43

47 6 1
                                    

Setiap langkahnya gue ikuti sampai ia menginjak genangan air pun gue ikuti. Risih memang mengetahui kalau gue tengah asik mengikuti dirinya dari belakang. Sesekali ia juga melirikkan matanya ke arah gue, namun tetap saja gue bertingkah seolah - olah tidak perduli. Merasa sudah kesal karena ulahnya iapun berbalik arah menatap gue dari jarak cukup dekat.

" Lo ngapain ngintilin gue?" bentaknya keras.

Gue hanya bisa menyipitkan kedua mata dengan muka yang masam menatapnya.

" Whattttt? Gu–gu gue maksud gue akuuu... Ngintilin kakak Salim gituh? Gak lah ya " elak gue sambil mengibaskan helayan rambut.

" Bilang aja lo ngintilin gue susah amat " cercanya kasar.

Gue hanya dapat bungkam di depan Kak Salim, tak tau mengapa ia tertarik dengan paper bag yang ada di tangan gue. Tanpa seijin gue dengan beraninya ia merampas paper bag yang gue pegang sedari tadi.

" Jaket cowok?" tanyanya terkejut kemudian dengan tiba - tiba tersenyum manis. " Gak usah repot - repot Nadil bawa hadiah buat gue hari ini gue gak ultah kok "

Gye hanyalah bisa menyeringai melihat sikap Kak Salim.

" Kak itu jaket bukan buat lo, lagi pula lo emang gak ultah hari ini tapi itu jaket buat sahabat lo soalnya hari ini dia ultah " jelas gue singkat membuatnya salah tingkah.

Kesal karena salah duga iapun mengembalikan paper bag itu. Raut wajah Kak Salim yang sangatlah sebal dengan ulahnya sendiri membuat gue tidak tahan menahan tawa.

" Udah ketawanya? Gue tau hari ini si Darma ultah, ish jangan - jangan lo mau nitip hadiah itu ke dia yah ngaku loh!" pekik Kak Salim lantang.

" Hehe iya, gue titip yah. Tapi kakak jangan mikir macem - macem gue cuman ngasih hadiah itu buat kenang - kenangan kalau gue pernah hidup bahkan hadir di dunia Darma. Kalo kakak mau ngasih titipan gue ini ke dia bilang aja dari Nadil gituh, terus kalo dia nanya kenapa gue ngasih dia hadiah karena hari ini hari ultahnya itu doang. Jangan beri alasan kalau gue belum bisa move on dari dia ok. Kak Salim juga jangan mikir kalau gua masih suka sama dia " jelas gue panjang lebar agar ia menuruti semua kata - kata gue.

Beberapa detik tidak ada jawaban dari mulutnya, ia hanyalah menatap gue bergantian dengan paper bag yang gue pegang.

" Kalau gue gak mau gimana?" tanya Kak Salim sembari melipat tangannya.

Gue mengikuti gerak tubuhnya dengan senyum yang mengejutkan baginya.

" Yah terpaksa aku harus maksa kakak " jawab gue santai.

Dengan santainya iapun terpaksa harus membawa paper bag titipan gue tadi dan mengantarnya kepada orang yang ditujukan. Semua pasang mata di kelasnya menatap dirinya aneh saat membawa paper bag tidak terkecuali dengan Darma. Seolah tidak perduli Kak Salimpun mengulurkan paper bag itu di hadapan Darma.

" Ini apa?" tanya Darma heran saat mengambil paper bag itu dari tangan Kak Salim.

" Buka ajah "

Darmapun membuka paper bag yang berisi hadiah berupa jaket kulit berwarna merah seperti yang dipakai oleh boyband asal korea. Merasa bahagia mendapatkan hadiah dari sahabatnya, Darmapun mengukir senyuman manis di bibirnya untuk Kak Salim.

" Kenapa lo nyengir - nyengir kayak gituh?" tanya Kak Salim heran.

" Gak apa - apa, lo baik banget sih, Lim. Sampe - sampe bawa hadiah pas gue ultah. Padahal lo b aja kalo gue ultah, paling - paling lo cuman ngasih ucapan selamat ulang tahun ke gue " sahutnya tak percaya.

Kak Salim hanya bisa membulatkan matanya tak percaya mendapatkan respon tidak terduga oleh sahabatnya.

" Omongan lo belepotan, tu hadiah bukan dari gua tapi dari Nadil tau gak " pekik Kak Salim kesal.

" Whatttt " ucapnya terkejut sambil lekas menaruh paper bag itu di atas meja.

Senyuman jahat dari Kak Salim membuat Darma semakin bingung untuk menerima atau mengembalikan hadiah yang ternyata dari seseorang yang sama sekali tidak ia harapkan.

🌹🌹🌹

Senyuman gue merekah seakan pertama kali gue merasakan hidup gue kembali. Terkadang suara tawa terdengar menggelegar di pendengaran. Gue yang tidak tahan dengan lelucon Tawar harus mahir menahan sakit perut karena lelucon yang sangatlah menggelitik. Namun, tawa gue berakhir dengan lisan yang langsung bungkam ketika bunyi langkah kakinya datang menghampiri gue. Teman - teman gue yang ada disana menjauh dari tempat gue berada, mungkin mereka membuat agar obrolan kita semakin lebih nyaman.

" Kalau lo ngasih gue barang berupa hadiah tapi lo juga berharap imbalan dari gue, maaf gue gak bisa ngasih imbalan itu " lirih Darma sembari menatap gue tak suka.
Gue merasakan sayatan pisau dari dalam dirinya kembali menyayat hati gue dengan segenap luka yang ia berikan. Air mata seolah ingin menetes tapi rasa takut sudah bercampur dengan rasa malu, sehingga gue harus menahan sesak di dada. Dentuman besar yang dulu melanda jantung gue terasa berhenti sejenak mendengar ucapannya, darah yang mengalir di seluruh tubuh gue seakan membeku membuat lidah gue kelu untuk membalas ucapan Darma yang menjengkelkan hati itu. Mungkin, saat ini gue juga lupa bernafas hingga terlihat jelas gue berdiri di lorong sekolah seperti mayat hidup dengan kulit putih pucat. Tidak ingin terlihat lemah di depannya gue pun mengalihkan pandangan untuk menghirup udar sejenak sebelum membuka suara.

Setelah puas menghirup udara sejenak gue pun kembali menatapnya tajam, " Lo pikir gue ngasih hadiah buat lo itu gak ikhlas? Lo pikir setelah gue ngasih hadiah lo ultah supaya lo simpati terus macarin gue gitu, Kak? Pikiran lo ternyata primitif yah, Kak. Gak kalah tuh sama manusia purba? Pendek amat pikiran lo lebih pendek dari bayi. "

Setelah mengomel dengan nada tinggi gue hanya bisa sesekali mengeluarkan nafas penuh beban saat berhadapan dengan dirinya.

" Huuuuuh, lo pikir gue masih berharap lo mau nerima gue apa adanya terus pacaran sama gue? Big no, itu jawaban yang pasti buat lo. Gue tau kok lo udah punya pacar yang cantik bak bekas luka bidadari terus kenapa gue harus ngarepin orang gak guna kayak lo, Sorry yah kak, " omel gue dengan nada merendahkan.

Mendengar omelan gue sepertinya lisannya terbungkam oleh kata - kata yang gue keluarkan. Melihatnya hanya menatap gue sambil berpikir jawaban apa yang akan ia berikan membuat gue tambah emosi melihatnya. Hanya untuk meredam emosi tersebut, gue memutuskan untuk pergi meninggalkan dirinya pergi. Seakan - akan langkah kaki menuntun gue pergi jauh berlari agar tidak nampak gue sedang tersakiti olehnya, inilah hal yang terbaik yang pernah gue lakukan untuk mengeluarkan semua beban yang ada di dalam hati gue saat berkesempatan berbicara langsung dengan Darma.

" Gila gue aja belum sempat mengucapkan terimakasih dia udah cabut gitu aja, dasar junior alay, " gumamnya sambil kembali berjalan menuju kelasnya.

Sembari duduk ditempat duduknya di kelas ia dengan tenangnya melihat paper bag gue dengan tatapan kosong. Tidak ingin terlalu larut dengan rasa bersalah, iapun mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membuka aplikasi chat di handphone miliknya. Terlihat disana juga ada notifikasi chat masuk dari gue pada pukul dini hari yang belum sempat ia baca.

Nadiella_ : Happy birthday Kakak Nadil, tua aja udah. Semoga panjang umur, sehat selalu, jangan lupa selalu berkarya dan pastinya selalu jadi kakak kelas panutan bagi Nadil. Makasih juga udah bersedia menjadi kakak Nadil selama ini yang bisa nasehatin Nadil dan selalu support Nadil apapun yang akan Nadil lakukan. So, tetaplah jadi orang yang bermanfaat bagi orang lain kakak.

Membaca chat dari gue membuat ia tambah merasa bersalah. Apalagi saat mendapatkan chat kembali dari gue. Berharap gue memaafkan dirinya dan memulai topik pembicaraan baru membuatnya salah menilai gue dan sehingga mendapatkan chat yang mengejutkan baginya.

Nadiella_ : Sorry, gua salah menilai lo. Gue gak perduli lagi sama hadiah yang gue berikan ke lo. Asal lo tau hadiah itu gue berikan cuman semata - mata nepatin janji gue untuk ngasih lo hadiah pas lo ultah entah mau lo lupa apa gak. Satu lagi, kalo lo gak nyaman sama hadiah gue tolong jangan dikembalikan lo bisa buang tu hadiah apa gak lo kasihin tuh sama temen lo, gua gak perduli lagi.

Dengan mata yang terbelalak saat membaca chat yang gue kirimkan, iapun langsung meremas handphone miliknya dan memasukkannya ke dalam tas. Andai ia tau kalau kekesalan yang ada di dalam hatinya tidak akan melebihi kekesalan yang ada di hati gue terhadapnya. Benar saja sebulan yang lalu adalah hari ulang tahun gue, sedangkan dia setidaknya mengucapkan selamat ulang tahun tidak, apalagi memberikan gue hadiah. Mendapatkan balasan seperti itu, gue merasa mantap untuk berhenti berharap kepada orang serendah dirinya.

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang