~24~

3 1 0
                                    





Setelah guru yang mengajar tadi telah meninggalkan kelas, aku segera memasukkan buku-bukuku serta peralatan menulisku kedalam tas kemudian melenggang pergi. Langkahku terpaksa ku hentikan ketika menangkap sosok yang tidak asing bagiku. Sosok yang sempat mengisi ruang hatiku dulu. Aku balas menatap tatapan matanya yang entah kenapa sulit diartikan. Apakah dia memang pernah menyukaiku seperti yang dikatakan Hazy? Atau dia hanya memanfaatkanku saja? Aku memutuskan kontak mata kita ketika Nita datang dan langsung merangkul lengan Farir dengan erat sembari tersenyum miring padaku.

"Ayo Rir, kan kita harus segera ketemu mama kamu. Tante juga kayaknya gak sabar pengen ketemu aku." bohong jika aku merasa biasa saja saat mendengar perkataan Nita tadi. Aku merasa harapanku runtuh seketika ketika mendengar sejauh mana mereka menjalin hubungn mereka. Bahkan mereka telah menemui keluarga masing-masing. Aku hanya memutar bola mataku. Kutundukkan kepalaku dan melewati mereka. Baru selangkah dibelakang mereka, panggilan Nita membuatku mau tak mau kembali menghentikan langkahku.

"Lo kecewa Del? Gue juga. Apalagi sahabat yang paling gue sayang kelihatan benci ke gue. Segitu bencinya lo sama gue Del? Cuman karena gossip lo jadi ikut kehasut mereka? Apa lo gak ingat kenangan kita dulu? Bahkan gue sangsi lo masih menyimpan foto kita berdua setelah kehasut seratus persen sama mereka."

Aku memutar bola mataku malas mendengar kata-kata itu. Sampai sekarang kenangan itu masih ada didalam otakku bahkan foto kita berdua masih ku simpan. Bagaimana kita bersenang-senang dulu, bagaimana kita bercanda, dan masih banyak lagi. Aku juga kecewa. Aku memilih tidak membalasnya dan kembali melanjutkan langkahku sampai kata-kata yang bagai hipnotis itu masuk kedalam gendang telingaku.

"Apa lo mau tahu dimana kak Marie?"

****

Aku menatap gedung yang menjulang tinggi itu. Gedung yang katanya digunakan untuk menahan ibu dan kak Marie. Aku tidak akan memercayainya begitu saja jika dia mengatakannya saat kita hanya berduaan. Namun, dia mengatakannya dengan suara sepelan mungkin seolah-olah takut jika ada orang lain mendengarnya. Saat kulihat, Farir juga tengah menatapku sambil mengangguk. Aku hanya mampu mengerjap saat itu. Aku melihat sekitar dan memang teman sekelasku masih ada disana, melihat kearah Nita yang tengah menundukan kepalanya sedalam mungkin dan gelisah.

Walau dia mengkhianatiku, tetapi persahabatan kita dulu membuat kita mengetahui kebiasaan-kebiasaan kita masing-masing, termasuk sekarang, dia tengah menundukkan kepalanya sedalam mungkin dengan kaki yang terus bergerak gelisah. Itu artinya dia terpaksa mengatakannya walau sebenarnya dia tidak ingin. Itu alasannya mengapa aku ngotot memaksa Zifo mengantarku ketempat ini, ditambah anggukkan kepala dan senyuman tulus dari Farir.

"Apa dia serius mengatakannya kak? Apa kakak gak takut jika ucapannya tadi cuman kebohongan? Atau mungkin dia pengen menjebak kakak lalu memanfaatkan situasi itu untuk bunuh kakak?"

Aku hanya mendengus geli. "Bagaimana jika yang dia katakan memang benar? Gue gak ingin melewatkan kesempatan apapun. Lagian Farir juga sempat mengirimkan pesan pada ke gue, tepat didepan pintu ruangan itu akan ada orang nunguin kita. Orang itu memang diperintahkan langsung oleh Nita," jelasku padanya. Aku masih menatap hotel didepanku ini. Aneh saja jika selama ini ayah Harry tidak bisa melacak mereka sama sekali. Ya! Tempat dihadapanku sekarang adalah hotel milik ayah Harry, ayahnya Zifo yang sekarang juga menjadi ayahku juga. Itulah sebabnya, Zifo terlihat tidak yakin.

Kami terpaksa masuk kedalam dan tiba-tiba saja seseorang yang berpakaian formal menepuk pundakku. Dia memberi isyarat agar kami berdua mengikutinya. Zifo sempat menggelengkan kepalanya padaku, namun aku meyakinkannya sekali lagi.

Kami hanya diam mengikutinya sampai langkah kami membawa kami ke sebuah ruangan hang tentunya tidak asing buat kami. Ruangan yang selalu dijadikan tempat menginap Nita saat dirinya berada dalam mood yang kurang baik. Semua ingatan itu berkumpul kembali menjadi satu. Aku terbelalak. Apa itu artinya Nita memang tidak bersalah?

"Kak, ada apa? Kakak kenal ruangan ini?" tanyanya yang langusng kuangguk. "Ini kamar yang selalu dipesan Nita setiap kali dia badmood. Gue pernah datang sekali untuk memastikan keadaannya, sejauh yang gue tahu, kamar ini memang gak pernah rapi, dia selalu ngamuk didalam."

Zifo hanya menautkan alisnya. Kurasa dia bingung dengan perkataanku tadi. Aku segera membuka pintu dan terbelalak. Kamar ini memang cocok untuk disebut gudang. Semua pecahan kaca berceceran kemana-mana. Aku melangkahkan kakiku mendekati sebuah jam tangan yang tidak asing bagiku. Aku tidak pernah salah mengenalinya. Jam tangan kesayangannya yang selalu dibawa kemana-mana. AKu mengambilnya. "Kak Marie memang ada disini, Nita gak bohong."

"Lalu dimana kak Marie kalau memang dia ada disini?" Tanya Zifo padaku. AKu hanya bisa menggelengkan kepalaku. Aku juga tidak tahu. Aku kembali berdiri dan menatap Zifo. "Tolong bantu aku mencari petunjuk disini," pintaku pada Zifo. Aku membantu Zifo mencari petunjuk namun nihil. Tidak ada yang bisa ditemukan.

"Kak?"

"Kita sudahi saja." Ya! Ini keputusanku. Aku sadar mencari ditempat ini tidak cukup bagiku. Dan aku tahu siapa yang dapat ku minta bantuannya. Seseorang yang memang belum bisa ku maafkan, namun dia orang yang tepat menurutku untuk diminta bantuannya, meski harus ku sujud sekalipun, aku rela! Biarlah harga diriku jatuh, hilang! Tapi demi membawa kembali kakakku, aku tidak akan mengeluh sedikitpun.

Tbc,

Jgn lupa di vote kalau suka,

Thx.

Girl Who Was Hurt[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang