42

24 4 1
                                    

Kata orang semua akan indah pada waktunya, tidak dengan kata - kata sahabat gue kali ini. Setiap waktu yang akan mereka jalani adalah hal yang paling indah yang patut untuk mereka syukuri. Hari ini gue duduk di kedai kopi bersama dengan Leyna dan Ulfa sahabat lama gue yang berbeda sekolah. Sudah lama gue tidak duduk dan mengobrol dengan mereka semua. Topik demi topik kami bahas satu per satu, seolah - olah semua topik memiliki keterkaitan satu sama lain.

" Gimana liburan lo selama sebulan, Nad?" tanya Leyna sembari mengaduk - aduk kopi di cangkir miliknya.

" Biasa saja, yah gue lebih banyak meluangkan waktu gue dengan keluarga seperti biasanya " jawab gue dengan santai.

Mereka yang disana langsung ber-oh ria mendengar jawaban gue.

" Terus gue denger lo ikut satu lomba sama cowok yang lo suka? Beneran itu? Terus gimana tuh ceritanya? Ceritain dong " rengek Ulfa dengan serangan pertanyaan yang bertubi - tubi.

Gue tidak menjawab pertanyaan Ulfa langsung, gue sempat berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Ulfa tersebut. Sebenarnya gue tidak ingin membahas tentang Darma, tetapi karena sahabat gue yang bertanya mau tidak mau gue harus menjawabnya.

" Biasa saja tidak ada pengalaman yang menyenangkan maupun menyedihkan, " jawab gue dengan menyunggingkan senyumnya kepada kedua sahabat gue, " cerita tentang dia sangatlah tidak menarik kami hanya mengikuti lomba kemudian fokus dengan target masing - masing untuk memenangkan lomba tersebut. Selesai "

Seperti tidak percaya, mereka hanya bisa mentap gue bergantian. Gue akui tidak sepenuhnya yang gue katakan tadi adalah kebohongan maupun kejujuran atas jawaban gue-semua itu nampaknya tidak penting untuk diceritakan secara sinkron.

" Lo bohongkan?" tuduh Leyna tidak percaya.

Gue hanya bisa kembali menyunggingkan senyumnya hingga membuat teka - teki tersendiri di kepala mereka. Disitu gue berpikir, sahabat atau bukan gue sama sekali tidak bisa mempercayai mereka untuk mendengarkan keluh kesah gue. Sebab, apapun yang mereka katakan setelah mendengar cerita gue tetap saja mereka tidak akan memberikan solusi apapun terhadap masalah gue.

" Hmmm, ok lah kalau lo gak mau cerita " hela Ulfa sembari beranjak dari kursinya.

" Lo mau kemana?" tanya Leyna dengan tatapan bingung.

" Pulang, " jawab Ulfa kemudian berlalu pergi.

Leyna hanya bisa diam sambil melihat kepergian Ulfa hingga punggung sahabatnya itu tidak nampak lagi di jalan. Sorot matanya kemudian menatap gue tajam, seakan menyiratkan kemarahan bercampur kebingungan.

" Lo kenapa natap gue gituh?" tanya gue sebal melihat tatapan Leyna.

Leyna yang tidak nyaman mendengar pertanyaan gue, langsung saja menurunkan pandangannya sembari meminum kopi yang sudah lama dingin.

" Gue tau, gue disini juga gak bisa kasih solusi apapun buat lo. Tapi gue bisa ngasih tau apa kesalahan lo selama ini, Nad " ucapnya kembali menatap gue dengan tatapan yang menusuk.

Awalnya, gue tidak tau ke arah mana pembicaraan ini. Tetapi, gue tau sahabat gue satu ini akan memberikan penjelasan atas permasalahan yang sama sekali tidak gue ketahui selama ini dan memilih memerangi diri gue sendiri setelah bertemu dengan orang yang bernama Dzul Darma Sati tersebut.

" Gue tau lo benci sekarang sama diri lo sendiri, Nad. Lo pribadi yang amat pantang menyerah, tapi semua situasi saat lo mulai kehilangan arah untuk berhenti mengejar orang yang lo suka tanpa ada hasil apapun membuat lo menyerah dan amat sangat payahnya lo nyalahin diri lo sendiri

" Lo benci sama diri lo sendiri, Nad. Karena apa? Karena di cerita hidup lo ini gak ada tokoh antagonis yang orang lain pikirkan. Denger gue baik - baik Nadiella gak ada tokoh antagonis yang lo bayangkan sekalipun lo pikir itu adalah Dzul Darma Sati. So, berhentilah membuat masalah di dalam diri lo " pinta Leyna sambil menggoncang tubuh gue keras berusaha menyadarkan gue atas semua situasi yang gue hadapi.

Gue hanya bisa mematung memikirkan semua yang Leyna katakan. Bahkan, sepertinya memori otak gue kembali mengulang memikirkan situasi demi situasi yang berusaha gue perjuangan saat gue masih sepenuhnya mengejar Darma. Dari awal gue bertemu dengan dirinya di sekolah lama gue, awal pertama kali gue chattingan sama dia, kemudian terpikat dengan sosok dan memutuskan untuk meninggalkan Bima orang yang benar - benar mencintai gue, masalah demi masalah terjadi saat gue meminta bantuan Jo, prank kakak kelas mau melabrak gue dan berakhir dengan pengakuan Darma kalau dia sudah mempunyai tambatan hati. Semua itu terjadi karena gue-karena gue yang terlalu berharap untuk menjadi orang spesial Darma gue rela menyakiti orang yang tulus menyayangi bahkan mencintai gue dengan setulus hati. Di sisi lain karena gue pulalah, Jo merusak semua rencana untuk dia mendekatkan gue dengan Darma hanya karena kesal dengan perbuatan dia terhadap gue yang tidak tau kata terimakasih. Kemudian, karena tingkah gue sendiri terdengar gosip bahwa gue akan dilabrak kakak kelas dan menciptakan gue dibully satu sekolah sebagai cewek murahan. Semua situasi yang gue jalani saat bertemu dengan Darma dan menyakiti diri gue sendiri adalah kesalahan gue sendiri, bukanlah kesalahan orang lain.

" Jadi lo mau gue nyalahin diri gue sendiri? Haaaah... Lo mau gue tambah memerangi diri gue sendiri karena gue sendiri tokoh antagonisnya disini haaaah?" pekik gue sembari beranjak dari kursi yang tadinya gue duduki.

Pengunjung serta pekerjaan yang ada di kedai kopi disana hanyalah bisa memperhatikan kami seolah ini adalah tontonan gratis bagi mereka.

" Bukan gitu, Nad maksud gue. Gu- gue ah, gue cuman mau lo sadar dan berhenti membuat kekacauan buat diri lo sendiri itu aja, " jelas Leyna yang awalnya terbata - bata.

" Serah lo deh " ucap gue kesal sambil berlalu pergi meninggalkan Leyna.

Melihat gue pergi, Leynapun mencoba berlari menyusul gue untuk memperbaiki kesalahpahaman ini.

" Nad... Nad... Nadiella, tunggu gue " panggilnya sama sekali tidak gue hiraukan.

Melihat gue sudah pergi jauh, Leyna memutuskan berhenti mengejar gue dan kembali masuk ke dalam kedai kopi. Sedangkan gue sama sekali hancur mendengar perkataan sahabat gue sendiri.

Tanpa tau harus kemana, gue yang menaiki taksi online saat itu langsung mengarahkan supir untuk pergi ke rumah sahabat gue Rissa. Ia yang menyadari ke hadiran gue di kamarnya langsung saja menyambut gue dengan ramah. Bingung akan bicara apa, gue langsung menangis di pelukan Rissa. Ia yang merasa bingung saat gue memeluknya, hanyalah bisa pasrah tubuhnya gue peluk.

" Ada masalah apa sih, Nad?" tanya Rissa sambil mengelus - elus pundak gue.

Gue pun langsung melepaskan pelukan gue, kemudian langsung mengambil tisu yang terletak di meja tamu.

" Gue gak mampu untuk cerita apapun masalah yang menimpa gue, tapi gue kesini mau nanya sama lo? Apa bener gue tokoh antagonis dalam cerita cinta gue sendiri? Apa bener gue neken diri gue sendiri karena suka sama Darma? Apa bener gue nyakitin banyak orang hanya karena Darma, Ris. Haaaaaaaaa " amuk gue dengan pertanyaan yang bertubi - tubi.

Rissa sama sekali tidak menjawab pertanyaan gue, melainkan ia memilih untuk pergi ke dapur untuk membuatkan gue minum.

" Lo minum dulu " pinta dia sambil menyodorkan secangkir coklat panas.

Gue pun langsung mengambil cangkir coklat panas dari tangan Rissa.

" Maaf karena gue lo kenal sama Darma, tapi semua kemungkinan yang lo tanyakan ke gue itu memang bener, Nad. Harusnya lo sadar lo yang salah dan sekarang cobalah memulai sesuatu yang baru tanpa harus meratapi lagi situasi - situasi sulit seperti sebelumnya " pinta Rissa sambil menggenggam tangan gue erat.

Seperti halnya Leyna, Rissa juga mengatakan hal yang sama. Semakin lama gue memikirkan semua yang mereka katakan, semakin gue yakin gue yang salah di dalam masalah gue sendiri. Gue kembali mempertimbangkan untuk lari dari masalah yang gue ciptakan dan tidak sepenuhnya menyalahkan diri gue sendiri maupun orang lain dalam masalah yang tercipta karena gue pernah kenal orang yang bernama Darma.

BIG BANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang