41

16 5 1
                                    

Tatapan matanya seakan tidak ingin melepaskan perhatian dirinya terhadap gue. Justru itu membuat gue semakin tidak nyaman. Berulang kali gue memalingkan pandang agar tidak terjadi kontak mata dengan dirinya, namun tetap saja mata jahatnya terus menatap gue  tidak suka.

Guru seni dan guru bahasa indonesia kamipun datang untuk memimpin acara rapat, tetapi dikarenakan peserta lomba yang diikutkan belum datang maka acara lomba diundur sebentar. Dari pada gue merasa tidak nyaman dengan keberadaan dirinya, gue pun pergi menemui Bapak Sam selaku guru bahasa indonesia yang akan membantu gue untuk persiapan lomba.

" Bapak judul puisinya sudah bagus?" tanya gue menghampiri beliau di meja pengawas.

" Itu sudah bagus, Nad. Tapi kalau kamu bingung menulis judulnya bagaimana, tulis saja beberapa judul kemudian pilih salah satu judul yang dapat mewakili isi puisi kamu " pintanya dengan lembut.

" Iya pak " jawab gue penuh dengan semangat.

Bapak Sam hanyalah menyunggingkan senyumnya dan pergi meninggalkan gue. Tidak lama datanglah seseorang yang tidak gue harapkan berada sangatlah dekat dengan gue. Ia berjalan melewati gue dan mengambil alat pengeras suara diatas meja, namun saat ia ingin bicara ia terlihat bingung untuk menyampaikan sesuatu lewat pengeras suara tersebut.

" Siapa nama temenmu itu yang bisa nyanyi sambil main gitar anak kelas sepuluh?" tanyanya tanpa malu - malu.

Gue pun berpikir sepintas dan langsung menemukan jawabannya.

" Diano Sanjaya " jawab gue tidak ragu - ragu bahkan sangatlah ketus.

" Siapa?" tanyanya lagi seolah tidak mendengar.

Ingin sekali gue berteriak di depan kupingnya agar dapat mendengar perkataan gue dengan baik.

" Diano Sanjaya " ucap gue lagi lebih keras setengah berteriak.

" Oh ok "

Gue pun hanya bisa menghentakkan kaki gue kesal akan perlakuan dirinya tersebut. Sangat - sangatlah menyebalkan.

" Panggilan kepada Diano Sanjaya agar menuju ruang aula sekarang " umumnya di depan pengeras suara.

Setelah selesai, iapun menyunggingkan senyum jahatnya, kemudian berlalu meninggalkan gue.

" Nadiella ngapain kamu masih disitu? Masuk " pinta Bu Fatma selaku guru seni di sekolah gue.

Gue hanya bisa menganggukan kepala tanda mengerti dan langsung masuk ke dalam aula kembali.

" Dzul Darma berhenti mengganggu gue " teriak seorang siswi bernama Santi yang cukup populer karena kemarin ia melabrak anak kelas sepuluh.

Gue melihat mereka berdua sangatlah akrab, sepertinya mereka sudah lama mengenal. Gue tau antara mereka tidak ada perasaan karena Darma sudah memiliki Geet, sedangkan Kak Santi sudah berpacaran dengan teman sekelas gue. Melihat kehadiran gue, Darmapun menghentikan aktivitasnya mengganggu Kak Santi.

" Gara - gara lo seragam gue berantakan " ucapnya kesal sambil berjalan keluar.

Kak Santi tertawa puas sudah mengacak - acak seragam Darma hingga kumal. Mungkin Darma keluar menuju ruang ganti untuk membenarkan seragamnya.

Tidak lama kemudian, datanglah bapak Sam dan ibu Fatma beriringan. Melihat kehadiran mereka, Darmapun memutuskan kembali ke ruang aula. Tanpa tahu malu ia duduk di samping gue, tanpa harus memikirkan rasa ketidaknyamanan gue atas hadirnya dirinya.

Bapak Sam dan ibu Fatmapun mulai menjelaskan mekanisme lomba yang akan kami ikuti. Gue lihat lebih banyak anak kelas sepuluh yang mengikuti lomba dibanding anak kelas sebelas, terbukti hanyalah Darma, Kak Santi dan dua kakak kelas perempuan lainnya yang mengikuti lomba tari. Sedangkan Darma ia mengikuti lomba monolog dan Kak Santi mengikuti lomba poster kreatif. Karena kekurangan peserta, bapak Sam dan Ibu Fatma menggelar wawancara seleksi kembali untuk mencari peserta pengganti yang tadi sudah ditetapkan. Namun, tidak kunjung datang.

" Haduuuh pak, bagaimana ini kurang satu peserta yang mengikuti lomba kerajinan tangan. Apalagi peserta yang mengikuti lomba ini harus yang kompeten untuk mengikuti lomba seperti ini " adu Ibu Fatma resah.

" Yah dicari saja bu, maaf saya tidak bisa ikut wawancara seleksi lagi karena saya ada kesibukan yang lain. Saya izin keluar sebentar yah bu " ucap Bapak Sam meminta maaf kemudian pergi meninggalkan ruang aula.

Bu Fatmapun menghela nafas berat, " Ada yang tau siswa ataupun siswi yang rajin membuat kerajinan?" tanyanya.

Gue pun lekas mengangkat tangan.

" Iya Nadiella kamu kenal siapa yang bisa ikut lomba kerajinan tangan?" tanyanya memperjelas kembali.

" Begini bu, saya punya teman sekelas bernama Nita Agus dia sangatlah rajin membuat kerajinan tangan dia juga sangatlah kreatif, bahkan saat ada tugas membuat kerajinan tangan ia yang paling bagus membuatnya.

" Meski, berkelompok ia sangatlah mahir dibanding teman lainnya dalam campur tangan membuat tugas kerajinan tangan. Dia suka berinovasi dari melihat tutorial membuat kerajinan tangan, kemudian ia sulap menjadi produk yang lebih baru dibandingkan yang dicontohkan oleh YouTube " jelas gue singkat menceritakan kemahiran Nita Agus.

Cukup lama ibu Fatma merenung memikirkan penjelasan gue tadi untuk memutuskan apakah Nita Agus layak untuk ikut menjadi peserta lomba. Jauh dari dalam hati gue sangatlah berharap, bahwa ibu Fatma memberi kesempatan untuk Nita Agus bergabung agar gue mempunyai teman dan lebih merasa nyaman walaupun ada orang jahat bernama Darma.

" Sebenarnya, ibu masih mempertahankan soalnya ibu tidak tau yang mana temanmu itu karena dikelasmy banyak siswi dibandingkan siswanya " ucap ibu Fatma setelah lama berpikir.

Gue hanyalah melontarkan senyuman.

" Siapa tadi namanya?" tanya Darma memecahkan keheningan gue antara ibu Fatma.

" Nita Agus " jawab gue ketus.

Ia hanyalah ber-oh ria. Tanpa tau siapa orang yang gue maksud, padahal ia satu ekskul dengan Nita Agus tetap saja ia tidak tau dengan orang yang aku maksud.

" Lo tau Dar?" tanya salah satu kakak kelas perempuan yang mengikuti lomba tari.

" Gak "

" Sama gue juga "

Merekapun tertawa terbahak - bahak tanpa perduli ada siswa dan siswi lain serta guru yang masih berada di ruangan tersebut.

" Baiklah, ajak temenmu kesini cepetan " pinta bu Fatma mengejutkan gue.

Tanpa aba - aba lagi gue langsung dengan cepat mencari keberadaan Nita Agus. Gue pun berlari mencari keberadaan dirinya yang ternyata makan di kantin bersama Nita Hanifa.

" Nit, guuuuu... eeeee... minta minum lo... yaaaah.... " pintaku terpenggal - penggal akibat kelelahan berlari sembari meminum minuman Nita Hanifa.

" Ambil ajah "

" Lo kenapa, Nad?" tanya Nita Agus seusai gue minum.

" Nita lo ikut gue sekarang "

Merekapun saling bertatapan bingung siapa yang diajak oleh gue karena nama mereka sama - sama Nita.

" Nita Agus maksud gue " jawab gue lekas memecah kebingungan mereka.

" Lo mau ngajak gue kemana?" tanya Nita Agus keheranan.

" Udaaah ikut aja, ntar gue jelasin di jalan " pinta gue sambil beranjak berjalan menarik tangan Nita Agus.

Di perjalanan ke aula gue menjelaskan alasan gue mengajaknya ke aula. Dia sangatlah senang karena mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam lomba Festival Siswa Siswi Nasional. Tanpa diwawancarai Nita Agus langsung menjadi peserta lomba. Gue sangatlah senang saat itu, meskipun Darma sepertinya meremehkan kemampuan teman gue. Namun, gue berharap itu hanyalah pikiran negatif gue terhadap dia karena gue tidak ingin berlama - lama berpikiran negatif ataupun berprasangka buruk terhadapnya karena gue tau dia bukanlah orang serendah itu.

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang