Tepat setelah Rei mencium kekasih Len, gadis itu pergi meninggalkan perpustakaan sembari menitikkan air matanya. Sedangkan Len tau dengan sangat jelas, bahwa ketika si kekasihnya sedih, ia akan berpikir secara tidak rasional dan sewaktu-waktu dapat melakukan hal gila.
"Sial!" Keluh Len.
Pria itu terus mengeluh sembari melangkahkan kakinya. Ia mengepalkan tangannya dengan sangat erat sembari berpikir, 'apakah sekarang aku harus menampakkan diri dan menolongnya?'
Plak....
Tamparan keras dilambungkan oleh tangannya sendiri. Len menampar pipinya sekali lagi untuk menyiapkan hatinya. Sesekali ia mengerutkan dahinya untuk menahan panas dan sakit di pipinya.
"Bodoh! Aku sangat bodoh! Bukan saatnya aku mengkhawatirkan hal itu. Aku harus segera mencari Rin. Semoga Rin tidak melakukan hal gila. Aku harus segera menyusulnya!"
Tepat setelah ia berbicara pada dirinya sendiri, ia menjentikkan jarinya.
Klak...
Tiba-tiba Len berada di atap dari gedung perpustakaan. Ia tampak terkejut ketika ia berpindah ke tempat yang sangat tinggi. Dengan segera ia menoleh dan melihat Rin yang berdiri di tepi atap tersebut.
"Astaga.... Rin.... Apa yang akan kamu lakukan? Jangan bilang kamu akan lompat dari sini?" Gumam Len yang tidak dapat didengar oleh Rin.
Tentu saja gadis tersebut tidak dapat mendengarnya, karena Len memang tidak berniat menampakkan dirinya. Sedangkan Rin masih menatap langit dengan tatapan kosongnya dan penuh kehampaan.
"Len... Kamu pergi kemana?" Tanya Rin.
"Aku tidak pergi meninggalkanmu Rin. Hanya saja aku memilih sebagai pengecut saat ini. Tepat seperti perkataan Rei." Balas Len.
"Rei tadi menciumku. Apakah kamu tidak marah? Jika tadi kamu memang menolongku, lalu mengapa kamu tidak muncul saja seperti saat itu?"
"Rin... Ku mohon jangan memaksaku untuk menampakkan diri saat ini. Aku, masih ingin bersamamu lebih lama. Tentu saja aku sangat cemburu. Maka dari itu aku menjatuhkan buku-buku itu. Tapi aku yakin itu tidak akan cukup bagimu, bukan?"
Perlahan Rin mulai menapakkan kakinya perlahan ke tepi seolah-olah siap terjun ke bawah bahkan dengan dorongan dari angin. Len hanya mampu terdiam terkejut melihat Rin. Namun Rin justru memejamkan matanya.
"Len, apakah aku bisa bertemu denganmu jika aku melompat dari sini?"
Crash....
Luka baru menggores perut Len dengan cukup dalam. Dengan segera Len terduduk dan memuntahkan darahnya. Ia terus terbatuk sembari berusaha melihat luka barunya itu.
Lukanya yang seperti ditusuk oleh pisau itu membuat Len merasakan kesakitan yang teramat.
"Len.... Inilah akibatnya jika kamu mengabaikan perkataanku."
"Kau.... Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Len sembari menahan sakitnya.
"Untuk apa aku menjawabmu? Luka barumu itu terbentuk karena ingatan Rin yang penuh dengan rasa sakit dan kekecewaan. Semakin dia putus asa, maka tidak lama lagi kamu dapat melihat isi perutmu itu."
"Jawab aku Len!!!!" Sentak Rin.
Crassshhhh...
"Arrrggghhhhhhhhhh!!!!" Teriak Len kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anata no pātonā (Your Partner)
Fantasy[Highest rank: #1 - vocaloid] Setiap tindakan kita pasti dicatat dan akan dihitung pada suatu hari nanti. Dan dari semua itulah yang akan menentukan kehidupan kita selanjutnya. Lalu pertanyaannya, siapakah yang mencatat semua tindakan kita itu? Apa...