~18~

6 1 0
                                    

Aku merenggangkan otot-otot ku yang lelah. Bekerja di dua tempat membuat ku lelah. Aku baru tahu jika bekerja menghasilkan uang tidaklah begitu mudah.

Aku mengambil sebungkus mie instant dan meletakkannya di meja. Aku membuka bungkusannya. Aku menepuk keningku, lupa menyalakan kompornya.

Setelah beberapa menit, ku habiskan untuk memasak mie instant, akhirnya aku dapat memakannya. Aku meletakkannya diatas meja dan mulai memakannya.

Alu baru teringat dengan tugas dari sekolah yang harus dikumpulkan besok. Ck, bener-bener melelahkan. Aku mencuci terlebih dahulu piring, lalu mengelap meja. Aku mematikan lampu yang ada didapurku dan berjalan menuju kamarku.

Entah kenapa aku merasa dadaku sesak tanpa alasan yang jelas. Bukan sesak nafas. Aku hanya mengabaikannya. Tapi lama kelamaan, aku merasa tidak enak. Aku merasa cemas tanpa sebab yang jelas. Aku mulai menyibukkan diri dengan tugas sekolahku. Namun lagi-lagi, rasa cemas itu tidak kunjung hilang. Aku memilih tidur setelah mengerjakan tugas sekolahku. Berharap rasa cemas itu hilang setelah aku mengistirahatkan diriku.

****

Aneh. Aneh menurutku. Jika biasanya, setelah aku keluar dari mobil Farir, mereka yang masih ada diparkiran akan menatapku sinis, tidak suka. Namun hari ini, mereka hanya menatapku dengan tatapan biasa. Tatapan tanpa sinis, tidak suka, ataupum benci sekalipun. Tatapan yang biasanya dilayangkan jika bertemu orang yang tidak kenal. Ya bodo amat. Seperti itu tatapan mereka.

Aku mulai bertanya-tanya sendiri. Bukan kah ini bagus? Entahlah. Aku hanya mempercepat langkah kakiku agar segera sampai dikelasku.

"Hai Nit," sapa ku padanya yang hanya dibalas senyuman. Aku tahu moodnya mungkin lagi tidak bagus. Mengingat dirinya baru diputusin Aldi.

Entah akunya yang lebay atau apa. Aku merasa disekelilingku mulai ada yang aneh. Ada yang mulai berubah. "Napa? Lo merasa ada yang aneh dengan sekitar?" tanya Nita yang membuatku terbelalak. Bagaimana dia tahu?

"Biarin. Mereka cuman pengen berubah aja. Mereka udah bosan bully kita. Secara gak lama lagi kita bakal ujian. Pasti ada murid baru yang bakal mereka bully," lanjutnya yang menurutku logis. 

Disaat bel istirahat berbunyi, aku dan Nita seperti biasanya akan ke kantin untuk makan. Dimana Marie? Walaupun aku tidak nyaman dengan mereka, bukan berarti aku,tidak punya hati kan? Dia masih kuanggap kakakku. Walau bukan kakak kandungku.

"Nit, kok gue gak ngeliat Marie disini?"

Nita hanya memutar bola matanya. "Dia udah jahat sama lo, lo masih aja khawatirin dia."

"Tapi kan dia kakak gue juga."

"Mungkin makan diatas kali," jawab Nita seadanya. Mungkjn dia ikutan kesal karena mendengar ceritaku bagaimana aku akhirnya dapat keluar dari rumah itu, walau harus mendengar bentakan kasar dadi mereka.

****

Setelah beberapa hari berlalu, aku masih belum melihat Marie. Aku ingin bertanya pada teman-temannya. Tapi bagaimana tanggapan mereka padaku? Adik tidak tahu diri yang masih sok perhatian? Atau adik pungut yang kebanyakkan muka?

Nita juga makin lama makin kesal padaku entah karena apa. Dia mulai jarang bicara padaku. Semua pertanyaanku hanya dijawab seadanya.

"Addelle.."

Aku mendongak menatap tante Linda yang memanggilku barusan. "Ada apa tan?"

"Tante pergi dulu ya, ada urusan mendadak. Kamu sendirian disini gak papa kan? Soalnya Zifo ada tugas kelompok."

"Gak papa tante, kan ada Sasa sama Gisry."

Tante Linda mengangguk. "Kalau begitu, tante pergi dulu ya. Gak lama kok." setelah dia pergi, aku baru saja menyadari, semakin hari tante Linda semakin perhatian padaku. Dia juga semakin peduli, hingga uang SPP sekolah juga masalah keuangan lainnya, dia ingin membayarnya. Paman Harry juga pernah menanyaiku hal yang sama. Bahkan menawariku untuk tinggal dirumah mereka. Tentu aku menolaknya, aku tidak ingin merepotkan mereka. Lagian aku sudah punya apartemen sendiri. Tapi mereka tetap keras kepala. Semua masalah keuanganku, mereka yang tanggung.

Aku merasa semua pekerjaanku disini sudah selesai. Aku tidak bisa membuat kalung model yang baru, karena aku belum mendiskusikannya dengan tante Linda. Aku berinisiatif untuk keluar dari ruangan itu dan membantu Gisry dan Sasa.

"Hai kak," sapa Gisry.

"Sasa mana?" tanyaku padanya. Dia hanya menunjuk keseseorang yang tengah melayani seorang pelanggan.

"Kak, boleh gue tanya sesuatu gak?" tanyanya yang langsung kuangguk. Kuambil sebuah kursi plastik dan duduk didepannya.

"Gue dengar kakak ada masalah sama keluarga kakak?"

Apa dia tahu karena gosip? Aku hanya menganggukkan kepala. "Kak, aku dengar kak Marie itu gak masuk sekolah beberapa hari ini."

"Emang karena apa?" tanyaku. Gisry menautkan alisnya. "Kakak gak tahu?"

"Ada yang bilang dia lagi liburan, ada yang bilang dia lagi sakit, lalu ada yang bilang mungkin sakit hati ngeliat kakak makanya pindah sekolah," lanjutnya lalu mencondongkan wajahnya.

"Tapi menurut gue, kayaknya bukan itu alasan kak Marie gak masuk sekolah," sambungnya setengah berbisik sambil melirik ke sesuatu.

Aku mengikuti arah lirikannya dan menyadari seseorang yang satu sekolah dengan kita. "Loh? Sasa? Kamu kerja disini?"

Kulihat Sasa hanya menyengir. "Iya, gue mau cari pengalaman kerja. Lagian gue juga udah kerja setahun disini."

Setahun? Berarti sebelum memasuki SMA, dia sudah bekerja? Woww, aku merasa malu sekarang. Aku jadi teringat Marie sskarang. Dulu, bahkan masih kecil, dia sudah sering bersama ayah. Dia sangat ingin belajar dari Ayah agar kelak dia dapat menggantikan Ayah. Ku harap impiannya itu dapat tercapai menyadari betapa seriusnya doa setiap kali bersama ayah.

Tbc.

Jgn lupa divote kalau suka

Thx.

Girl Who Was Hurt[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang