~26~

7 1 0
                                    

Aku membuka mata saat merasakan sesuatu menepuk lenganku. Aku lantas mengucek mataku sambil menguap, mengabaikan Farir yang masih berdiri di sampingku menungguku untuk turun dari mobilnya.

"Turun kebo, bukan nyuruh lo nguap cantik," ledek Zifo yang langsung ku pelototi. Enak saja! Aku segera turun dan menutup pintunya dan tanpa kusadari, aku terlalu keras menutupnya.

"Gue gak ada duit buat ganti rugi jelek!" kesal Zifo sambil menjitak keras kepalaku. Aku hanya memeletkan lidahku padanya dan segera berjalan ke sebelah Nita.

"Ngapain kita kesini?" tanya ku padanya. Di depan ku sekarang, berdiri sebuah rumah yang bahkan tidak layak untuk dihuni. Dia menoleh sebentar padaku lalu kembali menatap ke depan. Melihat tatapannya yang kosong membuatku mengerti sekarang. Rumah didepan kami sekarang adalah rumah yang pernah disebutkan Nita saat masih berstatus sahabatku. Rumah yang menyimpan masa lalu kelamnya. Rumah yang merupakan awal hidupnya. Rumah yang menjadi saksi kejamnya dunia. Dan juga saksi seorang ibu yang tegar.

Nita memegang tanganku dan mengajakku masuk kedalam diikuti Zifo dan juga Farir. Sesaat setelah kami memasuki rumah ini. Nita mengajakku naik ke lantai atas. Nita melepas tanganku setelah berada di depan sebuah kamar.

"Kamar ini..."

"Ya, kamar ini yang gue maksud, rupanya lo masih ingat ya," kekehnya di akhir. Aku masih menatap pintu kamar ini kamar tempat Nita terlahir ke dunia ini. Nita membuka pintunya kemudian mengedarkan pandangannya. Dia kembali berbalik menatapku.

"Maaf, sepertinya kita terlambat."

"Apa maksud lo?"

"Itu artinya lo gak akan bisa bertemu kakak kesayangan lo itu," jawabnya sembari menutup kembali pintunya.

"Gue gak tahu dia pastinya dimana sekarang, apa masih hidup atau udah tinggal nama. Yang pasti dia sekarang tengah kabur dari orang suruhan mama," jelasnya.

"Buat apa?" lirihku. Nita menatapku bingung. Aku kembali menatapnya. "Buat apa kalian lakuin hal ini? Kalian punya dendam dengan kita?"

"Mama ada masalah dengan mama tiri lo itu. Kisah mereka rumit, sama halnya dengan mama kandung lo itu. Semua jadi rumit setelah gue dan lo lahir."

"Emang ada apa dengan mereka?"

Nita hanya menatapku. "Bukan saatnya gue cerita. Sekarang tolong bantu gue urus keperluan dan juga pakaian-pakaian gue. Gue mau pindah dari neraka itu."

"Lo mau kabur?"

Nita menggelengkan kepalanya. "Gak, gue cuman bosan aja sama kisah mama. Gue udah capek dengan dia. Gue juga habis berantem sama dia. Gue gak mau lagi tinggal dengan dia. Makanya gue bisa leluasa bantuin lo sekarang ini. Lo juga harusnya bantuin gue hal kecil kayak gini kan?"

Baru saja aku hendak menjawab, tiba-tiba suara dering ponselku berbunyi. "Hallo.." sapaku setelah mengangkatnya.

"Mama yakin?" kekehku diakhir. Aku tidak percaya ini. Bagaimana mungkin?

"Kenapa baru sekarang mama bilang? Bukannya gue juga harus tau?"

"..."

Ku matikan ponselnya dan ku banting ke lantai. "Kau gila ya?!" bentak Nita padaku. Zifo dan Farir yang awalnya berada di lantai dasar tergesa-gesa naik ke lantau dua.

"Kak..."

Zifo menatapku bersalah. "Mau pulang?"

Aku menatapnya tanpa menjawab. "Kak... kita masih ada harapan," ucap Zifo menyemangatiku.

"Harapan terakhir gue cuman Ayah dan kakak. Mereka semua udah hilang, menurut lo gue masih punya harapan?"

"Ayah udah bilang ke gue, tadi gue baru ngabarin soal kak Marie. Dia minta kita agar tidak lagi mencari kak Marie, serahkan aja urusan cari mencari ini ke ayah. Tadi ayah juga sempat beri kabar kalau kak Marie sempat terlacak, tapi hilang lagi. Kak, gue mohon ya..."

Aku mengangguk sambil berjalan dengan mata kosong. Aku ingin tidur sebentar. Mungkin ini semua hanya mimpi. Ya! Ini pasti mimpi!

****

~Satu tahun kemudian~

Aku yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang kotor dengan dosa-dosa ku saat ini. Dosa-dosa yang membuat keluargaku satu per satu hilang. Aku tengah menatap kedua rumah baru ayah dan juga ibu. Air mataku masih sama setiap kali datang ke sini. Mereka bakal mengalir layaknya sungai yang tidak berhentinya mengalir.

Walau begitu, aku tidak melupakan tujuanku. Aku masih ingat tujuanku dengan jelas. Untuk sementara aku akan memantau perusahaan ayah yang sekarang ini berpindah ke tangan Nassy. Aku tidak akan kesulitan karena Nita yang berada di pihakku sekarang.

Walau kak Marie masih belum di temukan tapi aku tidak akan berkecil hati. Suatu saat, kak Marie pasti akan ditemukan. Dan pada saat itu, aku akan membantu nya bagaimanapun caranya agar dia dapat mewujudkan impiannya itu. Agar dia dapat melengserkan posisi Nassy dan mengambil posisi itu.

Owh iya satu lagi, selamat tinggal Farir. Sudah seminggu ini aku tidak bertemu dengannya. Bagaimana bisa bertemu, orangnya juga udah pindah ke negara lain, wkwk.

Aku menghembuskan nafas. Cukup begitu saja. Aku tidak akan mengingat kejadian tidak menyenangkan. Sebaliknya tugasku baru saja dimulai. Aku segera berjalan balik ke parkiran dan masuk kedalam mobil.

"Ulala.. Cengeng banget kakakku ini, ckckck. Pantasan kakak ipar gue lari entah kemana."

Aku menepuk tangannya. "Diam, cari aja adik ipar yang bagus buat gue."

Zifo hanya tersenyum manis dan menjalankan mobil ini.

Selamat tinggal kenangan. Selamat tinggal Addelle yang lama.

END.

Girl Who Was Hurt[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang