8

127 52 53
                                    

Geby menghempaskan tubuhnya di sofa, ia hanya memerhatikan Revana yang sibuk berkerja di mejanya. Revana memang selalu seperti itu, hanya menyibukkan dirinya dengan masalah pekerjaan, bahkan jarang sekali Revana mengajaknya pergi keluar rumah.

"Mih, Geby bosen!" Keluh Geby dengan manja.

"Ya kamu jalan-jalan aja sana!" Ucap Revana yang masih sibuk memandangi laptop nya.

"Tapi ga ada temen, Mamih temenin Geby ya!" Pinta Geby merajuk.

"Mamih sibuk sayang, bukanya tadi ada Tita ya?"

"Tita udah pulang, tadi ditelpon sama Bundanya," ujar Geby.

"Yaudah kamu ajak Dimas aja, biar dia nemenin kamu!" saran Revana pada putrinya. Tapi Geby, gadis itu malah diam, kenapa juga harus Dimas yang Revana sarankan.

"Kamu ditemenin Dimas aja ya, biar Mamih yang bilang," ucap Revana lagi.

"Terserah Mamih ajalah!" Geby hanya pasrah, sebenarnya iya tak mau jika Dimas yang menemani nya. Pasti pria itu akan menyebalkan, apalagi menemani kegabutan Geby.

Kini, Geby tengah rapih menunggu kedatangan Dimas diluar rumah. Revana sudah memberi tahunya jika 10 menit lagi pemuda itu akan datang.
Dan tak lama deru motornya pun terdengar, membuat Geby keluar dari perkarangan rumah.

"Kenapa ga Lo aja yang bilang langsung ke gue, kalo minta ditemenin. Kenapa Mamih Lo yang bilang ke Mamah gue?" Ucap Dimas yang masih mengenakan helm nya. Sehingga hanya memperlihatkan mata elang dan hidung mancungnya.

"Gengsi minta langsung ke gue?" Ucap pria itu lagi berhasil membuat Geby mulai naik darah.

"Gue ga punya nomer Lo, lagi juga Mamih yang maksa. Yaudahlah kalo Lo ga mau nemenin gue, gue bisa jalan sendiri." ucap Geby kesal, gadis itu memilih untuk menyusuri jalanan hendak mencari taksi.

Rasanya kepala Dimas ingin meledak, kenapa ia dijodohkan dengan Geby, cewek yang emosian dan menyebalkan. Dan kenapa cewek itu selalu sulit untuk dimengerti.

"Yaudah ayo naik!" Ucap Dimas yang kini tengah berada dihadapannya.

"Gak!" Tolak Geby kesal.

"Jangan keras kepala!" Ucap Dimas memberikan helm pada gadis itu. Iya harus menyiapkan kesabaran yang extra untuk menghadapi gadis ini.

Akhirnya gadis itu pun naik keatas motornya, dengan wajah ditekuk. Sementara mereka menyusuri kota tanpa pembicaraan.

"Kita mau kemana?" Suara itu membuat Geby berpikir sejenak.

"Ke kedai diujung jalan aja ya!" Ucap Geby, hingga pemuda itu memberhentikan motornya tepat didepan kedai yang Geby maksud.

Kini mereka tengah berada di kedai coffe kesukaan Geby. Kedai ini sering dijadikan tongkrongan baginya dengan yang lain.

"Lo mau pesan apa?" Tanya Geby pada pemuda itu.

"Coffe late, " ucapnya datar.

Geby pun beranjak dari kursi nya berniat untuk membuatkan permintaan Dimas. Tapi sebuah tangan kekar menahannya.

"Lo mau kemana?" Tanya Dimas bingung akan Geby yang beranjak dari kursinya.

"Mau buat coffe lah!" Ucap Geby santai.

"Bukanya ada barista?" Ucap Dimas yang masih menggenggam tangan nya.

"Lebih enak buatan gue sendiri!" Ujar Geby, Mendengar itu Dimas pun melepaskan genggaman nya.

"Duh' ko gue deg-degan ya pas Dimas pegang tangan gue. Jangan sampe gue suka sama dia," gumam Geby dalam hatinya.

Dimas tidak yakin, jika Geby bisa membuat coffe lebih enak dibandingkan barista yang ada disini. Membuat Dimas hanya melihat pergerakan Geby dari sudut kursinya.

"Dek, ko liatin nak Geby kaya gitu?" Suara barista itu berhasil mengejutkan Dimas.

"Hehe, bapak kenal Geby?" Tanya Dimas pada barista yang sekiranya sudah berkepala tiga itu.

"Saya kenal dengan nak Geby, dia sering kesini dengan teman-teman nya. Adek ini siapanya nak Geby?" Ucap barista itu.

"Saya pacar nya Geby pak!" Ucap Dimas berbohong, tak apakan jika sekali-kali iya berbohong.

"Oh, pacar nya nak Geby." ucap Barista itu.

Dan tak lama, Geby pun memanggil barista itu. Sehingga barista itu pergi dari sana. Terlihat amat jelas jika gadis itu sudah mengenal akrab barista tersebut. Bahkan senyum Geby seolah mengembang saat barista itu menggodanya, senyum yang belum pernah dilihat oleh Dimas sebelumnya.

"Nih!" ucap Geby memberikan secangkir coffe itu.

"Thanks!" Dimas pun menerimanya lalu menghirup aroma coffe itu dan meminumnya.

"Gimana rasanya?" Tanya Geby

"Enak, sejak kapan Lo bisa buat coffe kaya gini?" Tanya Dimas.

"Belum lama si. Setelah Pak Eko ajarin gue buat coffe, gue jadi biasa buat coffe sendiri disini," jelas Geby.

"Pak Eko, barista yang tadi?"

"Iya."

Tanpa sadar, hanya membahas soal coffe saja membuat mereka menjadi akrab. Bahkan terjadi senda gurau disana. Sebenarnya Geby adalah sosok yang mudah bergaul, tapi kadang sifat menyebalkan nya itu sering kali muncul.

"Besok gue jemput!" Ucap Dimas setelah sampai di depan rumah Geby.

"Aa-"

Baru saja Geby ingin menjawab, tapi Dimas sudah memotong ucapannya saja "Ga nerima penolakan!"

Geby hanya mendengus kesal, menatap kepergian pria itu yang semakin jauh.


***

Dimas hanya menatap langit-langit kamarnya, mengingat kejadian hari ini. Sungguh lucu, jika iya mengingat wajah Geby yang chubby.

"Kenapa jadi mikirin Geby si!" ucap Dimas mengacak rambutnya.

Pemuda itu merasa gusar, kenapa dia memikirkan gadis menyebalkan itu. Tak lama, ponsel nya berdering membuat Dimas meraih ponselnya.

From : +628129101xxxx
Ini nomer gue, Ageby

Entah, satu pesan itu langsung mengukir senyum disudut bibirnya. Kenapa iya jadi memikirkan gadis itu lagi. Apa yang telah dibuat Geby padanya, sehingga selalu ada Geby dipikiran nya.

"Please, Lo ga boleh! Lo ga boleh suka sama Geby!" Dimas meruntuki dirinya sendiri.

TBC.

AgebyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang