Normal POV
3 bulan pun berlalu.
Perut Rin mulai tampak sedikit membesar dibandingkan sebelumnya. Rin terus menerus berusaha menjaga kondisi tubuhnya yang semakin hari makin melemah. Sedangkan Len terus menerus menjaga Rin dengan penuh kecemasan.
Ting tong....
"Ah, itu pasti dia." Ucap Len sebelum berlari ke pintu.
Krieettt...
Tepat ketika ia membuka pintu, tampak seorang pria yang sedang berdiri dengan tegap. Pria itu menyodorkan sebuah bungkusan plastik padanya sebelum memasuki rumah Rin.
"Ah, kenapa kamu lama sekali Rei?" Keluh Len sembari menutup pintu.
"Di jalanan sedikit macet. Ada kawanan bebek sedang menyeberang." Balas Rei malas.
"Hei! Aku serius!"
"Aku juga, bodoh!"
"Wah, ada Rei rupanya." Sahut Rin tiba-tiba.
Ia berjalan perlahan mendekati kedua lelaki yang tengah beradu argumen itu. Seketika pandangan kedua lelaki itu beralih ke arah Rin. Kemudian Rei menatapi Rin dengan tatapan sayu. Tubuh Rin mulai kurus dan wajahnya tampak pucat. Rei pun hanya menghela nafas kecil dan mengelus kepala Rin perlahan.
"Bagaimana kabarmu Rin?" Tanya Rei basa-basi.
"Ah aku hanya sedikit demam saja. Selebihnya kami baik-baik saja." Jawab Rin diiringi senyum kecilnya.
"Kami? Jika yang kamu maksud adalah Len, aku sungguh tidak peduli." Ucap Rei.
"Hei!" Sahut Len kesal.
"Ahahaha... Kalian berdua sungguh akur." Tawa Rin.
""Tentu tidak! (Tidak terima kasih!)"" Jawab Len dan juga Rei bersamaan.
Rin hanya tertawa melihat kedua lelaki itu sama sekali tidak akur. Namun tiba-tiba Rin terbatuk dan mengubah suasana seketika.
"Ah, minumlah obat dulu Rin. Tadi Rei sudah mampir untuk membelikanmu obat. Aku akan mengambil air." Ucap Len sembari berjalan ke dapur.
Sedangkan Rei menuntun Rin ke kamarnya. Tubuh Rin cukup panas ketika Rei menyentuh tangannya. Raut wajahnya seketika menjadi cemas.
"Bagaimana kabar janinnya?" Tanya Rei mengalihkan.
"Aku harap ia baik-baik saja."
"Kenapa tidak pergi ke dokter saja untuk memastikan kesehatanmu dan janinmu?" Tanya Rei sembari menyelimuti tubuh Rin yang sedang merebahkan diri.
"Aku... Sudah pernah melakukannya. Saat itu Len menemaniku ke dokter. Tapi..."
"Tapi kenapa?"
Duaaakkkk....
"Hei! Jangan desak istriku yang sedang sakit, Rei!" Ucap Len kesal sembari menghentakkan kakinya.
"Aku hanya memberi sedikit saran, bukan ada maksud lain." Balas Rei.
"Sekarang minumlah obat ini dulu Rin." Ucap Len.
Kemudian Rin duduk dan mengambil obat itu dari Len. Ia meneguk obat tersebut disusul oleh air mineral.
"Hei kalian, apa tidak pernah melihat orang minum obat ya?" Tanya Rin usil.
""Apa?"" Tanya Rei dan Len bersamaan.
"Fufufu, habis kalian menatapku terus-menerus. Sudah aku bilang, aku baik-baik saja."
Kemudian mereka bertiga sempat terdiam canggung. Rasa cemas Rei dan Len yang berlebihan itu justru terasa sedikit mengganggu Rin. Namun Rin mengabaikannya dan kembali merebahkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anata no pātonā (Your Partner)
Fantasy[Highest rank: #1 - vocaloid] Setiap tindakan kita pasti dicatat dan akan dihitung pada suatu hari nanti. Dan dari semua itulah yang akan menentukan kehidupan kita selanjutnya. Lalu pertanyaannya, siapakah yang mencatat semua tindakan kita itu? Apa...