04.Sorry

2.9K 484 14
                                    

Ini sudah memasuki hari yang kedua dikediaman Lee. Jisung enggan rasanya untuk keluar kamar, ia takut. Meskipun seringkali ingin menghubungi ibu atau temannya untuk menceritakan tentang kejadian semalam. Jari jemari Jisung tak kuasa untuk melakukannya, antara takut kalau ia yang akan menjadi santapan dari pemilik rumah atau takut dengan karier sang guru yang mungkin akan hancur.

Kini dengan sedikit ragu Jisung memberanikan dirinya untuk turun dari ranjang dan keluar dari kamar.

Ceklek

"Berhentilah pindah-pindah tempat h-hyung, aku takut!" Jisung yang terkejut memejamkan matanya karena si pemilik rumah tiba-tiba muncul tepat dihadapannya yang baru saja membuka pintu kamar.

"Sepertinya aku harus pindah dari sini" ujar Minho.

"J-jangan" entah keberanian darimana, Jisung melingkarkan lengannya kepada pinggang Minho yang sudah membelakanginnya.

"Tapi berjanjilah kau tidak akan berbicara tentang diriku kepada siapa-siapa" sang empunya badan berbalik membuat Jisung salah tingkah ditambah pipinya yang langsung menjadi merah memanas.

"Ah terkutuklah pipi ini" batin Jisung.

"Baiklah aku janji" Jisung menenggelamkan wajahnya pada dada bidang milik orang yang sedang dipeluknya.

"Kalau yang lain sampai tau, aku tidak segan-segan menghisap habis darahmu"

Jisung melepaskan pelukannya, mendorong kuat-kuat pria tersebut. Sedangkan Minho hanya tertawa kecil melihat tingkah Jisung dan menyambutnya lagi dalam pelukan, yang kali ini ditambah dengan mengusap kepala Jisung dan seringai di wajahnya.

~

"Apakah menyenangkan jika hanya menengguk darah?" Ucap Jisung ditengah mulutnya yang sedang menguyah makanan dari paket makan siang yang dipesankan Minho melalui delivery order.

"Kau mau tau rasanya? Aku bisa merubah dirimu menjadi sepertiku"

Jisung menghentikan aktivitasnya, dan siap-siap beranjak dari tempat duduk.

"Hyung hanya bercanda, habiskanlah makanan mu" lanjut Minho sambil terkekeh, senang sekali rasanya mengganggu anak yang duduk disebrangnnya.

"Kenapa Hyung berbeda sekali jika dirumah dan disekolah?"

"Mungkin.....karena aku menyukaimu?" Lagi-lagi Minho menggodanya disertai tertawa kecil di akhir pembicaraan.

Deg

"Hei aku bisa mendengar suara detak jantung itu" saut Minho dari sebrang Jisung. Memang dasar, vampire yang satu ini seperti tidak tahu situasi dan kondisi.

Wajah Jisung merah padam, meninggalkan Minho diruang makan. Pergi menuju kamar pemilik rumah, membanting tubuhnya pada ranjang dan menutup rapat dirinya dengan selimut.

"Menyebalkan" gumamnya dari dalam selimut.

"Siapa yang menyebalkan?"

"Yak, hyung! Sudah kubilang berapa kali, jangan muncul tiba-tiba, kau kan punya kaki" cicit Jisung yang mencoba menetralkan napasnya yang sedikit memburu akibat terkejut.

"Mengapa? Kau iri?" Minho menaikan alisnya sebelah.

"Iya lah! semua orang pasti ingin punya kemampuan kayak gitu" Jisung mengerucutkan bibirnya, melipat lengannya didepan dada dan menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.

Wajah Minho makin mendekat kepada anak tersebut. "Jadi kau siap?" Kilatan merah muncul pada iris matanya.

"Aku masih ingin makan nasi!" Jisung mendorong tubuh Minho yang semakin mendekat padanya. Sedangkan Minho posisinya sudah duduk dipinggiran ranjang dengan tatapan kosong.

"H-hyung?" Jemari Jisung menyentuh lengan yang lebih tua. Disisi lain yang disentuh tidak menoleh.

"Maafkan aku hyung" Jisung kembali memeluk orang tersebut, menyesali perkataan yang keluar dari mulut cerewetnya.

~

Di sore hari ini, Jisung tengah asik mengerjakan projek prakaryanya. Karena bingung tidak ada kerjaan, Jisung memutuskan untuk membawa tugas akhir tahun tersebut ke rumah milik tetangganya.

Disisi lain ada Minho yang tengah serius berkutat dengan laptop yang berlogo apel kegigit itu. Mereka sedang berada diruang tengah, dan sibuk dengan urusannya masing-masing.

Menggunting, menempel dan merakit itulah kesenangan anak kecil, tapi beda halnya dengan Jisung ia malah menikmati pekerjaannya dan sesekali suara senandung keluar dari mulutnya.

"Akh" ringkih Jisung pelan, setelah pisau cutter yang masih terlihat baru menggores jari lentiknya.

Mata Jisung was-was, melihat ke arah Minho yang sudah menatapnya dari tadi.

"H-hyung" panggil Jisung pelan, yang dipanggil menghilang dari tempatnya.

"Mana tanganmu? Biar Hyung obati" Seketika Minho datang dari belakang dan membawa kotak p3k yang entah darimana.

"T-terima kasih"

"Tenanglah hyung sudah hidup lebih dari ratusan tahun, jadi sudah bisa mengendalikan diri" Minho membalas wajah Jisung yang penuh ketakutan.

"Bahkan hyung sudah pernah menjadi dokter, kau pikir seumur hidup hyung hanya menjadi guru fisika?" Lanjutnya dengan terkekehan kecil diakhir ucapan.

Jisung menghela napas lega.

"Waktu aku jatuh dari tangga, apakah hyung datang hanya karena mencium bau dari darahku?"

"Mungkin bisa dibilang iya" jawabnya. Mata dan tangan masih fokus kepada luka Jisung yang tengah diobatinya meskipun kadang muncul kilat merah dimatanya.

"Oh ya tentang c—ciuman kemarin-" Lanjut Jisung terbata-bata, tangan satunya menggaruk tengkuknya yang jelas tidak gatal sama sekali.

"Hanya sekedar mencicipi, darahmu manis sekali" balas Minho dengan wajah datar namun tetap tampan, seakan dirinya berkata dengan jujur.

"Tapi hyung mengambil first kiss ku"

"Kau bilang yang kemarin itu adalah ciuman? Dasar anak kecil" Minho mendecih, tangannya mengacak-acak rambut Jisung gemas karena remaja yang ada dihadapannya terlampau polos mengenai hal—

"Ingin kutunjukan ciuman yang sesungguhnya?" Minho memajukan bibirnya, sedangkan yang ditawari malah mendorong bibir tersebut menjauh dengan tangan.

"Dasar vampire mesum" batin Jisung disertai jantungnya yang sudah berdetak tidak karuan.

WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang