Chapter ▪ 05

2.1K 242 33
                                    

Meiska melambaikan tangannya pada Manda dan Fani saat mereka diharuskan berpisah di koridor utama, tidak bisa pulang bersama mereka karena mulai hari ini dia resmi menjalankan tugas menjadi manager tim basket.

Perempuan itu melangkahkan kakinya menuju ruang basket, seharusnya hari ini mereka mulai dengan membersihkan ruangan yang nyaris bisa disebut gudang itu. Sampai di depan pintu Meiska menghentikan langkahnya, menarik napasnya sejenak kemudian memutar kenop pintu.

Meiska menjulurkan lehernya, dia kemudian menyengir begitu mendapati beberapa laki-laki tengah duduk santai di sana.

"Cari siapa, ya?" tanya salah satu dari mereka.

Meiska menegapkan tubuhnya, baru dia akan menjawab, tahu-tahu Adit sudah berdiri di sampingnya. "Loh, Meis, kok nggak masuk?"

Meiska tersenyum kikuk, dia kemudian kembali menatap empat orang yang ada di dalam. Adit mengikuti arah pandang Meiska, laki-laki jangkung itu kemudian tersenyum tipis dan berkata, "oh ya, ini Meiska, manager baru kita."

Empat laki-laki itu langsung berdiri. Satu persatu menyalami Meiska, wajah penuh selidik mereka hilang seketika diganti dengan senyum ramah. "Hai, gue Fandi."

"Gue Riko, salam kenal ya? Lo kelas berapa?" tanya laki-laki berlesung pipit itu.

"Kelas sebelas, Kak." jawab Meiska disambut anggukan dari Riko.

"Gue Iqbal tapi, gue bukan suami Nurani ya," katanya disambut kekehan dari Meiska dan lainnya.

"Gue pikir pacar siapa anjir," kata Riko yang masih memperhatikan Meiska. "Tahu-tahu nongol di basecamp."

"Lo nggak punya pacar, kan?"

Adit menoyor kepala Riko membuat laki-laki itu mengadu kesakitan. Dia kemudian beralih pada Meiska yang tersenyum lebar dan menyuruh perempuan itu masuk.

Meiska memilih duduk di dekat Adit. Sementara Riko, Fandi, dan Iqbal duduk disofa seberang. "Hari ini kita rapat dulu, kita perlu agenda ulang." Adit kemudian menatap tiga orang di depannya. "Bisa lo lihat kan, anak basket yang datang cuma kita-kita aja."

Meiska mengangguk mengerti. Dia kemudian mengeluarkan notebook berukuran sedang berwarna pink pastel yang sengaja dibelinya untuk kebutuhan menjadi manager tim basket Gharda.

"Pertama, gue mau ngenalin sama anggota baru kita, di-"

"Sorry, gue telat." sela seseorang bersuara berat. Semua orang refleks menatap laki-laki yang berdiri diambang pintu termasuk Meiska, perempuan itu serta merta mengerjap-kerjapkan matanya berulang kali untuk memastikan sosok yang kini menatapnya datar.

"Baru gue omongin," kata Adit membuat perhatian kini teralih padanya. "Ini Rama, anggota baru kita." Adit kemudian menggeser badannya, Meiska ikut bergeser hingga akhirnya tempat di samping Adit ditempati oleh Rama.

"Bukannya elo dulu selalu nolak waktu diajak gabung, Ram?" tanya Fandi.

Riko mengangguk setuju. "Iya, padahal lo dulu pernah ngamuk gara-gara kita paksa masuk."

Rama mengangkat kedua bahunya malas sebagai jawaban. Adit kembali menyita perhatian semua orang di sana dengan nada tegasnya. "Gue gak perlu alasan, gue perlu orang yang benar-benar niat masuk tim ini, bisa buat tim kita juara di DBL nanti."

Meiska yang masih belum bisa melepaskan pandangan dari Rama segera tersadar saat Adit tiba-tiba saja menoleh padanya dan berkata, "mulai besok tugas lo adalah memastikan semua tim basket Gharda datang latihan hari kamis depan."

"Iya, Kak."

"Panggil gue Adit, di sini jabatan lo lebih tinggi dari gue."

"Oh, oke."

Adit kemudian menatap satu persatu anggota tim basket. "Setelah kita, kumpul, baru gue mau hubungin Pak Bani lagi buat ngelatih kita. Gue nggak mau kita dipermalukan seperti dulu."

🌺

Meiska masih berkutat dengan agenda tim basket. Dia harus bisa menjawab apapun yang ditanyakan oleh Pak Bani, tim basket Gharda harus dinilai benar-benar siap jika ingin dilatih Pak Bani.

Basecamp sudah sepi hanya tinggal dirinya dan Rama di dalam, sebenarnya Adit ingin menemani tapi, laki-laki itu harus mengantar ibunya ke terminal untuk menjenguk neneknya yang katanya sedang sakit.

Sebenarnya, Meiska sedikit tidak nyaman dengan kehadiran Rama tapi, perempuan itu berprinsip tidak akan pulang sebelum menyelesaikan tugasnya.

"Masih belum selesai?" tanya Rama membuat Meiska mengangkat kepalanya permepuan itu langsung kembali menunduk begitu matanya bertemu dengan mata Rama, dia kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

Rama menghela napasnya saat Meiska kembali menuliskan agenda tim basket untuk satu bulan mendatang.

"Kenapa lo nggak pulang?" tanya Meiska setelah perempuan itu mengumpulkan nyalinya.

Rama tidak menjawab. Laki-laki itu justru mengecek jam diponselnya. "Sudah jam lima, bis terakhir arah ke apart lo udah berangkat."

Meiska menghentikan gerakan tangannya, perempuan itu menggenggam erat bulpen ditangannya sebelum akhirnya melanjutkan kegiatannya setelah berkata, "gue bisa pulang sendiri."

"Gue cuma ngasih tahu."

Lagi-lagi Meiska menghentikan kegiatannya, dia kemudian menutup bukunya, memasukkan ke dalam tas.

"Sudah selesai?"

"Nanti gue kerjain di-"

"Bukan Meiska namanya kalau menunda pekerjaan. Iya kan?"

Meiska menatap Rama, dia ingin menjawab namun sorot mata Rama membuat dirinya tiba-tiba saja merasa ketakutan. "G-gue mau pulang."

Rama segera berdiri dan menarik lengan perempuan itu hingga Meiska menghadap dirinya tanpa mau menatap matanya. Lagi-lagi Rama dapat merasakan tangan Meiska bergetar, ketakutan. Laki-laki itu melonggarkan genggamannya saat itu juga Meiska mengambil kesempatan untuk berbalik dan keluar dari basecamp basket namun baru dua langkah kaki, suara Rama menghentikannya.

Suara parau yang belum pernah didengar Meiska semenjak mengenal laki-laki itu selama tiga tahun. "Apa sebegitu mirip gue sama si bajingan, itu?"

Ragu-ragu Meiska berbalik, menatap Rama dengan pandangan bingung karena yang ditatap berekspresi sedih namun detik kemudian Meiska merasa kesedihan diwajah Rama hanya rekayasa karena laki-laki di depannya kini menyerigai membuat Meiska spontan melangkah mundur.

Rama mendengus, dia kemudian berjalan mendekat. Meiska tidak pernah merasa terancam seperti sekarang, tatapan mata Rama persis seperti harimau menemukan mangsanya. Namun saat Rama tetap berjalan dengan sengaja menabrak bahu kanan Meiska kemudian melangkah keluar, perempuan itu menghela napasnya lega.

Meiska menoleh ke samping, memperhatikan punggung Rama yang kian menjauh. Dalam hati dia bertanya apa maksud dari pertanyaan Rama barusan.

To be continue🌺

That GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang