14. Straight Game

629 65 0
                                    

Swiss Open Super 300 mulai bergulir Selasa ini. Kinan sudah menyiapkan amunisi untuk begadang sepekan berupa berbagai macam camilan. Fajar memang tidak suka Kinan begadang lembur tugas. Tapi kalau dia tanding, Kinan pasti diterror agar menontonnya. Kadang Kinan tidak habis pikir pada kelakuan Fajar, tapi toh dia nurut-nurut saja setiap perkataan Fajar.

Setiap pertandingan, Fajar tidak bolak-balik video call, tapi tetap menyempatkan mengirim pesan singkat ke Kinan, meminta doa dan dukungan. Selalu seperti itu. Hari ini adalah hari Jumat. Nanti malam Fajar dan Rian main lagi. Sementara ini Fajar dan Rian berhasil lolos babak quarter final. Sebuah pencapaian yang luar biasa, mengingat mereka melaju sampai semifinal di All England kemarin, tenaga mereka pasti terforsir. Tapi mereka selalu bisa menang dua game langsung. Seperti tidak ada lelahnya sama sekali. Dengan perbedaan zona waktu antara Indonesia dengan Swiss, pertandingan Fajar tentunya berlangsung malam hari di sini.

Hari ini selesai dari kampus Kinan menuju sebuah supermarket untuk membeli beberapa keperluan dapur. Masih siang, dan Kinan memutuskan hari ini dia akan memasak, cukup bosan juga dengan delivery makanan setiap hari. Kinan sampai di rumah menjelang Ashar. Rumah sepi seperti dua hari belakangan. Mbak Tita baru pulang kira-kira hari Sabtu, itu pun jika tidak ada perpanjangan dinas.

"Assalamualaikum," sapa Kinan pelan pada rumahnya, meletakkan belanjaan di meja makan.

Kinan cuci kaki dan tangan, dan sekaligus wudhu untuk sholat Ashar. Selesai sholat Ashar ia merebahkan tubuhnya di kasur, telentang sambil memainkan ponselnya. Kinan masuk ke akun kedua instagramnya, untuk mengakses akun-akun badminton dan fanbase, termasuk akun lambe badminton. Ya, Kinan selalu mengikuti update dunia badminton melalui akun keduanya. Ia tidak mau Fajar tahu. Gengsi.

Menjelang jam setengah enam. Ternyata barusaja Kinan ketiduran, masih dengan baju kuliahnya. Segera saja ia mandi, berganti baju, dan membereskan belanjaannya sambil menunggu adzan Maghrib. Selepas Maghrib Kinan mulai memasak untuk makan malamnya. Seringkali ia menghela napas panjang dan berat.

"Sepi amat, sih," desahnya.

Kinan beranjak mencuci piring dan menonton televisi walaupun tidak ada acara yang menarik baginya. Ia selalu melirik jam, bersiap streaming menonton pertandingan.

"Here we go," Kinan mengepalkan tangannya. Kini ia sudah di kamarnya, di depan laptop yang menayangkan live streaming.

Fajar dan Rian bermain luar biasa bagus. Mereka minim error dan sangat bersemangat. Kinan tertawa jika mendengar teriakan Fajar dan Rian. Bagi Kinan, sahabatnya dan partnernya itu pemain yang berisik. Tapi berisik yang menyenangkan baginya. Penuh semangat dan ekspresi. Kinan tidak pernah melihat Fajar sefokus dan seekspresif itu, selain di lapangan. Fajar yang dikenalnya sejak kecil adalah anak yang penurut. Dia jarang menuntut. Tapi di lapangan, dia punya satu tuntutan yang harus dituntaskan: Menang!

Malam ini Fajar dan Rian menang lagi, tembus ke semifinal. Sehingga malam berikutnya, Kinan begadang lagi menunggu pertandingan Fajar. Kali ini jam tiga pagi waktu Indonesia barat. Dan seperti pertandingan sebelumnya, Fajar dan Rian sangat on fire. Kinan sangat puas melihat permainan mereka. Final Swiss Open di depan mata. Kinan yakin Fajar dan Rian bisa jadi juara.

Pertandingan selesai dan adzan Subuh berkumandang. Kinan segera sholat dan berdoa untuk mengucap syukur atas kemenangan Fajar. Kemudian Kinan kembali ke kasur dan menarik selimutnya hingga ke dagu. Ia memandangi langit-langit kamar sambil tersenyum dan membayangkan tawa teman baiknya itu. Semenit berlalu baginya, namun nyatanya sudah hampir dua jam terlewati.

Kinan terbangun karena ponselnya nyaring berbunyi. Matahari telah naik, cahayanya masuk ke kamar melalui ventilasi. Kinan meraih ponselnya di meja sebelah kasur. Fajar Alfian, sebuah panggilan video.

Cerita Kinan tentang FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang