08

5.2K 187 0
                                    

Warning 18+

.
.
.
.
.
.
.

Wendy meregangkan otot-otot pada tubuhnya lalu melakukan hal sama pada kepalanya yang dibelokan ke kanan dan ke kiri beberapa kali. Akhirnya, setelah cukup lama berkutat dengan komputernya, Wendy bisa menyelesaikan semua pekerjaannya meskipun saat ini sudah hampir jam delapan malam.

Wendy mulai berdiri dari kursi kerjanya, sembari membereskan semua map-mapnya dan menumpuknya menjadi satu. Dalam lelahnya, Wendy menghembuskan napas beratnya sembari menatap tumpukan map itu dengan sorot mata kelegaan.

"Akhirnya bisa pulang juga," sukur Wendy sembari mengambil tumpukan map-map itu lalu membawanya.

"Lebih baik sekarang saja, aku menaruhnya ke ruangannya Pak Yoongi. Dari pada harus menunggu besok dan aku justru bertemu dengan bos psikopat itu? Kan lebih baik sekarang." Wendy bergumam lirih diselingi gidikan ngeri, bila mengingat bagaimana kelakuan gila bosnya itu.

Dalam keheningan ruang kantor, Wendy berjalan menelusuri jalan sepi tanpa ada rasa takut sedikit pun di hatinya. Langkahnya tetap nyaman berjalan, meski rasanya ia cukup kesusahan membawa tumpukan map, sedangkan tas Selempangnya terus saja melorot, meski beberapa kali Wendy benahi.

"Oh, iya. Aku belum menghubungi Mas Jimin untuk menjemputku," gumam Wendy gelisah setelah sadar dari ingatannya, bila dia harus menghubungi Tunangannya itu seperti pada janjinya tadi sore.

Karena memang Jimin tadi sempat meneleponnya, karena Wendy tak kunjung keluar dari kantor. Membuat wanita itu sempat kaget mengetahuinya, karena ia lupa mengatakan pada Tunangannya bila hari ini ia lembur karena pekerjaannya begitu menumpuk. Untungnya, Jimin adalah sosok lelaki yang pengertian, bahkan lelaki itu tidak marah setelah dibuat Wendy menunggu begitu lama.

"Baiklah. Kalau begitu, aku pulang dulu ya? Karena aku ingin mandi dan membersihkan diri. Nanti, bila kamu sudah selesai kerjanya, kamu telepon saja aku. Pasti aku akan langsung menjemputmu."

Setidaknya seperti itu lah jawaban Jimin sore tadi, saat berbicara dengan Wendy. Begitu tenang dan bijaksana, meskipun telah dikecewakan, tak membuat lelaki itu menggebu-gebu menjawabnya. Bahkan lelaki itu masih memiliki itikad baik untuk menjemput Wendy, meski harus pulang lebih dulu karena harus membersihkan diri. Karena sikapnya itu lah, yang membuat Wendy merasa sangat beruntung bisa memiliki lelaki seperti Jimin. Dan itu terlihat, dari bagaimana Wendy tersenyum malu seperti saat ini, mengingat kenangan-kenangan manis mereka, terlebih kenangan mereka kemarin, yang hampir seharian berjalan-jalan menelusuri kota dan diakhiri dengan makan malam di warung yang berada di alun-alun kota seperti biasanya.

"Tapi ... nanti saja deh. Setelah aku menaruh file-file ini ke ruangan Pak Yoongi." Wendy kembali berjalan ke arah ruangan bosnya, yang kali ini ekspresinya terlihat lebih semangat dari sebelumnya.

Di kegelapan ruangannya, Yoongi baru tersadar dari tidurnya sembari menyentuh keningnya yang terasa berdenyut kian sakit, kala tubuhnya ia bangunkan setengahnya. Membuat Yoongi mengerang lirih, merasakan kepalanya yang begitu berat seolah ada batu di atasnya.

"Argh ...." erang Yoongi kesakitan, dengan sesekali memijit keningnya, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya. Efek minuman keras yang dikonsumsinya benar-benar membuat Yoongi hilang kendali atas tubuhnya yang serasa melayang, dengan pandangannya yang seolah tengah bergoyang tak tentu arah.

Sampai saat telinganya mendengar suara pintu terbuka, membuat Yoongi memicingkan matanya untuk menatap siapa orang yang sedang berada di ruangannya. Meski usahanya berakhir nihil, karena pandangan matanya masih serasa bergoyang tanpa bisa menfokuskan ke satu arah.

Namun dengan perlahan, Yoongi berusaha menghampiri sesosok itu untuk berniat meminta tolong padanya, agar mau mengantarkannya pulang, karena rasanya Yoongi sudah tidak kuat bila harus pulang sendiri.

Really Bad Boy [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang