuk tidur.

Rama menyandarkan badannya. Dia melirik Kokoh yang tertidur pulas. Dirinya sendiri ingin sekali tidur tapi, apa daya otaknya memaksa untuk terus berpikir jalan keluar masalahnya.

Tiba-tiba Kokoh tersentak menimbulkan suara benturan karena kaki cowok itu terantuk kolong meja. "Anjir kaget gue."

Rama menyenggol Kokoh karena Bu Anisa sudah melotot kearah mereka. Rama kemudian pura-pura menyalin tulisan ke buku catatannya.

Kokoh sedikit menundukkan kepalanya kemudian merogoh saku celana seragamnya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Dia melihat nama yang tertera dilayar ponselnya dan refleks menunjukkan pada Rama. Meiska is calling ...

Alis Rama sedikit terangkat, dia bahkan menatap curiga Kokoh. Lalu dengan bahasa isyarat dia menyuruh Kokoh mengangkatnya.

Kokoh kembali menundukkan kepala lalu berbisik begitu menempelkan benda tersebut ke telinga kanannya. "Halo?"

"..."

"Ya kan nomernya ganti hpnya rusak."

"..."

"Sekarang banget?"

"..."

"Oke deh, gue bilangin." Kokoh mengakhiri sambungan tersebut dan menatap Rama kemudian berbisik. "Meiska nunggu di rooftop."

🐥

Meiska berusaha sekuat hati bersikap sewajarnya, senetral mungkin tanpa membawa rasa ganjal dihatinya. Dengan berbekal dua kaleng cola yang dia beli di koperasi barusan, dia harap dapat membuatnya merasa nyaman berbicara dengan Rama.

Pintu rooftop terbuka, Meiska sudah hapal dengan bunyi pintu berbahan besi sedikit berkarat pada engselnya itu. Tanpa mau berbalik melihat, dia sudah tahu siapa yang akan datang dan duduk di sampingnya sebentar lagi.

Meiska bisa mendengar jelas suara langkah cowok itu. Kemudian saat cowok itu memanggil namanya Meiska ingin tersenyum tulus tapi yang ada dia malah tersenyum canggung.

Rama tersenyum miring melihat ekspresi Meiska. Dia tanpa ragu duduk di samping cewek itu. "Asem banget muka lo."

Meiska bingung harus menjawab apa. Itu semacam candaan atau sindiran?

Tidak mendapat jawaban lantas Rama merebut satu kaleng cola yang dipegang Meiska. Kemudian menarik pembukanya dan segera menegak cola itu hingga terisisa setengah. Meiska mendengus kecil melihatnya.

Semilir angin membelai wajah keduanya membuat rambut mereka sedikit tertarik ke belakang. Saat itu Rama benar-benar ingin menyandarkan kepalanya dibahu Meiska. "Gue gak pernah nge-"

"Gue tahu." Sela Meiska membuat Rama menatap cewek itu terkejut. "Lo gak mungkin kayak gitu."

"Kayak gimana?"

"Ya ... ngevidioin, nyebarin kayak gituan." Meiska salah tingkah saat merasa Rama belum juga melepas pandangannya. "Iya kan?"

Rama tersenyum disela dengusannya. "Satu sekolah gue kira yang percaya cuma Bisma sama Kokoh aja."

That GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang