1. Dia

3.5K 146 6
                                    

Yogyakarta, Maret 2019

Masih pagi, selepas Subuh. Langit masih gelap, matahari masih malas keluar. Yogyakarta menjelma menjadi kota hujan. Angin berhembus, kadang sepoi kadang dahsyat. Cocok untuk berdiam di dalam rumah, berselimut memeluk secangkir teh hangat. Atau susu cokelat.

Seperti yang dilakukan Kinan pagi ini. Duduk memeluk lututnya di kasur lipat yang ia bentangkan di ruang keluarga. Tangannya terkepal dan tegang. Matanya fokus pada televisi. Sesekali dia mengerang, atau menahan pekikan bahagia. Dia tidak mau membuat kehebohan di pagi buta seperti ini.

Pintu kamar terbuka, kakaknya keluar sambil menguap, mengucek matanya, "Dek, udah bangun? Atau belum tidur?"

"Udah tidur tadi, ini kan bangun buat nonton," jawab Kinan tanpa menoleh.

Kakaknya mendekat, melongok televisi, pada apa yang membuat Kinan tidak bergerak, "Oh, dia main?"

"Iyaaa, ah!" pekik Kinan.

Diambilnya remote dan langsung dimatikan televisinya.

"Loh, kenapa?" tanya kakaknya.

"Udah selesai...," jawab Kinan lemas, sambal menuju ke kamar mandi, "Ayo, Mbak, Subuh jamaah."

Matahari mulai naik. Kinan masih duduk di teras belakang sedari Subuh tadi, memegang ponselnya, membuka dan menutup sebuah chatroom. Angin dingin tidak mengganggunya. Pikirannya berkecamuk. Tertulis di pojok atas, nama yang sedari tadi mengganggu pikirannya: Fajar Alfian. Kinan membaca lagi pesan terakhir, tadi pagi jam dua dini hari.

Fajar Alfian
Bentar lagi main, doain ya, Ki!

Pesan yang tidak sempat Kinan balas karena dia pun terlambat bangun dan langsung melompat untuk menonton televisi tanpa membuka ponselnya. Setelah bermenit-menit berdiam dan menghela napas yang sangat panjang, Kinan mulai memberanikan diri untuk mengetikkan kata demi kata di chatroom itu.

Kinanti Dewi Oktaviani
Jar. Mandi, ya...

Kinan merasa sangat konyol dan bodoh hanya bisa mengetikkan kalimat tidak bermakna itu. Dia menutup ponselnya, meletakkannya di meja, dan mendorongnya menjauh, takut akan balasan dari seberang sana. Kinan tidak mengharapkan balasan cepat dari lawan bicaranya, maka dia tersentak ketika ponselnya bergetar. Telepon masuk. Sebuah panggilan video. Ragu-ragu, tapi diterimanya juga telepon itu.

"Hei, Jar...," sapa Kinan.

"Gue bukan Jombang kali, yang nggak mau mandi," sambar lawan bicaranya.

Kinan terkekeh, kemudian teringat hasil pertandingan yang ia tonton tadi, dan terdiam.

"Ki, gue yang kalah kok elo yang sedih?" tanya Fajar di seberang.

Kinan tersenyum, "Kamu nggak apa-apa kan, Jar?" tanyanya, tidak terbiasa dengan dialek lo-gue walaupun sudah sekian lama dia mengenal Fajar.

"Nah, gitu, dong. Masa gue habis kalah tanding lo cuma ngechat 'jangan lupa mandi'. Temen macam apa...," Fajar tertawa.

Kinan terkekeh melihat lawan bicaranya di layar. Tawanya seperti biasa, dengan kerutan menyentuh matanya. Tapi matanya tidak bisa berbohong. Ada kemelut di situ, kecewa dan sedih.

"Aku bingung, Jar, kudu ngomong apa. Biasanya kamu nggak mau diadem-ademin," tukas Kinan.

Fajar tertawa lagi, "Iya, lo kan tau gue kaya gimana. Ya beginilah gue, Ki. Maaf ya belum bisa kasih yang terbaik."

"Kamu udah berjuang banget, Jar. Makasih ya, Jar. Se-Indonesia pasti bangga. Coach juga kelihatan seneng banget, kan?"

"Se-Indonesia apanya, pasti ada yang ngebully."

"Alaaah, udah biarin, netizen maha benar nggak usah dipeduliin."

"Iya... yang penting sih, gue harus cepet move on."

"Kapan ke Swiss?"

"Lusa. Gila, ya, lur? Padet juga bulan ini."

"Atlet gitu, loh."

Mereka tertawa. Jarak antara Birmingham dan Yogyakarta terasa hanya sejengkal, bukannya berjuta kilometer seperti kenyataannya.

"Tidur, Kinan. Lo pasti begadang kan, nungguin gue main?" tanya Fajar.

"Eh, kamu, tuh, yang istirahat...," balas Kinan.

Fajar tertawa pelan, "Iyaaa, udah di kamar, kok, ini."

"Mandi," tukas Kinan.

"Emangnya Jombaaang...," seru Fajar. Kemudian Kinan melihat sebuah bantal mendarat di kepala Fajar. Dia tertawa, pikir Kinan.

"Dah, dulu, Ki. Makasih, udah nonton, udah kasih support nggak lazim," pamit Fajar.

"Iya, istirahat ya, biar fit," pesan Kinan.

"Salam nggak, buat Jombang?" tanya Fajar.

Kinan tertawa, "Yaaa monggo, deh."

"Salam, Jooom!" seru Fajar.

Sejurus kemudian Fajar melambai ke arah kamera. Begitu juga Kinan. Lalu sambungan terputus. Di antara Birmingham dan Yogyakarta kembali terhampar langit luas.



...bersambung dulu ya, luuur...

Cerita Kinan tentang FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang