38

20 5 1
                                    

Tak tau kenapa sekarang gue sangatlah membenci hari Senin dikarenakan di hari Senin semua siswa dan siswi harus lebih pagi berangkat ke sekolah untuk melaksanakan upacara bendera. Dengan langkah lebar setengah berlari sambil memakaikan topi di kepala gue menuju ke barisan kelas gue di lapangan upacara.

" Nad, lo maju dong lo kan jarang baris di depan!" pinta Icha yang sudah berbaris rapi dengan Aul.

" So, yang lain masih otw kesini gue baris sama siapa disana?" tanya gue ketus.

Seketika Rusda tiba di barisan, Aul dengan cepat menariknya baris di barisan depan.

" So, gak ada masalah lagi kan?" tanyanya sambil tersenyum licik.

Gue hanyalah bisa memutar bola mata gue sambil berjalan penuh beban. Tidak tahu mengapa gue kapok baris di barisan depan. Mungkin, karena insiden gue nangis kerena pembullyan beruntun yang dilakukan lima serangkai dipimpin oleh Jo dulu ketika gue baris di depan dengan pelan gue mundur hingga barisan belakang untuk menutupi ekspresi wajah gue yang sangatlah memalukan saat itu.

Untung saja di semester kedua ini Jo pindah sekolah entah kemana, sehingga genk lima serangkai bubar tidak tau apa sebabnya. Namun, selama ini gue merasa tiga personil lima serangkai sudah menjadi teman dekat buat gue dari Icha, Ami maupun Irma mereka sekarang sangatlah akrab dengan gue berbeda dengan Aul yang masih menganggap gue seperti musuhnya. Gue ingat Aul membully gue di depan guru - guru pengajar mengatakan kalau gue suka ngantuk di kelas, pakai bedak ketebelan hingga ia mengatakan kalau gue pelit ilmu dengan teman sekelas. Padahal semua itu berbanding terbalik dengan kenyataan. Nyatanya dia yang suka tertidur di kelas saat jam pelajaran kosong, ia juga suka memakai bedak dan lipstik setiap hari apalagi saat pacarnya akan datang ke kelas untuk apelin dia dan tanpa malu terkadang ia meminta gue untuk mengajarinya salah satu mata pelajaran yang sama sekali tidak ia kuasai. Namun, dimanakah ia mendapatkan pernyataan kalau gue adalah seseorang yang pelit ilmu.

Kesal sangatlah kesal, tetapi gue harus mampu mengendalikan perasaan itu sekarang. Gue hanyalah bisa berdiri dengan keadaan siap disebelah Rusda. Setelah upacara dimulai, gue merasa ada angin menerpa pipi kanan gue sehingga membuat rambut gue menghalangi pandangan gue. Ingin gue singkirkan, tetapi gue takut dianggap tidak mengikuti upacara dengan tertib.

Deg... Deg... Deg...

Jantung gue kembali merasakan kehadiran big bang. Dentuman besar kala dulu gue rasakan saat bertemu dengan Darma. Ya, gue merasakan kehadiran Darma sangatlah dekat dengan keberadaan gue sekarang. Gue langsung mencari - cari kehadirannya di setiap barisan. Gue pun menatap barisan kelasnya, yaitu kelas XI Alam 2 gue lihat di barisan ketiga Darma berdiri tegap fokus menatap kedepan.

Perasaan memang sulit untuk dibohongi. Entahlah, jiwa di dalam dadapun tidak dapat menafsirkan apakah rasa rindu telah terbayarkan hanya dalam satu kali pandangan.

Rusda yang menyadari kalau gue sedang menatap Darma cukup lamapun berdeham, seketika gue langsung membenarkan posisi siap gue untuk hormat kepada sang merah putih saat bendera akan segera dikibarkan.

Setelah bendera selesai dikibarkan, gue kembali menatap Darma kembali. Gue lihat wajahnya sangatlah berbeda dengan yang biasa gue lihat. Terlihat sekarang ia memiliki kumis tipis, gaya rambut yang tidak masuk kriteria model rambut disekolah sudah terpampang jelas di kepalanya, berat badan Darma seperti turun drastis tubuhnya sudah sangatlah kurus seperti sudah satu bulan ia mogok makan serta kulit yang menghitam tidak tau apakah ia frustasi kemudian berjemur di pantai sehingga kulitnya sehitam itu sekarang. Mungkin, banyak yang ia lalui selama satu setengah bulan ini yang tidak gue ketahui. Perasaan kasihan mulai menyelimuti hati gue, tapi gue mulai mencoba tidak memperdulikan lagi semua hak tentangnya. Mengingat bahwa ia juga tidak pernah mengkhawatirkan keadaan gue dan sebaliknya gue berusaha untuk tidak menghawatirkan keadaan dirinya.

" Gak nyangka Kak Darma balik yah, Nad. Aku kira dia beneran pindah " ucap Rusda sambil berjalan bersama gue menuju ruang kelas.

" Hmmm "

Kamipun langsung masuk ke dalam kelas dan menuju tempat duduk masing - masing.

" Nad, lo liatkan si Kak Darma pulang. Gue kira gue salah lihat, bahkan gue kira itu anak baru gantiin posisi Darma ternyata dia tambah ganteng lagi mukanya ada kumis - kumis tipisnya gitu " oceh Putri menyakiti kepala gue dengan sekejap.

" Bisa gak lo gak ngoceh di depan gue. Berisik tau gak " pinta gue dengan kasarnya.

" Lah lo kok sewot gitu lagi PMS yah? Atau ada yang salah sama ucapan gue? Emang bener kok dia tambah ganteng "

" Serah lo deh, Put. Dia emang ganteng dan seharusnya dia gak ada lagi disini untuk menunjukkan kegantengannya itu. Gue muak sama dia, kalau dia mau pergi pergi aja. Kenapa harus kembali coba? Membuat gue gagal move on ajah. Tau gak gue masih cinta sama dia? Gue mau dia tetep disini dan jatuh cinta sama gue " oceh gue sama seperti Putri tadi tanpa memikirkan apa yang gue bicarakan barusan.

Gue pun langsung terdiam menatap Putri bingung dengan mulut yang masih terbuka lebar. Sedangkan Putri hanya dapat menggerakkan kedua matanya bersamaan.

" Lo tau gak, Nad?" tanya Aul tanpa ada sopan santun menyahut perbincangan kami, " Lebaaaay tau gak!"

Lebay katanya, tak tau malu dasar Aul padahal dia lebih lebay dibanding tindakan gue tadi. Dulu dia lari - lari masuk kedalam kelas sambil nangis terus meluk Icha dan mengadu kalau dia ada masalah sama pacarnya dan itu sangatlah lebay menurut gue. Tetapi, gue sama sekali tidak mengatakan hal itu terhadapnya kerena gue masih punya hati sebagai perempuan. Sementara dia memang mungkin dia tidak mempunyai naluri pengertian dengan sesama perempuan. Emansipasi wanita yang ada di dalam diri Aul memanglah tidak ada, sehingga ia tidak memiliki rasa prihatin terhadap sesama sama sekali.

" Haaaaahaaaaaa bodo, emang gue pikirin " jawab gue sambil tertawa garing.

" Hahaa haha.. Gak lucu tau, Nad " ucap Putri tak kalah garingnya.

" Lebay "

" Lo lebih lebay dari pada Putri, Nad. Sadar diri dong " pinta Aul kembali berperilaku tidak sopan dengan mulutnya.

Jika tidak ada lagi titik kesabaran, gue pasti akan menarik itu mulut dari empunya tubuh. Tetapi, yang berhak melakukan itu hanyalah penciptanya yang menciptakan mulut Aul dan berdo'a agar sang pencipta menyadarkan dirinya untuk ia mempergunakan mulutnya dengan hal - hal yang baik.

" Serah lo deh Au, mau menilai gue kayak apa " jawab gue sambil membenarkan posisi duduk agar tidak menatap muka Aul yang gue akui cantik tapi hatinya busuk.

Mood gue sama sekali tidak enak hari ini, entah kenapa kehadiran Darma sangatlah mengusik gue. Sampai - sampai Kak Salim dan Aul menggosipkan hal yang tidak - tidak saat pertemuan anggota debat siang ini.

Serasa gue sangatlah membenci orang yang bernama Aul itu, berharap ia kena azab disetiap tingakah buruknya itu. Sabar, gue yakin Tuhan akan memberi kesabaran ekstra untuk hambanya yang memiliki banyak tantangan.

So, gue lebih suka menyebut semua ini tantangan dari pada cobaan.

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang