Farir bener-bener datang ke apartemenku. Aku sempat heran kenapa dia harus membawa mobil karena biasanya dia akan memakai motor. Farir memberitahuku jika Nita ingin ikut. Nita bercerita padaku tentang calon pacarnya yang semalam mengajaknya pergi kesuatu tempat yang romantis. Astaga! Baru putus beberapa hari sudah dapat yang baru.
Farir dan aku hanya tersenyum melihat dia yang bercerita dengan girangnya. Bahkan aku dapat melihat pipi Nita yang bersemu merah ketika bercerita. Seperti biasa, ketika sampai diparkiran, pasti ada aja orang yang menatapku tidak suka. Nita hanya berjalan disampingku sambil menunjuk. Memang, semua orang disini tidak menyukai Nita sedikitpun. Tapi aku beda. Aku tidak ingin memilih teman. Aku menerima siapapun yang ingin berteman dengan ku. Dan setelah mengenal Nita, satu persatu teman meninggalkanku.
Aku dan Nita berjalan sambil bercerita, mengabaikan orang lain yang menatap tidak suka pada kami. Hingga tepat didepan kelas kami, seseorang yang tidak kuketahui namanya namun aku pernah melihatnya. Ya, teman satu angkatan dengan Marie. Dia menumpahkan jusnya itu ke seragamku, entah sengaja atau tidak.
"Hei! Lo napa si?" sentak Nita padanya. Dia hanya mengendikkan bahunya dan pergi begitu saja tanpa meminta maaf padaku. Bagus! Sekarang aku tidak tahu harus melakukan apa. Beberapa murid yang ada dikelas menertawakanku. Nita menarik tanganku menjauhi kelas.
"Dasar. Kayaknya emang udah rabun tuh mata. Jalan gak pakai mata segala," gerutu Nita sambil menarikku entah kemana. Aku hanya pasrah mengikutinya. Sesampainya diwc, aku tidak tahu apa yang ingin dia lakukan. Dia hanya melepaskan tanganku dan menyuruhku untuk tunggu disini kemudian pergi begitu saja. Beberapa menit kemudian, dia balik dengan sebuah kantong kresek berisi seragam.
"Nih." aku menerima kantong tersebut dan melihat isinya. "Ini seragam lo?" tanyaku padanya yang dianggukinya.
"Gue nyuruh sopir bawa seragam gue yang emang sengaja gue tinggalkan dimobilnya buat jaga-jaga."
Aku hanya mangut-mangut mengerti. Aku segera mengganti seragamku yang sudah kotor dengan seragam yang dipinjam Nita padaku. Setelah selesai, kami berdua segera berlari kearah kelas dan mengambil topi kemudian turun. Kami tidak ingin berlama-lama diatas. Kami duduk di kantin sembari menunggu bel sekolah.
"Del, lo beneran kerja sekarang?" tanya Nita padaku. Aku membalasnya dengan anggukkan sambil tersenyum. "Mana mungkin gue terus bergantung pada lo. Gue bakal bayar semua masalah keuangan gue pakai uang yang gue hasilkan. Hasil kerja keras gue."
"Makin mandiri aja lo," godanya. Aku menatap sekelilingku dan mendapati Zifo yang tengah duduk di ujung kantin bersama kedua temannya. Disaat tatapan kami bertemu, dia melemparkan senyumannya yang kubalas dengan senyuman yang tak kalah manis dari yang dilemparnya.
"Ciee, gebetan baru ya?" goda Nita lagi. Aku mendelik tidak terima. "Gue hanya nganggap dia adik gue ya. Lagian dia juga pengen jadi adik gue."
Muka Nita langsung cengo. "Sejak kapan hubungan kalian jadi gitu akrab?"
"Dia terus bantu gue. Lalu dia juga pernah curhat kalau dia pengen seorang kakak. Lagian gue juga kerja di toko mamanya."
"Jadi kalian ini nganggap satu sama lain itu kakak adik?" tanyanya lagi yang langsung kuangguk.
Suara bel terdengar. Aku segera menarik tangan Nita yang ogah-ogahan. Aku berhenti sejenak lalu memasangkan topinya. "Upacara itu wajib."
"Tapi kan kita bisa bolos," celetuknya yang langsung kujitak kepalanya. "Enak betul lo cakap. Gue gak mau dibully guru. Cukup siswa aja jangan gurunya."
Aku lantas memasangkan topiku dan menariknya lagi ke barisan kelasku.
Tbc.
Jgn lupa divote kalau suka.
Thx.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Who Was Hurt[COMPLETED]
Teen FictionLuka yang kalian berikan padaku. Luka yang kalian buat, tidak peduli apakah luka lamaku sudah sembuh atau belum. Apakah aku melakukan kesalahan? Kesalahan apa itu sampai kalian membenciku? Tidak peduli seberapa benci kalian pada gue, gue tetap meny...