37

15 5 1
                                    

Ingin rasanya menangis seperti anak kecil, ingin pula rasanya menghancurkan barang disekitar dan berteriak untuk melepaskan beban berat di dada. Namun, semuanya tidak akan pernah kembali seperti semula. Ayah Darma akan tetap diselimuti kain putih dan di makamkan siang ini.

Seusai pemakaman selesai, Darma hanyalah bisa melantunkan do'a untuk Ayah tercintanya. Ia lihat Ibunya masih berlinang air mata, seolah masih tak percaya orang yang ia cinta selama ini menjadi pendamping hidupnya sudah tiada.

Semua keluarga sudah pergi meninggalkan dirinya sendiri yang sedang memegang nisan Ayahnya. Ibunyapun sudah pergi meninggalkan dirinya, tak sanggup lagi berada di tempat tersebut. Seolah tidak ingin meninggalkan Ayahnya, Darma terus saja memeluk nisan Ayahnya sambil menangis. Tiba - tiba hujan turun membasahi tubuh Darma dan tanah makam Ayahnya. Darma yakin alampun sama sedihnya dengan dirinya.

Selesai menangis di pemakaman Darmapun pulang ke rumah. Ia langsung disambut dengan handuk yang diselimutkan Ibunya di pundaknya. Tanpa ingin tau penyebab Ayahnya meninggal dan tidak ingin bicara apapun dengan Ibunya. Darma langsung saja berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Sudah seminggu Darma tidak ada kabar, entah apa yang sedang ia lakukan sekarang. Meski masih ada dendam dalam hati, namun rasa rindu mulai melanda dan meredam rasa dendam di hati gue.

Gue merasa Darma selalu ada dimana kaki gue terus melangkah. Di pagi hari gue berjalan memasuki gerbang sekolah, gue melihat spanduk besar di depan ruang osis menampakkan jelas rupa sang Darma. Setiap kali gue berjalan melewati jalan yang sama, gue merasa sangatlah rindu dibuatnya hanya karena selalu memandang spanduk tersebut setiap pagi bak sudah menjadi kebiasaan saat tidak ada dirinya.

Di dalam kelas, guru pengajar sudah berdiri menjelaskan. Sedangkan gue bukan memperhatikan guru di depan, malahan gue hanya memperhatikan lorong sekolah di seberang sana. Berharap ia berjalan dengan teman - temannya menuju perpustakaan sekolah seperti biasanya.

Rindu gue sangatlah rindu, fakta yang sangat menyakitkan. Seberapapun dendam dihati ini akan gue redam demi rasa rindu itu.

Bel istirahatpun berbunyi, semua teman sekelas gue pun langsung keluar dari kelas terutama gue. Gue pun mengambil sepatu gue yang tersusun rapi di rak sepatu. Sesudah itu, gue langsung memasang sepatu tersebut di kaki gue. Pandang gue tertuju ke arah kelas Darma, sedangkan pikiran gue sudah melayang kemana - mana.

Andai, dia masih disini gue yakin seperti biasa kala pulang sekolah gue pasti bakalan denger teriakan dia kegirangan. Oh Darma... Nadil rindu,-Batin gue.

Tidak ingin terlalu hanyut dalam angan - angan, gue langsung beranjak pergi meninggalkan lingkungan sekolah. Bosan menunggu nyokap gue menjemput gue, gue pun mengeluarkan handphone dari saku seragam gue dan mulai memainkannya. Penasaran dengan apa yang dia lakukan, gue pun memutuskan untuk melihat status WhatsApp miliknya.

Gue lihat dia kembali tersenyum bahagia bersama keluarganya di Jakarta. Bahkan dia dan keluarganya merayakan hari ulang tahun keponakan Darma. Terlihat sekali antusias mereka dalam merayakan acara tersebut. Gue pun langsung berpikir bahwa Darma adalah laki - laki yang kuat sama seperti pertama kali gue mengenal dirinya.

Duka itu akan hilang seiring berjalanya waktu ketika Darma mulai tersenyum, bahkan tertawa bahagia. Menyaksikan itu semua, gue merasa tidak perlu khawatir lagi dengan keadaan dirinya dan seharusnya memang tidak perlu karena gue yakin semua ini disebabkan oleh DJ Geet yang telah memberi semangat banyak terhadap Darma. Benar kata semua orang, gue tidak sepatutnya hadir di kehidupan Darma karena memang dari awal Darma tidak pernah ingin gue hadir di dalam kehidupannya.

Aku hanya benalu yang berharap dapat hidup denganmu. Tak aku sangka aku hanya dapat menyakitimu, bukan untuk menemanimu dan aku tidak pernah menyangka akan hal itu.

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang