40

19 4 1
                                    

Bel istirahat berbunyi pertanda semua siswa dan siswi bebas untuk melakukan hal apa saja yang tidak melanggar aturan sekolah. Seperti biasa gue langsung merapikan alat tulis gue dan memasukkan semuanya kedalam tas. Sebelum itu, gue melihat ke sekeliling gue yang menampilkan berbagai ekspresi teman - teman gue dari yang lesu pertanda lapar, haus, ngantuk dan ada juga yang masih segar akibat ingin bertemu dengan pacar masing - masing. Berbeda dengan gue yang memasang wajah biasa saja, mungkin ditambah sedikit rasa lelah karena pusing menampung banyak pelajaran di otak gue sekarang.
Tidak ingin berlama - lama, gue langsung bergabung dengan teman - teman lainnya menuju kantin untuk mengisi perut.

Terlihat kantin sangatlah ramai dengan manusia bak setengah zombie yang kelaparan butuh banyak asupan. Berbeda dengan gue yang sama sekali hari ini tidak nafsu makan. Gue hanya memesan mie kuah di dalam cup dan air putih. Bukan hanya tidak nafsu, gue juga menekan pengeluaran uang jajan untuk membayar iuran sekolah tiap bulan. Menurut kebanyakan orang keluarga gue adalah orang yang berkecukupan. Namun, tidak memungkinkan untuk gue selalu ketergantungan dengan uang orangtua. Dari hal sekecil itu gue bisa hidup mandiri dan rencananya gue akan membeli laptop baru bulan depan dengan uang jerih payah gue sendiri.

" Nad, gak kerasa yah udah sembilan bulan kita sekolah dan bentar lagi kita naik kelas " ucap Rusda membuka topik antara kami.

Gue hanya menjawab dengan senyuman dan berharap yang lain menyahut ucapan Rusda agar suasana tambah hangat, dibandingkan gue harus angkat suara untuk menghangatkan suasana.

" Berarti kalau dihitung - hitung lama juga yah lo memendam perasaan ke Dzul Darma kalau dibandingkan sama orang bunting yah brojol juga tuh perasaan " sambung Pay membuat gue tersedak mendengarnya.

Saking tersedaknya gue sampai salah minum dan memilih meminum minuman Rusda dan lupa dengan minuman gue sendiri.

" Jaga omongan lo, gue gak suka lagi sama dia "

" Ngaku aja deh, Nad. Sampe gak fokus gituh, buktinya kaget bener lo sampe - sampe salah ambil minum malah minum minuman si Rusda " pinta Ami buka suara.

" Serah kalianlah " jawab gue menutup topik pembahasan yang lagi - lagi membahas tentang Darma.

Gue merasa sangatlah tidak perduli lagi berapa hari, berapa bulan dan mungkin berapa tahun akan memendam perasaan ini dan membiarkan saja hukum alam yang akan membunuh perasaan yang masih ada di hati gue untuk Darma.

🌹🌹🌹

Seberapa keras gue mencoba tetap saja semakin susah untuk gue melupakan Darma. Ucapan - ucapan yang mereka lontarkan tadi masih menggema jelas di pendengaran gue. Mencoba untuk tidak perduli adalah hal yang sering kali gue benci hanya untuk sekedar pergi dari pembahasan tentangnya, tentang orang yang sama sekali tidak pernah perduli apakah gue masih mau mengejarnya atau berpaling memilih jalan gue sendiri untuk tidak lagi mencintai dirinya.
Sebegitu pusingnya gue sampai mematahkan bolpoin yang gue pegang untuk menjawab tugas rumah yang guru pengajar berikan. Akbar yang melihat kejadian itu, tersenyum kagum pergi berjalan masuk ke kamar gue.

" Strong woman kakak aku bisa tunjukkin lagi gimana kakak bisa matahin bolpoin itu?" pinta Akbar yang tahu - tahu berdiri di samping gue.

Gue yang tidak sadar, langsung sadar melihat apa yang gue lakukan tadi. Kesal dengan diri sendiri gue langsung membuang pulpen itu ke bak sampah dan mengusir keberadaan adik gue dari kamar gue.

" Udah - udah main di luar aja jangan ganggu kakak " ucap gue sambil mendorongnya keluar dari kamar.

Melihat Akbar sudah keluar meninggalkan gue sendiri, guepun menyambung dunia khayalan gue tadi.

" Lagi galau tuh kakak. Kakak - kakak ada - ada aja " gumamnya sambil berjalan keluar rumah.

Keesokan harinya pikiran tentang Darma sudah memudar hingga gue bisa merasakan kebebasan untuk pergi sekolah dengan tenang, tanpa ada rasa tidak nyaman saat akan bertemu dengan dirinya. Belum sampai di kelas bel sekolah sudah terdengar nyaring di kuping gue. Setelah bel berbunyi, terdengar kembali suara panggilan dari pengawas yang menyuruh gue untuk lekas pergi ke aula. Deg, perasaan gue berubah menjadi tidak nyaman. Pikiran gue langsung berpikir yang bukan - bukan, takut kalau harus di hukum karena ketahuan terlambat.

Ternyata itu hanyalah perasaan belaka, panggilan itu ditunjukkan untuk gue mengikuti rapat lomba Festival Siswa Siswi Nasional dan kebetulan gue mengikuti lomba tersebut yang terdiri dari lomba monolog, karya kerajinan tangan, cipta puisi, baca puisi, vokal, membuat Foster, menggambar, menari dan masih banyak lagi. Gue memilih untuk ikut lomba cipta puisi, meskipun gue masih merasa tidak percaya diri yang terpenting buat gue adalah untuk tetap belajar dan mencari pengalaman.

Langkah gue terhenti di aula saat gue melihat sosok yang selama ini menghantui pikiran dan perasaan gue. Dia menatap gue lama dan tatapan itu membuat gue sangatlah tidak nyaman. Saking tidak nyamannya gue beranggapan kalau dia merendahkan gue untuk ikut lomba bersamanya. Tapi gue mencoba untuk tetap optimis, meski harus berhadapan lagi dengan dia maupun bekerja sama dengan dirinya lagi. Gue sama sekali tidak perduli lagi.

#Author
Hayyyooo...
Siapa yah yang dimaksud Nadil?
Makin pendek yah?
Sorry...
Deket banget nih sama ending!
Buruan tambah vote and comment guys😙😙
Revisi nya bentar yah, nunggu cerita selesai!

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang