Sepulangku dari rumah sakit, aku tidak melihat Rei lagi. Bukan berarti aku khawatir atau apapun. Hanya saja aku ingin berterima kasih padanya karena telah membuatku dapat melihat Len kembali.
Rasa penasaran masih menghantuiku hingga saat ini. Bila semua ini kemampuanku untuk dapat melihat Len, lalu mengapa saat itu aku tidak dapat melihatnya? Jadi, selama ini.... Apakah aku dapat melihat Len karena..... Kehendak Len sendiri?
"Aw, Rin!!!! Hati-hati dong... Kau menyentuh luka terdalamku..." Rintih Len.
"Jangan terlalu dramatis begitu Len. Aku hanya berusaha mengobati luka-lukamu." Ucapku sembari mengobati luka pada tangan Len.
"Hmmmm.... Sejak tadi kau banyak melamun. Ada apa Rin?" Tanya Len perlahan.
"Kalau aku cerita pun, aku yakin kamu tidak akan menjawabnya. Kamu pasti akan terus memilih untuk merahasiakan dariku. Bukankah begitu?" Balasku ketus.
"Hmmm... Aku tidak akan menyangkalnya karena itu semua benar. Maafkan aku Rin..." Balas Len.
"Ah ya ampun... Kamu sama sekali tidak menyangkalnya ya... Bisakah kamu mengalihkan pikiranku saat ini? Aku sedang pusing memikirkan peristiwa kemarin..."
"Rin, apakah itu berarti kamu sudah jadi milikku?" Tanya Len tanpa ragu.
"A-Apa? Sejak awal aku ini milikmu. Karena aku adalah partnermu bukan?"
"Maksudku.....
Apakah itu berarti...
Kamu sudah sepenuhnya menjadi milikku?"
"Iya." Balasku singkat.
Kemudian Len perlahan mendekatiku. Ia memandang kedua mataku dengan serius.
"Kalau begitu, ayo kita lakukan! Akan kubuat ini jadi malam terindahmu Rin!" Ucap Len.
Tanpa ekspresi, aku pun mulai mencengkram kerah baju Len. Aku mendekatinya hingga nafas Len dapat menyapu wajahku dengan lembut. Aku dapat melihat dengan jelas wajah Len yang bersemburat merah itu.
"Aaa... Rin?" Panggilnya.
"Bukankah kamu yang meminta Len?" Tanyaku sembari membuka kemejanya.
Len hanya terdiam sembari meneguk salivanya. Ia memandangiku yang terus membuka kemejanya perlahan.
Kemudian aku melihat banyak luka yang terpampang jelas di tubuhnya. Bahkan warna kemerahan masih menghiasi luka-lukanya. Perlahan aku mulai menyentuh dadanya.
"Ugh...." Rintih Len.
"Lihat! Bahkan aku hanya menyentuhnya perlahan dan kamu sudah merintih kesakitan seperti ini."
"Ti-Tidak! Aku menikmatinya!" Sangkal Len.
Aku hanya tersenyum dan menghela nafas kecil. Aku kembali mundur dan mengambil kotak obat yang ada di sisiku.
"Ah, jadi kamu menikmati pengobatannya ya? Kamu tidak berpikir bahwa aku akan melakukan 'hal itu' bukan, Len mesum?" Ejekku.
"A-Apa? Kau mengelabuiku ya?"
"Ohya? Sejak kapan? Aku hanya ingin memastikan bahwa seluruh tubuhmu terobati. Dasar mesum!"
"Tsk... Rin penipu..." Keluh Len.
Sekali lagi aku hanya tersenyum dan tertawa kecil. Aku mendekati Len dan mencium bibirnya dengan singkat. Len yang awalnya cemberut, kini ia memandangku dengan wajahnya yang berseri.
"Kamu sedang terluka Len.... Kita tidak akan melakukannya hingga kau pulih dengan betul!"
"Jangan bilang kau takut?" Ejek Len.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anata no pātonā (Your Partner)
Fantasía[Highest rank: #1 - vocaloid] Setiap tindakan kita pasti dicatat dan akan dihitung pada suatu hari nanti. Dan dari semua itulah yang akan menentukan kehidupan kita selanjutnya. Lalu pertanyaannya, siapakah yang mencatat semua tindakan kita itu? Apa...