Chapter ▪ 14

1.4K 142 5
                                        

Mata Meiska segera bertemu dengan mata gelap milik Rama begitu laki-laki itu menginjakkan kakinya di kelas. Meiska segera membuang muka, Rama pun seperti tidak ambil pusing dan langsung menuju ke bangkunya.

Fani yang menopangkan kepala ditangan kananannya berdecak. "Ck-ck-ck! Gue kenapa gak sadar ya, lo secanggung itu sama Rama?"

"Udahlah Fan gak usah dibahas, gue cuman gak nyaman aja dekat sama dia," jawab Meiska kemudian berusaha fokus pada catatan fisikanya karena lima menit lagi bel masuk berbunyi dan Bu Annisa pasti akan menanyai mereka secara random materi yang disampaikan Beliau kemarin.

Sementara itu di belakang, Kokoh sudah nyengir menyambut kedatangan Rama. "Gimana? Sudah putusin ide gue?"

Rama melepas tas ransel yang hanya berisi satu buku tulis itu. Dia menoleh pada Kokoh kemudian menaik-turunkan alisnya dengan senyum licik tercetak diwajahnya.

"Respect!" Kokoh menepuk-tepuk dadanya lalu mengajak Rama berhigh five. Rama menyambut Kokoh dengan kekehan sementara Bisma hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan berdoa agar Rama tidak salah langkah lagi.

Bel masuk berbunyi, suasana kelas mendadak tegang dan semakin meningkat rasa ketegangannya ketika suara sepatu heels Bu Annisa terdengar mendekat.

"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Annisa sambil memperhatikan kondisi kelas.

"PAGI BU."

"Bagaimana, sudah siap dengan pertanyaan saya?"

Hening hanya gumaman yang terdengar, tidak jelas antara iya dan tidak. Bu Annisa tersenyum. "Tapi, masih ingat kan peraturan saya?"

"Ingat Bu!"

Bu Annisa menunjuk Fani dengan dagunya. "Coba Fani, jelaskan peraturannya."

"Kalau bisa menjawab dapat nilai tambahan 10 poin kalau tidak bisa menjawab ada satu opsi untuk membuka bantuan dari teman. Tapi, kalau teman yang mengajukan bantuan itu salah maka hukumannya ditambah," jelas Fani dan tanpa sadar kesusahan menelan ludahnya.

"Oke, apa hukumannya?"

"Mencari tahu lebih detail mengenai pertanyaan tersebut dalam bentuk word, pdf, ppt, tulisan tangan, dan harus dipresentasikan minggu depan."

Bu Annisa memberi jempol pada Fani. "Good. Hukuman untuk siapapun yang mencoba membantu tapi salah. Entah itu dua orang, tiga orang, atau lebih sekalipun. Paham?"

"Paham Bu."

Bu Annisa tersenyum. "Tapi, sebelum itu saya ada kabar baik untuk kalian. Saya tidak mengadakan kuis hari ini karena saya dipanggil pusat untuk menghadap."

"YEEEEEEE!!!!"

"ALHAMDULILLAH!"

"I love you Bu Annisa!"

Bu Annisa segera mengetuk-ketukan penghapus ke papan tulis, menyuruh mereka untuk diam. "Sebagai gantinya saya akan bentuk kelompok untuk mencari contoh nyata dari teori-teori kimia yang ada di buku kalian, satu teori hanya untuk dua kelompok jadi, kalian harus menentukkan sendiri pembagiannya. Satu kelompok terdiri dari dua orang dan saya yang menentukan," tutur Bu Annisa dan langsung disambut dengan helaan nafas malas dari murid-muridnya.

"Agista - Fano, Kevin - Fani, Lana - Rizal, Reyhan - Bayu, Bisma - Faisal, Rama - Meiska ..."

Meiska membulatkan matanya begitu mendengar namanya disebut dengan nama Rama. "Fan?"

"Meis lo gak salah dengar kok," jawab Fani sebelum Meiska bertanya. Meiska mendengus, dia berdecak pelan. Tiba-tiba saja badannya merasa lelah seperti habis lari keliling lapangan.

🌺

Rama tidak bisa menyembunyikan senyumnya, takdir sedang berpihak padanya. Kepada pungung lesu dengan kepala tertunduk dalam itu Rama berjanji akan membuatnya terkesan pernah satu kelompok dengannya.

Laki-laki itu kemudian berdiri saat Meiska menoleh padanya. Dia berjalan santai menghampiri bangku perempuan itu. "Fan, lo sama Kokoh kan? Pindah gih."

Fani cemberut, dia kemudian menatap Meiska sejenak. Yang ditatap mengangguk pasrah, Fani pun akhirnya beranjak dan berjalan menuju belakang menghampiri Kokoh.

Rama duduk dengan menyandarkan punggungnya. Dia kemudian menoleh ke samping menatap Meiska yang tengah membolak-balik buku cetak fisikanya.

"Kebagian apa kita?" tanya Rama.

"Belum dibagi."

"Oh." Rama mengangguk-anggukan kepalanya. "Semoga gravitasi. Kita tinggal jatuhin apel, beres"

Meiska menatap Rama datar, dia kemudian mendengus. "Apa kata lo, deh."

Tak lama Arga ketua kelas mereka maju kedepan bersama Lana sekertarisnya. "Gue sama Lana udah tulis lima belas teori di sini." Dia menunjukkan topinya sebagai wadah kertas-kertas tersebut. "Ntar perwakilan kelompok maju ke depan ya?"

Satu per satu mereka maju ke depan mewakili kelompoknya. Tapi, Meiska dan Rama tidak kunjung berdiri dari tempat masing-masing.

"Ambil yang terakhir aja lah."

"Ambil yang terakhir aja lah."

Keduanya saling bertatapan. Detik kemudian Meiska memalingkan wajahnya sementara Rama tersenyum tipis.

"Tinggal dua nih, kelompok gue sama siapa yang belum ambil?" tanya Arga.

Rama mengangkat tangannya. "Gue," katanya kemudian berdiri dan berjalan ke depan. Rama mengambil kertasnya dan tepat saat itu seorang perempuan masuk begitu saja tanpa permisi ke dalam kelas.

Itu Sella, sedang berjalan mendekat kearah Rama. "Gue perlu bicara."

🌺

Rama memberhentikan mobilnya di kawasan perumahan yang sepi, dia keluar dari mobilnya dan berjalan memutar kemudian membuka pintu mobilnya yang lain. "Keluar, Sel."

Sella, perempuan yang belum sembuh dari rasa sakit hatinya kemarin akibat dipermalukan Rama itu keluar dengan angkuh. "Dengan lo bawa gue ke tempat sepi, lo pikir gue bisa takut sama lo?"

Rama mendengus. Beberapa jam yang lalu Sella mengancam Rama akan menyebar foto ayahnya dan mencari tahu siapa perempuan dalam foto itu. Tentu saja Rama langsung bertindak dengan memaksa Sella masuk ke mobilnya dan membawa perempuan itu menjauh dari kawasan sekolah.

"Oh ya?" Rama tersenyum miring. "Apa yang lo tahu dari perempuan yang sama bokap gue?"

Sella meladeni permainan Rama. "Belum saat ini tapi, gue yakin ini adalah tante-tante yang mungkin gue kenal!"

Rama sedikit tersentak, detik kemudian dia menyembunyikannya dengan senyuman mengejek. "Boleh juga imajinasi lo. Tapi, asal lo tahu Sel." Rama menghapus jaraknya dengan Sella, laki-laki itu sedikit menunduk untuk membisikkan suatu hal. "Gue sudah terlanjur malu jadi anak Pak Anta, kalau lo mau gali informasi itu, silahkan. Tapi, nanti urusan lo sama Pak Anta bukan sama gue lagi, paham?"

To be continue~

That GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang