9. Rian Ardianto

910 63 4
                                    

Rian Ardianto merasa inilah tempat yang benar sesuai dengan petunjuk yang Fajar berikan kemarin. Dia juga merasa tidak salah dalam membaca aplikasi peta di ponselnya. Tapi gerbang yang diketuknya belum ada jawaban. Baru setelah ketukan entah ke berapa, ada seorang perempuan yang keluar: Kinan.

Kinan tampak terkejut ketika melihat Rian, "Mas Rian ya?"

Rian hanya tersenyum sambil curi-curi pandang ke Kinan dari ujung rambut hingga sandalnya. Pasti si berisik belum bangun. "Iya..., Kinan ya?"

Kinan pun ikut curi pandang, menilai penampilan Rian. Rian sudah rapi, memakai sneakers, jins, dan kemeja, "Kok bisa di sini, Mas?"

"Loh, Fajar yang minta dijemput," jawab Rian.

Kinan terkejut, "Aaah, sekalian deh. Ayo masuk, Mas Rian, sekalian bangunin si kebo itu!" Kinan mempersilakan Rian masuk dan langsung menuju kamarnya.

"Panggil Rian aja, dong," pinta Rian. "Yaa Allah," sambungnya ketika melihat Fajar masih terlelap.

Rian langsung mengambil guling dan menggebuk Fajar tepat di pipinya. BUGH!

"Wuanjir!!!" teriak Fajar kaget.

"Bangun, WOI!" Rian membekap Fajar dengan guling tadi.

"Lu ngapain di sini, weduuus!" Fajar berkelit dan langsung berdiri, mengucek matanya. Dia tampak kaget.

"Lu yang nyuruh gue jemput jam delapan, suuue!" Rian menggebuk perut Fajar dengan guling lagi.

Fajar melompat, "Gue baru bangun, njir!"

Kinan hanya berdiri di ambang pintu dan nyengir-nyengir geli melihat dua bromance di kamarnya, sambil gatel mendengar percakapan mereka.

"Lu kok nggak bangunin gue, Ki?" todong Fajar ke Kinan.

"Enak aja, kamu tuh kebo banget. Dasar pelor!" seru Kinan.

Mbak Tita datang dari dapur, heran dengan keributan di pagi hari di kamar Kinan. Setelah perkenalan singkat, Kinan, Rian dan Mbak Tita duduk di ruang makan siap makan. Sementara Fajar masih menyeret tubuhnya untuk cuci muka. Selanjutnya mereka makan bersama.

Fajar mengunyah makanannya dengan ganas, tampak masih kesal karena dibangunkan partnernya dengan cara brutal. Kinan diam saja, menyendok nasi sambil melirik-lirik, bergantian antara Fajar dan Rian. Sementara Mbak Tita asyik mewawancarai Rian.

"Dari kecil emang suka badminton? Kok bisa, sih? Dari Bantul gitu, lho?" tanya Mbak Tita.

"Rejeki, Mbaaak," jawab Kinan dan dibalas dengan tawa Rian.

"Mbak ini mau wawancara dulu, Dek. Kayanya Fajar sama Rian besok bakal jadi bintang bersinar," tukas Mbak Tita dan diamini semua yang berada di ruangan itu.

"Eh, iya, kita mau ke mana, sih?" tanya Kinan setelah suapan terakhirnya.

"Ke mana, Jom? Lu kan yang ngajak," sembur Fajar kesal.

"Apaan sih lu, Jay, ngegas betul," timpal Rian.

"Kaget tauk digebuk gitu banguninnya," sembur Fajar lagi.

"Eeeh, lha kamu kebo banget. Untung Rian dateng," Kinan memukul ringan lengan Fajar.

Fajar berkelit, "Eh, inget! Aset negara, bu!"

Sarapan diakhiri dengan debat tidak penting antara Kinan dan Fajar, dan kini ditambah Rian. Mbak Tita hanya geleng-geleng kepala menyaksikan tiga orang yang ribut di hadapannya. Akhirnya keributan mereda setelah Fajar pergi mandi dan Kinan menyiapkan perbekalan jalan-jalannya.

Cerita Kinan tentang FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang