31

20 7 1
                                    

Pagi ini gue dikejutkan dengan teriakan keras dari luar kelas. Suaranya bercampur dengan isak tangis, tak tau itu siapa. Dengan langkah ragu, gue masuk ke dalam kelas untuk melihat siapa yang tengah menangis sambil berteriak - teriak tak jelas. Soal percintaan bak Juliet yang tidak ingin berpisah dari Romeo itulah adegan yang pas untuk menggambarkan sosok Putri hari ini. Kabar yang gue dapat bahwa Putri tidak terima kalau ia diputusi oleh Kak Lutfi temannya si Darma.

" Nad, lo bisa cari si Lutfi buat dia dengerin penjelasan Putri?" pinta Sony sang ketua kelas memohon.

" So, lo lihat sendiri kan diluar hujan " jawab gue sedikit kesal akibat disuruh - suruh.

Di luar memang sedang hujan, faktanya gue mudah sekali terserang flu akibat keluar saat hujan meski gue sangatlah menyukai hujan.

" Please, Nad. Lo mau kelas kita malu sama kelas sebelah cuman gara - gara si Putri nangisin si Lutfi?" kekang Sony.

Gue hanya bisa mengangguk pelan, gue lihat Rusda tidak melakukan apa - apa meskipun gue tau Lutfi adalah kerabat Rusda.

" Rus, Lutfikan keluarga lo bisa lo bantu gue ngomong ke Lutfi nanti soal ini?" ajak gue yang berada di depan meja Rusda.

" Ok "

Gue dan Rusdapun berdiri di depan kelas melihat hujan yang sangatlah deras.

" Kamu yakin mau cari Kak Lutfi hujan - hujan begini, Nad?"

" Gak "

Gue langsung mengambil handphone di saku kemeja putih gue, tanpa malu gue langsung menelpon Kak Lutfi. Dering nada sambung berakhir dengan suara Lutfi yang menanyakan alasan gue menelpon dirinya.

'A... Aku mau kakak dateng ke kelas aku temuin Putri yang lagi nangis - nagis gak jelas karena kakak'

Tidak tau kenapa, gue yang berbicara melalui telepon langsung saja gemetar dan gugup tak jelas. Rusdapun langsung mengambil handphone dari tangan gue untuk mengambil alih pembicaraan.

'Rusda gak mau tau, cepetan kakak kesini!'

'Ok... Gue kesana segera'

Rusdapun langsung memberikan handphone di tangannya ke gue. Gue sadar gue tidak pantas untuk menelpon kakak kelas seperti itu, tapi ini keadaan darurat. Gue tidak ingin teman gue sakit hanya karena geng personil buaya macam Kak Lutfi. Cukup gue yang sakit hati akibat si Darma personil dari geng buaya tersebut.

Hanya menunggu waktu beberapa menit, Kak Lutfipun datang bersama temannya Kak Bagus.

" Kenapa sih?" tanya Kak Lutfi langsung duduk di bangku kosong.

Putri langsung saja duduk bersimpuh sambil memegang tangan Kak Lutfi meminta agar ia tidak memutuskan hubungan dengan dirinya.

" Ia, aku tau... Tadi aku cuman bercanda " jawab Kak Lutfi dengan santai nya.

" Beneran?" tanya Putri meyakinkan.

" Iya... Coba kamu duduk disini " pinta Kak Lutfi untuk Putri duduk di sebelahnya.

Tanpa ada aba - aba lagi Putri langsung duduk di sebelahnya Kak Lutfi.

Melihat adegan mereka saling meyakinkan bak drama korea membuat gue semakin yakin seberapa pecundangnya gue tidak bisa mendapatkan hati seorang Darma. Gue akui gue kalah dengan Putri, sebegitu berharganya dia bisa mendapatkan hati Kak Lutfi personil geng buaya. Sedangkan gue, gue pun tidak tau apa hubungan gue dengan Darma. Di sisi lain, gue membayangkan gue ada di posisi Putri mungkin saja gue akan melakukan hal yang lebih konyol dari pada dirinya untuk Darma tidak memutuskan hubungannya dengan gue. Namun, kalau dipikirkan gue bukan tipe cewek seperti itu. Sehingga gue berpikir lagi, mungkin gue sangatlah rela apabila Darma memutuskan hubungan dengan gue. Sedangkan gue, gue tidak akan bakalan menyebut kata terlarang itu. Sebab gue sangatlah mencintai Darma sepenuh hati gue. Tetapi, berbalik lagi di kenyataan gue bukan siapa - siapa Darma. Gue tidak memiliki hak atas dirinya.

Hak apa yang ku punya?
Tuk orang sepertimu...
Bak mentari yang menyinari,
Tak dapat ku lihat langsung apalagi ku miliki...
Kamu dimiliki semua orang,
Tak pantas tuk ku pribadi...
Serangga pengganggu itulah aku...
Kamu kebutuhan ku tidak sebaliknya...
Bila pergi adalah pilihan,
Ku pinta rindu darimu...
Bila sakit adalah nasib,
Ku titip cinta kasih untukmu...

Lucu sendiri akan puisi yang gue buat, tanpa judul maupun kata - kata yang jelas. Jujur, gue bukan pencipta puisi yang hebat. Setidaknya, gue bisa mengalihkan perhatian gue dari Kak Lutfi dan Putri.

Sorak - sorak dari teman - teman sekelas untuk mengganggu mereka berdua membuat gue asik sendiri ikut - ikutan menyoraki mereka. Payahnya lagi, ada yang mengabadikan moment gila seperti itu. Kasiannya kepada Putri yang malu akibat menjadi tontonan serta bullyan massal di kelas. Sedangkan, Kak Lutfi hanya bersikap biasa saja. Kak Bagus yang lelah menunggu meminta Kak Lutfi lekas pergi karena ada urusan lain yang harus mereka urus di ruang OSIS.

" Yuk, Lut. Kapan urusan lo selesai sih?" kekang Kak Bagus tak sabar.

" Bentar " pintanya, " Ok jangan nangis - nangis lagi " sambil beranjak meninggalkan Putri.

Kak Lutfipun lekas pergi bersama Kak Bagus. Sedangkan Putri langsung tersenyum bahagia, sebab tidak jadi putus dengan Kak Lutfi. Jujur, gue turut bahagia atas kebahagiaan Putri. Gue juga berharap semoga hubungan mereka langgeng sampai maut memisahkan.

🌹🌹🌹

Seperti kasus akhir pekan, Kak Lutfi dan Putri kembali bermasalah. Namun, berbeda kasus seperti kasus akhir pekan. Sekarang Putri yang mulai bertingkah akan masalahnya dengan Kak Lutfi. Sedangkan Kak Lutfi yang mulai memohon - mohon untuk Putri memaafkan dirinya. Masalahnya hanyalah Kak Lutfi memposting foto mantannya di SW. Kebayangkan, bagaimana reaksi Putri saat melihatnya. Cewek mana yang tidak marah apabila melihat cowoknya memposting foto mantan ataupun cewek lain. Gue pribadi pun, sering kali merasa cemburu apabila Darma memposting foto dirinya dengan cewek lain walaupun itu dengan teman sekelasnya sekalipun. Tetapi, makin kedepan gue semakin terbiasa akan hal itu. Gue merasa itu adalah hal biasa setiap harinya untuk gue melihat dirinya dengan cewek lain. Serasa hal itu adalah sarapan gue setiap harinya.

" Gue gak perduli lagi mau putus ataupun gak, pokoknya gue gak perduli lagi sama Lutfi " ucap Putri dengan nada yang keras.

Tidak tau siang itu Putri mengomel sendiri kepada teman - teman lainnya begitupun dengan gue. Kami bisa memakluminya, sebab kami bisa merasakan apa yang Putri rasakan kala itu.

Drrrrrt... Drrrrrrt... Drrrrrrrrt

Dering handphone gue keras, menandakan banyak chat masuk memenuhi notifikasi handphone gue. Gue pun langsung membuka notifikasi chat tersebut, salah satunya chat dari Kak Lutfi.

Kk Lutfi : Nadil?

Tumben Kak Lutfi nge-chat gue duluan, itulah pikiran pertama yang terlintas di otak gue.

Nadiella_ : Kenapa Kak?

Tidak menunggu waktu lama, chat gue langsung dibalas Kak Lutfi.

Kk Lutfi : Putri kenapa? Kenapa dia blok WA gue?
Kk Lutfi : Please, minta sama Putri buka bloknya sekarang
Kk Lutfi : Gue bisa jelasin

Tidak tau kenapa, gue langsung nyeramahin dia untuk tidak lagi melakukan hal yang sama kepada Putri. Walaupun gue sudah maksa Putri buka blok kontak Kak Lutfi sampai mulut gue berbuih, tetap saja keputusan ada di tangan Putri untuk bisa memaafkan dirinya atau tidak.

Kembali ke masalah gue, gue tidak ingin terlalu jauh larut dalam urusan maupun hubungan orang. Hubungan gue saja belum benar dengan Darma apalagi memperbaiki hubungan Kak Lutfi dan Putri. Salah sungguh salah, Kak Lutfi meminta bantuan ke gue yang nyatanya gue tidak bisa membantu sama sekali.

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang