Chapter ▪ 02

2.8K 306 81
                                    

Fani menarik lengan Meiska saat cewek itu malah melamun ketika ia mengajak untuk berganti pakaian olahraga. "Meis?"

Meiska menatap Fani kosong. "Y-ya?"

"Lo masih sakit ya?" Fani menempelkan tangannya ke kening Meiska. "Badan lo anget, mau ke UKS?"

"Nggak!" bentak Meiska membuat Fani terbelalak terkejut. "Sorry, Fan." Dia menghela napasnya. "Gue rada pusing aja."

"Yaudah ke UK-"

"Gue mau olahraga aja."

"Tapi kan-"

"Gak apa-apa," kata Meiska sambil mengeluarkan baju olahraga dari tas dan berdiri kemudian mengamit lengan Fani. "Yuk."

Setelah berganti pakaian dan meletakan seragam abu-abunya kembali ke kelas, dengan langkah lemas Meiska berlari kecil ke lapangan. Menyusul beberapa temannya yang tengah melakukan pemanasan.

Berjajaran dengan Fani, Meiska melemaskan ototnya. Berharap dengan melakukan gerakan-gerakan ini akan mengurangi pikirannya.

"Bapak kasih pilihan, mau estafet atau basket untuk penilaian UTS kalian?" tanya Pak Bani, baru saja datang dari kantor sambil memegang buku absen yang digulung. Penilaian UTS pelajaran penjaskes memang dilakukan dijam olahraga mereka dan Pak Bani selalu menawarkan dua pilihan untuk penilaian.

Sontak lapangan menjadi riuh karena perbedaan pendapat antara cewek yang memilih estafet karena tidak ribet dan yang laki-laki lebih memilih basket karena menantang.

"Eh! Gak usah nyolot dong!" Fani mulai panas, cewek itu bahkan menarik lengan bajunya sampai kesiku.

"Ya siapa yang nyolot?" Kokoh maju sebagai pembela kaum adam. Rambut pendek yang dipaksa dikuncir seperti ekor ayam itu semakin menambah kegelihat saat melihatnya. "Kalau voting jelas kita kalah jumlah, pinter!"

"Terus lo mau dengan cara apa kalau nggak voting, bego?" Fani memutar bola matanya malas. "Mau adu gulat lo sama gue?" Fani berani menantang Kokoh karena cewek itu memang memegang sabuk hitam dan beberapa kali keluar sebagai juara.

Serigaian langsung muncul diwajah tengil Kokoh. "Boleh, ntar malem gimana? Kamar lo apa kamar gue?"

Gelak tawa langsung terdengar membahana saai itu juga, sementara yang cewek menyabar-sabarkan Fani termasuk Meiska yang kini menggenggam tangan cewek itu erat.

"Najis lo!" Fani bersungut lalu berderap kearah Pak Bani. "Pak bagaimana kalau Bapak saja yang memutuskan?"

Pak Bani tampak mempertimbangkan. Memang hanya kelas ini yang selalu ribet dalam urusan memilih.

"Iya Pak, kami ngikut aja." Kali ini Bisma yang bersuara. Cowok yang sedang mengikat tali sepatunya itu langsung mendapat pelototan dari teman-temannya. "Apa lihat-lihat?!"

Kokoh menendang pantat Bisma hingga cowok itu jatuh tersungkur. "Mampus lo! Pakai segala sok bijak."

Pak Bani memukul punggung Kokoh dengan buku absen. Membuat cowok itu melotot pada gurunya sendiri namun, tidak bisa melakukan apa-apa. Tepat saat keributan itu selesai, Rama berlari ke lapangan masih mengenakan seragam putih abu-abunya. "Ini lagi." Pak Bani berdecak. "Mana baju olahraganya?"

Rama menatap teman-teman cowoknya bergantian, lalu pandangannya berhenti pada Kokoh yang pura-pura menganggumi keindahan langit. "Coba Bapak tanya sama sahabat sejati saya yang namanya Kevin Panggradito."

Pak Bani menoleh pada Kevin yang sudah nyengir lebar sambil menggaruk kepalanya. Pak Bani menghela napas panjang. "Sudah-sudah, kalian baris bentuk kelompok lima orang, tiga cewek, dua cowok. Bebas, jangan ribut. Bapak mau ke gudang dulu ambil tongkat." Pak Bani kemudian menatap anak didiknya. "Kita estafet."

That GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang