13. Memory (1)

2.6K 376 19
                                    

Jisung tak henti-henti nya melamun sejak perkataan Minho. Tidur tak nyenyak, makan tak kenyang, dan masih banyak lagi efek samping dari perkataannya.

"Lee Jisung? Apa maksudnya?" Ujar batinnya yang sedari tadi bertanya-tanya mengenai seorang yang bernama Jisung dengan marga Lee didepannya. Jisung sendiri sempat berpikir apakah ia adalah Jisung dimasa yang lalu atau renkarnasinya dahulu.

Semenjak malam itu juga, Jisung bermimpi tentang hal-hal aneh. Mulai dari dirinya yang jauh berbeda dengan yang sekarang dan mengikat janji suci dengan Minho dihadapan banyak orang. Bercita-cita untuk memiliki seorang anak sampai ia mati ditangan orang lain.

Dan sampai itu juga, Jisung tau bagaimana cara nya ia mati di kehidupannya yang dulu, Minho yang menangisi kepergiannya hingga ia merasakan bagian lehernya yang sering sakit ketika mengingat mimpi aneh tersebut.

Kalau mau tahu bagaimana ia bisa mati, karena penyebab kematiannya adalah dirinya yang dipenggal dihadapan oleh orang banyak karena dituduh sebagai mahkluk penghisap darah. Miris? Sungguh miris, dan diantara orang-orang itu, ia melihat seorang pria yang menjadi profokator penggerakan masa untuk membunuhnya. Wajah seorang pria itu sangat nampak tidak asing baginya. Jisung kenal sekali siapa pemilik wajah itu, tapi...

"Jisung!"

"Oh hai"

"Lesu banget sih"

"Iya nih, kayanya karena dingin deh" Ucap Jisung sambil memeluk tubuhnya sendiri dan mengusap-usap lengannya guna mencari kehangatan.

Iya, sekarang sudah memasuki musim dingin, jadi gak heran kalau diluar sana orang-orang udah pada pake padding coat buat menghindar dari suhu yang hampir di bawah nol drajat celcius ini. Contohnya Jisung, meskipun berangkat dan pulang sekarang membawa mobil, dia gak lupa bawa jaket, sweater, atau padding coat yang ditaruh dikursi belakang.

Meskipun baru pertengahan bulan November, Jisung rasanya udah gak sabar buat nikmatin liburan musim dingin. Apalagi eomanya udah buat janji kalau musim dingin, mereka akan liburan ketempat hangat seperti di Bali. Tapi sampai sekarang aja mereka jarang pulang, gimana mau jalan-jalan nikmatin liburan? "Huft".

"Felix, Jeongin ke kelas yuk, dingin tau—hatchi" nada Jisung bergetar, tangannya bergerak untuk menggaruk hidungnya yang gatal akibat bersin.

"Tunggu sebentar, kopi nya belum jadi"

Jisung mengangguki perkataan Jeongin, dirinya melirik sekitar kepada keadaan cafe depan kantin yang terbilang sepi karena masih pagi. Namun matanya membola seketika disaat dirinya melihat Hyunjin yang tengah berjalan diudara yang dingin ini dengan seragam saja tanpa pelindung luaran.

Segera ia menghampiri Hyunjin dan menariknya kepada area samping kantin tanpa diketahui oleh temannya yang sedang asik menunggu pesanan. "Gila ya lu? Mau dibilang apaan kalau gak pake jaket atau sejenisnya pas cuaca dingin kaya gini?" Ocehnya yang membuat Hyunjin merotasikan kedua bola matanya malas.

"Ck, minggir"

Jisung hampir terhuyung dikala Hyunjin mendorong tubuhnya untuk menyingkir, tapi untung saja keseimbangannya cukup bagus. "Kalau Jeongin tau diri lu yang sebenernya, jangan salahin gue ya" Cekalnya yang sempat mengenggam pergelangan tangan Hyunjin dan berjalan meninggalkannya di sana.

~

"Hyung?!"

Jisung lagi dirumah tetangganya, hubungan mereka juga semakin membaik dan Minho jadi sering memperhatikannya di rumah hingga di sekolah, sampai Jisung merasa agak sedikit risih mulanya. Terlebih lagi kedua orang tuanya yang jarang pulang, membuat Jisung lebih betah dirumah tetangganya daripada dirumah sendiri.

Minho hanya terkekeh kecil melihat Jisung yang memberontak kepadanya. Kepalanya sedang bersandar di paha Minho, dirinya yang tengah fokus kepada layar ponselnya tiba-tiba ada sebuah bantal sofa mendarat pada permukaan wajahnya. Raut wajahnya merenggut kesal, mengambil posisi duduk dan melipat tangannya di depan dada.

Melihat Jisung yang sedang kesal bukan membuat Minho iba atau semacamnya, malahan yang ada malah menangkup wajah Jisung dan mencubit kedua pipi gembil itu cukup keras yang membuat pemiliknya mengaduh kesakitan. "Aish—akh—lepasin!"

Jisung melepas kedua tangan itu dari wajahnya, melempar bantal tepat pada wajah Minho dan bangkit berdiri, berniat untuk pergi dari sana karena mood nya yang telah hancur.

"Eits, mau kemana?" Tangan yang lebih tua berhasil menggenggam pergelangan tangan yang lebih muda.

Tatapannya sinis, menarik pergelangan tangannya untuk lepas dari sana, namun nihil. Tenaganya yang ia rasa cukup kuat tidak sebanding dengan makhluk yang berada bersamanya saat ini. Terkadang Jisung juga lupa bahwa yang sedang bersamanya bukan lah manusia, melainkan sebuah makhluk yang menghisap darah.

Sret

"Akhh!"

Dalam hitungan milidetik, Jisung sudah terbaring di sofa dan berada dalam kukungannya. Air mukanya memerah padam, kedua maniknya ia alihkan supaya tidak menatap sang dominan. "L—lepasin! Ngapain sih?!"

Yang ditanya tidak menjawab, mendekatkan dirinya pada Jisung dan menjatuhkan badannya tepat diatas tubuh si sub. Kemudian memeluk erat sambil mengendus-endus dekat leher Jisung yang membuatnya terkikik geli karena deruan napas yang keras.

"Ahhhh—Hyung berattt, bangun! Kalau haus sana ambil dikulkas"

Yang diatas sana masih juga belum merespon. Jisung makin kesel dibuatnya, ditambah masih ada perasaan takut juga sama makhluk yang sedang bergerak-gerak diatas tubuhnya. "Aku nangis nih"

Ucapannya sungguh mujarab, si vampire sudah melepas kan lidahnya dari permukaan leher manusia yang berada dibawah tubuhnya. Lalu beralih untuk memeluk tubuh itu, dan menaruh kepalanya diatas dada Jisung. "Maaf" lirihnya yang terdengar sangat menyesal.

Tangannya ia arahkan kepada punggung lebar itu, mengusapnya perlahan. Dirinya sedikit gelisah, karena si vampire tak kunjung melepaskan pelukannya yang terlampau erat, ditambah lagi dengan tubuh yang berada diatasnya bisa dibilang cukup berat.

Dug

"Sssshhhhhh—" Minho yang mengaduh kesakitan.

Jisung salah tingkah, gak sengaja dirinya menendang selangkangan vampire itu dengan dengkulnya. Wajahnya kembali merah padam. "M—mmaaf Hyung, gak sengaja. Makanya turun, berat tau!"

"Eeeeehhhh, Hyung! Kok keras?!"

Kepala Minho mendongak, mendapati Jisung yang wajahnya sudah memerah tidak karuan. Matanya berkilat ungu, bangkit dari posisinya dan kembali mengukung tubuh itu. Tatapannya berubah menjadi tatapan lapar kepada manusia yang masih berada dibawahnya.

Jisung menenggak ludahnya kasar, keringat dingin mulai keluar bercucuran membasahi pelipisnya. Kedua matanya terpejam, dan tangannya berusaha mendorong tubuh Minho supaya tidak mendekat.

Dan tanpa Jisung sadari, kedua bibir itu sudah menempel satu sama lain. Menyesap sampai mengigit kecil bibir ranum itu hingga Jisung terpaksa membuka mulutnya. Benda tak bertulang tersebut bebas masuk menyelusup rongga mulut seorang yang berada dalam kukungannya.

"Hmmph" suara memberontak tersebut malah terdengar seperti leguhan dikala Minho semakin gencar mengerjai mulut itu.

Dengan sekuat tenaga Jisung mengumpulkan kekuatannya dan mendorong tubuh Minho untuk menjauh. "Hhh—hhh, cu—kuphh—hhh" dadanya naik turun, meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Dan Minho sungguh lepas kendali disini.

WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang