#1. Midnight

1K 38 1
                                    

Layar pc menyala, jari jemari kurus mengontrol keyboard, mengetik dengan cepat, bagaikan menari di atas lapisan es tipis. Kode binary bergerak cepat, mengubah kata sandi milik akun seseorang. Laki-laki itu tersenyum, bangga memanipulasi perangkat komputer jadul menjadi benda electronic lebih canggih.

Kacamata tebal terpasang rapi di wajahnya, kulit pucat, rambut hitam, dan gigi taring. Jika kalian menduga, itu benar. Dia seorang vampire, keturunan bangsawan, dengan derajat tinggi di antara kaumnya. Laki-laki itu bernama Simon Drakula IX, namun dia sering dipanggil Simon.

Simon menelan ludah untuk beberapa kali, energi yang diperlukan untuk membuat laporan telah terkuras dalam kurang dari 3 jam.

Cangkir bercorak hitam tersimpan di sebelah tangan kanannya, darah segar terjamin seratus persen murni dari manusia, membuyarkan konsentrasi Simon.

Ia menepuk dahi, Simon lupa dengan minumannya.

Simon kecewa, kabut tipis yang menguap, sudah menghilang, sirup coklat belum diaduk. Membuktikan, bahwa, Simon lebih sibuk dari yang diperkirakannya. 

Simon enggan, meneguk cairan dalam gelas itu sampai habis. Ia menghela napas, menghabis coklat darah tanpa ragu. Menyandarkan punggung di tembok nan kokoh, menatap lantai, lalu memejamkan mata untuk sejenak. Simon sekarang berada posisi menggantungkan diri, dia berdiri di langit-langit ruangan untuk menjernihkan pikirannya.

Darah mengalir ke otak, Simon tampak senang dengan posisi seperti ini. Cangkir ia pegang, disimpan ke tempat cucian piring. Lalu ia memperhatikan jam dinding, jarum panjang menunjukkan angka satu, jarum pendek menunjukkan angka enam.

Simon berjalan ke arah lemari, ia mengambil setelan seragam yang baru kemarin dijahit oleh seorang pro-penjahit di toko terkenal.

Aroma kain begitu unik, Simon menyukai kain yang baru datang dari pabrik. Benang disusun rapi, tanpa cacat sedikitpun. Saat Simon menyentuhnya, kain ini sangat lembut.

Kain sutra? Simon membuang jauh-jauh pendapat barusan, kepala sekolah tidak akan mengeluarkan dana untuk membeli kain semahal itu untuk muridnya. Simon menutupi wajahnya dengan jas hitam dan menghirup jas sekolah tersebut beberapa waktu yang lama, ia melayang tanpa sepengetahuannya.

Gravitasi bumi seakan hilang, makhluk hidup yang tinggal di bumi ini, akan jatuh ke luar angkasa tiada tandingannya dalam sekejap. Simon tertawa kecil, memikirkan imajinasi barusan, membuat Simon sakit perut karena tertawa. Kiamat akan terjadi, semua makhluk hidup akan mati, kehidupan berakhir dengan kematian untuk selamanya.

Arwah-arwah penasaran tersesat dalam kegelapan, api neraka membakar mereka sampai debu abu-putih.

Simon bersemangat dengan hari pembalasan, kegilaan tentang darah membuatnya gila. Simon menarik rambutnya lebih keras: kasur, lemari, komputer, dan sebagainya. Berterbangan seperti Simon, memporak porandakan seisi kamar. Kaca jendela pecah, serpihan-serpihan kecil mengotori lantai kayu mahoni. Beberapa buku ensiklopedia saling bertabrakan, kertas dari beberapa halaman berceceran di mana-mana. Komputer jadul di desain modern menghantam tembok sampai hancur, beberapa pakaian keluar dari lemari, kasur milik Simon berguncang hebat.

Sementara Simon hanya diam saja, menonton kegaduhan yang dibuat oleh tiga ekor anjing.

Anjing berbulu lebat berwarna hitam menggigit buku ensiklopedia, anjing rabies mengoyak t-shirt Simon tidak tersisa, dan anjing komondor baru saja mengunyah hard disk.

Mereka lapar.

"Diam," pelan Simon, seakan berbisik.

Ia masih menyaksikan kebodohan binatang jahanam. Mereka tidak mendengarkan perintah Simon.

Simon merapatkan gigi geraham, amarah Simon tidak terbendungkan. Gigi taring semakin panjang, daun telinga lebih lancip, lalu meremas jas sekolah dengan kuat.

"Shut up!!!" Simon berteriak. "Dasar anjing tidak berguna. Kalian hanya bisa menghancurkan barang milik orang lain saja. Lebih baik kalian mengoyak perut manusia, daripada berantakan kamarku seperti kapal pecah. Seharusnya aku tidak membawa kalian ke dalam kehidupanku."

Seketika tiga ekor arwah anjing, berhenti mengunyah barang atau merobek pakaian Simon.

Mereka takut dengan kemarahan Simon, satu-dua anjing melangkah mundur ke belakang, dan menghilang tanpa jejak ke sudut ruangan. Sedangkan arwah anjing komondor, berusaha memuntahkan hard disk dari dalam perutnya. Sayangnya, asam lambung telah menghancur-leburkan beberapa komponen penting.

Simon hanya menghela napas panjang, lalu mengibas tangan. Anjing besar berwarna putih, berbulu panjang, menghilang tanpa jejak, menyusul keberadaan teman-temannya. Simon menemukan mereka di bawah jembatan. Tanpa pikir panjang, Simon memungut anjing jalanan dengan cepat. Sialan, ibu marah dan mereka menghancurkan barang berharga milik Simon dengan cepat. Arwah makhluk hidup berasal dari dunia manusia, sungguh merepotkan.

Ia berharap, umat manusia punah dengan ketamakan, egoisme tinggi, kerakusan, dan kesombongan.

Hening. Kesepian. Kesendirian.

Terekam jelas di ruangan ini.

Simon menatap kembali jam dinding, jarum panjang menunjukkan angka lima. Dua puluh menit telah berlalu, Simon membuang waktu berharga untuk memarahi hewan peliharaanya.

Astaga, tinggal empat puluh menit lagi kelas dimulai.

Hitungan satu... dua... tiga... detik

Kamar Simon kembali seperti dulu. Simon hanya menjentikkan jarinya, benda hancur akan kembali seperti semula. Meskipun, Simon harus merelakan benda paling berharga, dan benda berharga itu, baju seragam baru.

"Sialan "

"Kakak," panggil Rya.

Rambut panjang sepunggung warna hitam, kulit pucat, dan tubuh mungil, mirip boneka manusia.

Simon tampak terkejut dengan kehadiran adik kesayangannya, Rya berdiri diambang pintu sambil memeluk boneka beruang warna pink.

"Kenapa ribut sekali? aku tidak bisa tidur." Rya menguap.

Simon mengulurkan kedua tangannya, Rya mengangkat kepala sedikit. Simon menggendong Rya, lalu terbang ke ruangan lain.

Kamar Rya berada di sebelah kamar Simon, walaupun jarak kamar mereka berdekatan, tali persaudaraan mereka sangat jauh.

Rya kembali ke kasurnya, Simon menatap Rya lamat-lamat. Rya tertidur pulas sebelum mendengarkan nyanyian nina bobo dari Simon.

Simon kelelahan.

Lima belas menit kemudian, ia bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Psycho In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang