Chapter ▪ 20

1.3K 107 1
                                        

Fani memijat bahu Meiska katanya, cewek itu sedang capek-capeknya menjadi manajer basket. Di depan mereka ada Manda yang asik menyalin tugas Biologi didampingi keripik talas.

"Samping sini, dong Fan." Meiska menepuk sisi bahu kirnya.

"Tiket nonton ya bayarannya." Canda Fani kemudian melepaskan tangannya. "Udah ah, ikut pegel gue."

Meiska tersenyum seraya mengucap terima kasih. Baru saja Meiska ingin mencomot keripik talas Manda tiba-tiba dirinya dikejutkan kedatangan Sandi yang menatap Meiska panik. "Ikut gue."

Meiska belum sempat menjawab, tangannya ditarik lebih dulu oleh cowok itu.

"Kenapa Kak? Ada masalah?" Satu yang dipikirkan Meiska adalah tim basket. Namun alih-alih menjawab Sandi malah membawa Meiska ke rooftop.

Sandi melepaskan cekalan tangan Meiska. "Gue yakin lo belum lihat mading." Kata Sandi menatap Meiska lamat.

Meiska menggeleng. Memang benar sekilas dia melihat mading sedang ramai-ramainya tapi, dia tidak begitu tertarik.

"Gue udah taruh tas lo dimobil gue, nanti waktu bel istirahat selesai kita cabut."

Meiska mengernyit. "Ha? Bolos gitu? Ngapain?"

Lidah Sandi kaku, tidak tahu harus bicara dari mana. Tidak tahu harus bagaimana dia menjelaskan karena dirinya hanya segelintir orang yang tahu-tahu memakan gosip tentang Meiska siang ini.

"Nanti gue jelasin." Sandi mengusap peluh keringatnya. Dia kemudian merogoh saku dan melihat jam yang ada disana. Empat menit lagi bel berbunyi. Sandi menatap Meiska yang masih menatapnya bingung.

Perempuan itu kemudian melangkah maju mendekat. "Ada apa sih, Kak?"

Bukannya menjawab Sandi justru menutup telinga Meiska dengan kedua tangannya. Entah mengapa dirinya takut Meiska mendengar celotehan siswa-siswi Gharda yang terdengar sampai rooftop. Dia sendiri bingung, kenapa harus repot-repot melindungi cewek yang kini makin menatapnya bingung itu.

🐥

Dari kemarin rasanya ada sesuatu yang ganjal bagi Rama. Entah itu perihal apa, Rama tidak dapat menebaknya. Di sampingnya ada Kokoh yang bermain game sedangkan Bisma duduk di depan menghadap kearahnya sambil mengernyitkan kening.

"Apa?"

Bisma menarik napasnya dalam-dalam. "Lo pernah gak sih, kepikiran gimana nantinya elo sama Meis?" Bisik Bisma.

Rama mendengus. Mungkin kata pernah bisa diganti dengan selalu, karena tanpa melewatkan satu malampun Rama tidak berhenti memikirkan nasibnya dengan Meiska. Dan pikiran itu makin menjadi-jadi saat dia tahu Meiska tidak mengetahui apa yang terjadi dibalik gagalnya pertunangan mereka.

Rama mendengus membuat Kokoh ikut menoleh dan bertanya 'Kenapa?' Tanpa suara.

Bisma menggeleng. Dari tatapan sekaligus dengusan temannya itu, Bisma sudah bisa menarik kesimpulan. Dua orang itu terlibat dalam kesalahpahaman yang menjelma diartikan rasa malu pada diri sendiri.

Bisma ingin memejamkan matanya, mengingat setelah ini pelajaran matematika dan sepulang sekolah harus latihan. Namun keinginan Bisma gagal saat telinganya mendengar apa yang dibicarakan dua orang perempuan di tembok samping dirinya duduk.

"Seriusan nyokapnya Meiska selingkuhan bokapnya Rama?"

Bisma menegakkan badannya, melihat dari jendela. Lalu cowok itu berbalik dan mendapati mata tajam milik Rama menatap dua orang itu.

"Ram." Belum sempat Bisma menahan cowok itu, Rama keburu bangkit dan berderap keluar. "Rama!"

Kokoh yang kaget dengan teriakkan Bisma. Segera melepas headset yang dia kenakan. "Kenapa? Kenapa?"

That GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang