3. Pertemuan

1.3K 101 1
                                    

Bekasi, Januari 2015

Hari ini Kinan tidak dalam mood yang baik. Perjalanan Yogyakarta ke Bekasi naik kereta membuatnya lelah, walaupun ia pergi bersama kedua orang tua dan kakaknya. Kinan duduk di kursi berselimut kain putih, membawa sepiring kecil es krim dan buah-buahan. Hari ini adalah hari pernikahan Teh Lia, tetangga Kinan di Bandung dulu. Orang tua Kinan dan orang tua Teh Lia berteman baik.

Kinan lelah dan tidak punya teman mengobrol. Kakaknya bergabung bersama Teteh-teteh kompleks yang lain, yang seumuran dengan Teh Lia. Kinan menyendok es krim nya dengan malas.

"Kinan?" tanya seorang laki-laki seumurannya, mengenakan kemeja biru dan jas abu-abu.

Kinan mendongak dan bingung, "Ya?"

"Masa lupa sama gue?" tanya laki-laki itu lagi.

Kinan baru menyadari sesuatu, seakan ada bohlam lampu menyala di kepalanya. Dia terkejut bukan main, "Fajar?"

Fajar terkekeh dan duduk di kursi sebelah Kinan, "Apa kabar?"

Kinan tidak memiliki kemampuan untuk berkata-kata saking terkejutnya. Dalam pikirannya, Fajar tidak akan mungkin datang karena dia telah menjadi atlet badminton professional dan bersarang di Pelatnas. Namanya sudah sering terdengar menjuarai berbagai kejuaraan, walaupun hal itu tidak asing baginya sejak SD.

"Woi jangan bengong, kaliiik," Fajar melambaikan tangannya di depan wajah Kinan.

"Aku terkejut dong, ada atlet terkenal bisa kenal sama orang biasa macam aku," Kinan tiba-tiba menemukan selera humornya.

Fajar tertawa. Tawanya masih seperti yang Kinan ingat. Lebar, menyentuh mata, membuat kerutan di wajahnya. Tawa yang juga bisa membuat Kinan tertawa.

"Gue masih ada libur, Ki," jelas Fajar sambil bersandar di kursinya.

"Harus minta foto dan tanda tangan aku, nih," Kinan bergurau.

Fajar tertawa lagi.

"Fajar apa kabar? Seneng, ya? Cita-cita hampir terkabul," tanya Kinan.

"Alhamdulillah, Ki. Lo sendiri? Kuliah?" tanya Fajar balik.

"Iya, eh btw ini liburan, Jar? Nggak ada tanding?" tiba-tiba Kinan heran dengan keberadaan Fajar di tempat ini.

"Yaaa weekend, Ki. Lumayan, kan. Nanti tanding akhir bulan," jelas Fajar, terlihat sedikit lelah.

Kinan mengangguk-angguk, "Kata mama kamu, kamu ambil kuliah juga?"

"Kuliah dengan sisa-sisa tenaga, Ki. Ambil kelas Sabtu Minggu, weekday tepok bulu."

"Keren banget, sih, Fajaaar..."

"Apaan deh, lur."

"Udah keliling dunia, tabungan banyak, cewek? Banyak juga dong?"

"Ngawurrr. Tapi mau dong banyak cewek," Fajar tertawa geli dengan pikirannya sendiri.

Kinan menepuk pundak Fajar dengan tas kecilnya, "Ih, mikir apaan!"

"Aduh, duh! Lo masih sama ya, Ki. Sukanya nabok gue."

"Kamunya yang minta ditabok!"

"Gila nggak sih, Ki? Udah berapa taun kita nggak ketemu, nggak bercanda begini?" kenang Fajar.

"Bagi nomer, Ki. Gue kayanya bakalan punya banyak cerita buat lo. Boleh, ya?"

"Boleh, tapi kenalin sama atlet ganteng, lah."

"Lah, kan udah kenal gue!"

Mereka tertawa.

Kinan merasakan hangat. Merasakan cahaya matahari oranye Bandung dan angin sepoi-sepoi. Sejenak dia kembali ke masa kecilnya, bersepeda setiap sore di belakang Fajar. Acara nikahan Teh Lia terasa sangat menyenangkan dengan reuni kecilnya ini.



---masih bersambung, lur!---

Cerita Kinan tentang FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang