25. Semesta

533 53 1
                                    

Setelah makan malam meriah itu, Fajar dan Kinan berpamitan untuk menuju penginapan Kinan. Rian dipindahkan ke rombongan atlet. Dengan riuh siul dan ledekan para atlet Pelatnas, Kinan masuk ke mobil Fajar, setelah senyum selebar mungkin sambil membungkuk-bungkuk mengucapkan 'makasih, Mas' dan 'duluan, Mas' berulang kali. Kinan merasa sudah melampaui kesopanan orang Jepang. Dan dia mengakui mungkin otot punggungnya akan lebih lentur saking banyaknya dia membungkuk.

"Gila, Jaaar! Kenapa, sih jadi rame-rame gitu? Aku, kan maluuu. Mana Mas Kevin ngeledek mulu. Mas Ginting juga, hihhh," gerutu Kinan begitu mobil melaju.

Fajar tertawa, "Ya kapan lagi, kan, Ki makan bareng anak Pelatnas. Lu harusnya bangga, dong."

"Ya bangga, sih bangga. Asal nggak masuk akun lambe. Asal temen-temenku di kampus nggak pada tau. Entek aku nek carane kaya ngono kui," Kinan masih menggerutu, sementara Fajar masih tertawa.

Mobil masih melaju dan Kinan merasa mereka telah berjalan cukup jauh untuk penginapan yang kata Fajar dekat dari Pelatnas. Fajar menyadari Kinan yang bingung, "Nggak ngantuk, kan? Tadi udah tidur lama, lho."

"Mau ke mana emang?" tanya Kinan sambil melirik jam di dasbor. Jam setengah sebelas malam.

"Adadeeeh," jawab Fajar disambut oleh pukulan ringan di tangannya.

Mobil melaju melewati jalanan yang tidak ada matinya, dan berhenti di depan sebuah warung tenda sederhana. Dari banyak gambar sapi dan gelas di kain besar di depan, Kinan tahu bahwa ini adalah warung susu sapi murni.

Fajar menyapa sepasang suami istri pemilik warung itu. Mengobrol ringan dan tampak akrab. Kinan hanya duduk di bangku panjang sambil asyik mengamati obrolan Fajar. Fajar orang yang sangat ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Dan bahkan dengan namanya yang semakin terkenal, dengan tabungannya yang semakin menggembung, dan dengan fans atau supporternya yang beribu-ribu, Fajar masih bisa ngobrol santai di warung pinggiran tanpa canggung sedikitpun.

Salah satu hal yang paling dikagumi Kinan dari seorang Fajar adalah kemampuan komunikasinya yang luar biasa hebat. Dalam sebuah ruangan berisi seratus orang sekalipun, semua akan betah mendengarkan cerita Fajar, dan mengobrol dengan Fajar. Mengobrol dengan Fajar, dengan semua kata-kata yang begitu mudah mengalir darinya, akan sangat menyenangkan dan membuat lupa waktu. Jika Fajar tidak sehebat itu, tentu Kinan tidak akan keluar dari rumahnya suatu sore, dahulu kala di Bandung. Tentu Kinan tidak akan ikut bermain bersama anak-anak kompleks. Dan tentu Kinan tidak akan berada di posisinya saat ini.

Kemampuan komunikasi Fajar inilah yang sering Kinan jadikan panutan ketika ia harus berhadapan dengan pasien-pasiennya dari berbagai macam kalangan.

"Lu jangan lihat siapa yang ngomong, tapi dengerin aja," begitu kata Fajar ketika dua tahun silam, ketika Kinan gugup pertama kali terjun ke klinik dan mengahdapi pasien. "Step by step, nanti juga lu dapet feelnya. Nanti juga lu terbiasa," begitu pula kata Fajar melanjutkan wejangannya.

Dan itulah yang dipegang kuat oleh Kinan setiap akan menghadapi pasien. Dengan kemampuan Bahasa Jawa Kinan yang baik dan halus, beberapa temannya pun sering meminta bantuannya untuk menghandle pasien. Kinan juga sering dipercaya menjadi juru bicara apabila ia dan teman-temannya mengadakan acara pemeriksaan gigi di panti asuhan, panti jompo, atau di rumah-rumah bantaran sungai.

"Brooo, pesen apa luuu? Bengong aja, woi," teriak Fajar dari depan gerobak jualan kepada Kinan yang duduk dan melamun.

"Dih, A Fajar, tetehnya geulis pisan gitu dipanggil bro. Diteriakin pula," komentar ibu pemilik warung sembari memanaskan ceret.

Kinan tersadar dari lamunannya, dan mendekat ke gerobak untuk melihat-lihat menu, "Susu coklat anget, sama..."

"Surabi ya, bu? Harus nyoba kalo ke sini," potong Fajar.

Cerita Kinan tentang FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang