Part 40

102 19 0
                                    

"Huweeeeekkkk...."

Suara muntahan itu terdengar begitu lantang hingga penghujung ruangan. Len yang sedang berada di dapur dengan segera berlari menuju kamar mandi yang letaknya berada di lantai 2 dekat kamar Rin. 

Bruaakkk...

"RIN!" Panggil Len dengan lantang sembari mendobrak pintu kamar mandi tersebut.

"Ah Len... Jangan membuatku terkejut begitu dong." Ucap Rin santai.

"A-Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Len sembari membungkukkan punggungnya untuk memijat kedua bahu Rin.

"Tentu aku akan baik-baik saja jika aku tidak mencoba masakanmu tadi. Maafkan aku Len, tapi rasanya benar-benar..." Ucap Rin terpotong.

Rin membungkam mulutnya kembali karena merasa mulai mual lagi. Ia berusaha menjaga perasaan Len namun semua sia-sia ketika Rin mulai muntah.

"Ummm..." Gumam Len cemas.

"Haha... Lain kali ijinkan aku saja yang memasak ya? Aku masih kuat dan semua akan baik-baik saja, Len." Ucap Rin dengan nada lembutnya untuk menenangkan Len yang masih saja berwajah syok.

"Ah... Maafkan aku Rin. Aku hanya ingin merasa berguna setidaknya untukmu dan anak kita." Ucap Len diselingi senyum kecilnya yang begitu polos.

Namun Rin merasa begitu gemas ketika melihatnya tersenyum seperti itu. Tanpa peringatan, Rin dengan segera memeluk Len dengan erat.

"Kamu wangi, Len."

"Ah, haha... Tentu saja." Ucap Len dengan bangga.

"Iya. Aku sangat suka dengan wangi tubuhmu ini. Aku akan selalu mengingat wangi ini agar kelak anak kita nanti bisa sewangi ayahnya." Ucap Rin dengan senyum kecilnya.

"Aku tidak sabar menantikan waktu itu." 

"Iya, aku juga tidak sabar untuk segera bertemu dengannya."

Kemudian Len perlahan mulai menggendong tubuh Rin. Rin hanya terdiam memasang wajah terkejutnya. Namun ia tidak berani menolak karena kondisi tubuhnya yang memang makin melemah dan tak sanggup berdiri sendiri.

"Baiklah tuan putri. Jika terlalu lama di kamar mandi, kamu bisa sakit. Jadi bagaimana bila kita lanjutkan pembicaraannya di kamar saja?" Tanya Len sembari menggendong Rin ala  bridal style.

"Hmmm boleh..."

~~~

"Hei Len, kamu akan memberi nama apa untuk anak kita nanti?"

"Nama ya? Aku belum terlalu memikirkannya." Balas Len sembari mendongakkan kepalanya.

"Huh... Kita harus persiapkan nama untuknya. Setidaknya nanti kita tidak perlu bingung lagi."

"Aku mau ada nama Rin di namanya, hehe." Sahut Len sembari mengunjukkan senyum lebarnya.

"Ahaha... Kalau begitu aku juga mau ada nama Len di namanya."

"Hahaha... Bagaimana kalau Lenrin?" Ucap Len dengan polos.

Pletak...

Walaupun Rin memiliki kesehatan yang cukup buruk saat ini, namun ia memiliki sedikit kekuatan untuk memukul Len. Len pun dengan segera mengelus kepalanya dengan sedikit tawaan. Namun ia sama sekali tidak merasa keberatan karena telah dipukul oleh Rin.

Bip... Bip...

Suara pengingat itu muncul dari handphone milik Rin yang tengah berdering di atas meja. Dengan segera Len berdiri dan mendekati meja belajar yang terletak di pojok ruangan dekat jendela. Handphone tersebut merupakan milik Rei yang telah diberikan pada Len dan Rin untuk sementara. Karena saat ini Rei berada di tempat yang cukup 'jauh', maka mereka membutuhkan komunikasi yang cepat dan cukup simpel.

Anata no pātonā (Your Partner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang