03

7.7K 261 2
                                    

Wendy berlari tanpa sabar, mencari tempat yang menurutnya paling aman untuk tersenyum, tanpa mau ada orang lain yang tahu, bagaimana hatinya begitu berbunga-bunga saat ini. Sampai saat langkah kakinya membawanya masuk ke kamar kosnya, lalu menutup pintu berbahan kayu itu dengan sangat rapat. Di sana, di punggung pintu, Wendy menyenderkan tubuhnya yang mulai menurun ke bawah, diiringi senyum manisnya yang sedari tadi merekah.

Rasanya aneh, adalah kata yang mungkin bisa menggambarkan perasaan Wendy akan ingatan kejadian yang baru dialaminya beberapa menit yang lalu. Jimin, lelaki yang sangat dicintainya itu mencium bibirnya untuk pertama kalinya. Seolah mengecapkan sebuah tanda kepemilikan di bibirnya yang ranum, membuat Wendy ingin sekali berteriak pada Dunia, bila malam ini, dia sangat bahagia.

Wendy mengigit bibir bawahnya sembari menyentuh dadanya, seolah ingin menikmati detakan jantungnya yang berirama tidak seperti biasanya. Seolah detakan setiap detakan, mampu membuat Wendy menggila dan frustrasi. Masih merasa belum percaya, bila bibirnya dan bibir lelaki yang dicintainya itu sempat menyatu begitu lama. Saling menikmati manisnya air saliva yang tertukar, akibat gerakan bibir Jimin yang begitu lihai melumatnya.

Ia kembali mendirikan tubuhnya, dan meneletakkan tasnya di sebuah meja kecil di samping ranjang, lalu menidurkan sekujur tubuhnya di atas ranjang kecil miliknya. Mengistirahatkan otak sekaligus tubuhnya yang kaku, akibat pekerjaan barunya yang mengharuskannya duduk hampir seharian lamanya di kursi kerjanya.

"Astaga. Rasanya aku hampir gila setiap mengingatnya," gumamnya pelan tanpa mau mengalihkan tangannya yang masih setia menikmati dentuman irama yang berasal dari jantungnya. Sampai saat wendy memejamkan matanya begitu kuat, seolah ingin mengenyahkan kenangan itu, namun yang terjadi justru bayangan Jimin yang mencium bibirnya kembali berkelebat di pikirannya, membuatnya merapatkan bibirnya saking tersiksanya ia akan kejadian yang tidak pernah disangkanya itu. Meski pada akhirnya bibirnya tersenyum, merasa malu sendiri pada kenangan indah itu.

"Besok aku harus mengajukan surat pengunduran diri dari perusahaan milik psikopath gila itu. Dan aku akan mencari pekerjaan lain, tanpa aku harus kembali pulang ke rumah. Jadi aku akan tetap bisa bertemu dengan Mas Jimin," gumam Wendy bersemangat, sembari memejamkan matanya berusaha untuk terlelap. Meski tak cukup waktu sebentar untuk melakukannya, namun perlahan tapi pasti. Mata bermanik hazzel itu sepenuhnya merapat, memberikan alam sadar pada empunya.

***

Di atas motor tua vespa milik Tunangannya, wendy duduk di atasnya, dengan seragam Jimin sebagai pegangan tangan kanannya. Menikmati udara pagi bersama dengan rintikan embun tak kasat mata, seolah tengah menemani ke duanya dalam kediaman. Itu karena hampir dua puluh menit lamanya, Wendy mau pun Jimin terdiam tanpa banyak bercerita seperti biasanya. Seolah keduanya tengah menyembunyikan perasaan masing-masing, akibat kejadian tadi malam. Kejadian yang bahkan Jimin sendiri tidak menduga, bila dirinya begitu berani melakukan hal di batas kepribadiannya.

Entah setan apa yang merasukinya tadi malam, tapi Jimin sangat menyesali tindakannya pada saat itu. Mencium bibir wanita yang seharusnya ia jaga, rasanya Jimin benar-benar merasa telah gagal menjaga Wendy, Tunangannya sendiri. Itu lah mengapa, sepanjang perjalanan mereka menuju ke tempat kerja masing-masing, suasana hanya diselimuti kediaman tanpa kata, terlebih Jimin sendiri.

Sampai saat motor tua itu berhenti di sebuah halaman kantor yang masih sepi, Wendy segera turun dari jok motor Tunangannya. Lalu berdiri di hadapan Jimin dengan ekspresi malu-malu meski sangat terlihat, bila wanita itu tengah menyembunyikan kebahagiaanya saat ini. Sedangkan Jimin sendiri justru terlihat senduh, merasa bersalah akan kejadian tadi malam, yang tidak bisa laki-laki itu lupakan, bagaimana sikap kurang ajarnya pada wanita yang seharusnya ia jaga.

"Wendy" panggilnya lirih

"Iya" Jawabnya

"Semangat" Ucap jimin berlalu pergi


*****


Wendy berjalan ke arah meja kerjanya, diiringi senandung lagu kesukaanya dari bibir ranumnya. Matanya berbinar ceria, dengan sesekali tersenyum ramah ke setiap orang yang dilewatinya. Seolah sangat menggambarkan, bagaimana bahagianya wanita cantik itu hari ini.

Ya, Wendy memang sedang merasa bahagia sekarang, setelah Jimin. Tunangannya itu mengatakan bila mereka akan segera menikah setelah Wendy berhasil memundurkan diri dari perusahaan, yang menurut Wendy adalah perusahaan gila, di mana seorang Psikopath yang memilikinya. Entah masalah apa yang akan Wendy hadapi nanti, bila dia tidak cepat-cepat keluar dari tempat terkutuk itu. Tentu saja, akan banyak masalah besar yang akan menghambat kebahagiaanya nanti, dan Wendy tidak mungkin membiarkan secuil kerikil mengganggu hal itu.

Dan ini lah cara yang Wendy tempuh, mengundurkan diri dari perusahaan yang baru sehari menjadi tempatnya bekerja. Terlebih lagi ucapan Jimin, yang akan segera menikahinya setelah ia keluar dari pekerjaanya lah, yang membuat Wendy kian bersemangat melakukan pengunduran dirinya saat ini. Rasanya sangat menyenangkan untuk Wendy rasakan, kala otaknya membayangkan bagaimana perlakuan manis Jimin tadi malam, dan yang lebih membuat Wendy serasa menggila adalah kejadian tadi pagi. Di mana Jimin mengutarakan perasaanya, bila lelaki itu ternyata juga merasa tidak sabar dengan persatuan mereka di sebuah ikatan pernikahan. Dan lucunya, lelaki polos itu justru berkata bila dia merasa sudah tidak tahan untuk tidak menyentuh Wendy. Yang memang Wendy sendiri mengakui, bila Tunangannya itu memang begitu menjaganya dari dosa apa pun, terlebih yang melibatkan dirinya. Itu semua Jimin lakukan, karena keyakinan lelaki itu begitu kuat akan kehormatan wanita yang harus teguh dijaga.

Tapi tak pernah sekali pun, wendy berpikir, bila Jimin memanglah lelaki normal, yang juga tidak biasa menahan hasrat ingin menyentuhnya terlebih bila mereka sering bersama seperti sekarang. Tidak seperti yang sudah-sudah, di mana Wendy dan Jimin selalu terpisah oleh jarak, yang mengharuskan mereka menjalani hubungan tanpa pertemuan.

Wajah Wendy yang merona bahagia itu, nyatanya mampu Irene baca, setelah tubuh Wendy sudah berada di kursi kerjanya sembari menompang dagu di atas meja. Membuat teman kerja yang baru ditemuinya kemarin itu, menyerngit, merasa heran dengan ekspresi Wendy yang sangat berbeda dari kemarin. Di mana wanita itu begitu ketakutan sekaligus gelisah, akan kabar yang baru didengarnya tentang pemilik perusahaan tempatnya bekerja saat ini.

"Kamu kenapa, wen? Sepertinya kamu sedang bahagia saat ini?" Irene bertanya dengan nada penasaran, sembari menghadapkan kursinya ke arah kursi Wendy berada. Sedangkan ia sendiri seketika menoleh, menatap Irene dengan sorot mata bertanya meski bibirnya justru tersenyum tipis sekarang.

"Aku memang sedang bahagia, Mbak Irene. Karena aku akan segera keluar dari perusahaan ini, dan pasti rasanya akan sangat menyenangkan bila aku sudah terbebas dari tempat ini." Wendy menjawab bersemangat, membuat mata Irene memicing ke arahnya dengan sorot mata keheranan.

"Apa ... kamu sudah mengajukan surat pengunduranmu, Wen?" tebak Irene tepat sasaran, yang seketika diangguki antusias oleh Wendy

"Lalu, apa kata Pak Yoongi? Apa dia mengijinkanmu untuk mengundurkan diri, dalam waktu secepat ini?" kata irene

"Belum ada tanggapan dari Pak Yoongi, karena saat aku memberikan surat pengunduranku, Pak Yoongi sedang tidak ada di ruangannya. Mungkin, Pak Yoongi belum berangkat kerja saat ini." Wendy menjawab senduh, meski bibirnya kembali tersenyum kala membayangkan apa yang diucapkan Jimin tadi pagi. Rasanya, ucapan Tunangannya itu seperti mantra yang selalu berhasil memberinya semangat.

"Benarkah? Tapi, hari ini aku sudah melihatnya masuk kantor pagi-pagi sekali, tidak mungkin bila Pak Yoongi belum berangkat. Apalagi ini sudah siang hari. Sebejat-bejatnya kelakuan Pak Yoongi, dia selalu profesional dalam menjalankan perusahaanya. Dia tidak bisa menolerir siapa pun ya" Kata Irene membuat wendy jadi menciut

Wendy masih terdiam memahami omongan irene padanya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

Really Bad Boy [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang