~12~

6 1 0
                                    

Marie berjalan mondar mandir sambil menggigit bibirnya memikirkan sesuatu. Keadaan semakin tidak terkontrol membuatnya bingung. Sebagai putri tertua yang pastinya akan menggantikan ayahnya, sudah merupakan tugasnya membantu ayahnya dalam urusan perusahaan. Walau masih muda, tetapi itu tidak,menjadi masalah bagi Marie. Dia ingin setelah lulus, dia dapat menggantikan ayahnya. Dengan begitu, ayahnya dapat beristirahat dirumah. Namun masalah ini sudah diluar kemampuan Marie. Dia tidak dapat memikirkan solusi yang lebih bagus untuk menyelesaikan masalah ini. Solusi yang awalnya didapatkan dienyahnya sesegera mungkin karena risiko yang ditanggung sangatlah besar.

Pintu rumah terbuka, sosok Addelle memasuki rumah dan menutup pintu tersebut. Disaat berbalik, Addelle balas menatap kakaknya yang menatapnya tajam.

"Salah gue apa lagi?" tanyanya malas.

Marie berjalan mendekat lalu menamparnya. Panas dan sakit dirasakan Addelle ketika tangan kakaknya mendarat dipipinya.

"Udah berapa kali gue bilang, lo gak mau dengar. Gue udah bosan tahu gak?!"

"Lalu?!" balas Addelle menantang. "Ada apa? Sekarang ada masalah? Udah pernah gue bilang kekalian. Nita bisa bantu kita. Nita bisa minta tolong ke bonyoknya buat ngebantu kita. Tapi apa? Kalian yang gak mau. Kalian malah nyuruh gue buat ngejauhin dia!"

"JANGAN SEBUT NAMA DIA?!" bentaknya dengan jari telunjuk ditunjukkan tepat dimuka Addelle.

"Lo sudah dihasut oleh nya. Gue malu ngakuin lo sebagai adik gue. Gak sudi!"

"Lalu? Lo mau apa? Usir gue? Silahkan! Gue juga gak betah tinggal dirumah ini!"

"Lo!" satu tangan Marie sudah terangkat hingga akhirnya suara Carla membuat Marie mengontrol diri dan mengepalkan tagannya kemudian dengan perlahan menurunkan tangannya.

"Addelle.. Ibu mohon.. Jauhin Nita. Ibu tahu dia baik sama kamu. Tapi ini demi kepentingan kita. Jangan sembarang ngejalin hubungan persahabatan dengan orang yang mungkin saja dapat menghancurkan kita."

"Bu.. Lo sama seperti mereka. Lo ingin buat gue menderita. Gue dibenci. Gue dijauhi. Hanya Nita yang selalu ngebela gue."

"Del.."

Addelle menghela nafas. Air matanya lolos. "Apa karena gue bukan anak kandung lo?"

Sebuah pertanyaan yang menampar Carla begitu juga Marie yang tadinya memalingkan wajahnya lantas menatap Addelle terkejut. Melihat ekspresi ibunya dan kakaknya, dapat disimpulkan memang Nita tidak membohonginya.

"Jadi bener gue bukan anak kandung lo?" tanyanya sekali lagi. Namun Carla hanya bungkam. Addelle dengan perlahan menyeret kakinya, berjalan menuju tangga.

"Gue capek. Selamat malam." kemudian menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya. Suara bantingan pintu kamar menyadarkan Marie dari keterkejutannya. Tidak menyangka adiknya akan tahu hal ini. Dia berjakan kearah ibunya dan menyentuh pundak ibunya.

"Bu.. Udah malam. Biar gue yang nungguin ayah." Carla mengangguk. Marie menatap punggung Carla yang tengah berjalan menaiki tangga. Kedua tangannya terangkat dan mengusap wajahnya kasar.

"Gue tidak percaya bisa jadi kayak gini. Gak akan gue biarin mereka menang."

Marie menatap kearah kamar Addelle. "Kalau memang ini yang lo mau, jangan salahkan gue ambil risiko itu. Gue terpaksa ngelakuinnya."

****

Didalam kamar, Addelle menangis sesengukkan. Entah kenapa hatinya berdenyut sakit ketika sebuah fakta dirinya bukan anak kandung Carla diketahuinya. Addelle memeluk kedua lututnya. Dagunya diletakkan diatas lututnya yang dipeluk.

Apa segitunya tuhan benci gue? Apa orang tua kandung gue benci gue?

Addelle membenamkan kepalanya diatas lutut. Isak tangisnya semakin terdengar. Sebuah dering ponsel terdengar. Sebuah panggilan dari Farir membuatnya menghapus air mata dan menggeser tombol berwarna hijau kekanan.

"Hallo.."

"Del? Lo nangis? Ada apa?"

"Ngak.." jawabnya serak.

"Ya udah, jangan kebanyakkan nangis. Udah malam juga nih. Cepat tidur."

"Lo telepon ke gue cuman untuk ini?"

"Ngak juga si, ada hal lain yang pengen gue sampaikan, tapi lo lagi sedih jadi lain hari aja."

"Ada apa? Gue gak papa kok. Gue udah ngak nangis nih," ujarnya sambil mencoba tersenyum.

Suara helaan nafas terdengar. "Nita kecelakaan, Del."

"Ni..Nita? Bagaimana bisa?" lagi-lagi air matanya lolos untuk kesekian kalinya malam ini.

"Panjang ceritanya. Lo besok kerumah sakit ya."

"Ngak! Gue sekarang kesana!"

"Ngak, lo istirahat dirumah, besok gue antar."

Tut.

Addelle mengacak-acak rambutnya kesal, sedih, marah, semuanya tercampur aduk begitu saja. Disaat masalah datang, pasti disusuli masalah lain. Addelle benci.

"ARRRRGGGG!" teriaknya. Tidak peduli Carla ataupun Marie mendengarnya. Dia sudah tidak tahan lagi.

Tbc.

Jgn lupa tinggalkan jejak jika suka dengan cerita ini.

Thx.

Girl Who Was Hurt[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang