15. Mating

2.7K 352 34
                                        

Kesal, marah, serta benci. Itulah yang sedang bergejolak dalam benak Jisung sendiri. Ayah dan ibunya pulang membawa berita yang sungguh menyayat hati kecil milik anaknya. Mereka sungguh menjodohkan Jisung, tidak, hanya ayahnya saja yang mengetahui seorang yang akan dijodohkan kepada anak tunggalnya.

Jisung membanting pintu kamar cukup keras. Melemparkan tubuhnya kepada ranjang dan membenamkan wajahnya pada bantal, lalu menangis tersedu-sedu di sana. Bukan ini yang ia inginkan dari kepulangan dari orangtuanya, dan baru kali ini Jisung merasa kecewa kepada mereka.

Ibunya sudah berkali-kali menggedor pintu, dan tak kunjung mendapat balasan dari dalam. Sebenarnya bukan Jisung saja yang merasa frustasi di sini, ibunya juga, karena beliau juga tidak tahu siapa yang akan dijodohkan kepada anaknya sendiri, sebut saja ayahnya gila. Begitu kata Nyonya Han disaat ia adu mulut di ruang tamu dengan suaminya.

"Jisung buka nak"

Tok.. Tok.. Tok..

Dalam tangisnya Jisung menggeleng cepat.

"Kenapa menangis?"

"Hyung?—hiks"

Jisung mengedarkan pandangannya ke sekitar. Namun sayang sekali tak ada seorang disana selain dirinya.

"Temui ibu mu, dan berhentilah menangis. Maaf Hyung tidak bisa menemanimu sekarang"

Bagai terhipnotis, Jisung menuruti apa perkataan Minho yang muncul dalam kepala. Ia mulai meredakan tangisannya. Mengusap kedua kelopak matanya yang basah akan air mata. Lalu bangkit berdiri dan berjalan lurus kepada pintu kamar.

"Mamah—hiks" katanya yang langsung memeluk tubuh sang ibu, buat Nyonya Han sedikit terkejut akan pintu yang terbuka secara tiba-tiba, kemudian membalas pelukkan itu sambil mengusap punggung anaknya.

"Jangan dianggap serius dulu sayang—

mamah juga belum setuju"

Jisung melepas pelukkannya, menatap ibunya intens meski ada keraguan di kedua manik indahnya. "Mah, sebenarnya aku—"

~

Bugh

"Dasar anak nakal" nadanya memekik marah, menatap tajam, serta tangan si ibu menjewer kuping anaknya cukup keras setelah ia memukul punggungnya. "Guru sendiri kamu pacarin?!"

Iya, si Jisung ceritain semua tentang hubungan yang ia jalin dengan tetangga yang sekaligus guru fisikanya di sekolah, dan yang dimarahin cuma meringis sesaat, memegang kupingnya yang panas. "Maaf" cicitnya pelan yaris tak terdengar, sambil menunduk dalam-dalam.

Si ibu menggeleng pasrah. Lalu matanya membola sempurna setelah ia tidak sengaja melihat luka di leher anaknya. "Kamu udah main gigit-gigitan sama dia?!" Dengan tenaganya ia turunkan baju Jisung sampai lengan, bahu juga tengkuk itu dapat terlihat semuanya. Mulai dari bercak-bercak kebiruan dan luka yang belum kering bekas gigitan.

"Ya ampun Jisunggggg! Kamu mamah tinggal sendiri kok jadi begini?!" Sekarang ibunya malah menggeleng tidak percaya, salahkan dirinya yang meninggalkan anak seorang diri di rumah dengan pergaulan yang bebas. Bukan, Jisung bukan seorang anak seperti apa yang dalam bayangannya.

Air muka Jisung merah padam, menahan malu. Meskipun dirinya dinyatakan bersalah, tapi entah mengapa ia tidak merasakan salah sedikitpun. Bahkan si cengeng Jisung tidak menangis di sini. "Hyung bantu aku!"

"Gak bisa dibiarin! Mana guru bejat kamu itu?!"

Tangan Jisung tergerak reflek menahan ibunya yang sedang dilanda amarah supaya tidak meninggalkan dirinya untuk pergi ke rumah sebelah. Sebenarnya percuma saja, sebab Minho sedang tidak ada di rumah sekarang.

Plak

Satu tamparan keras mendarat pada bokong tepos Jisung. "Jangan bilang kamu udah ditidurin?!"Jisung tidak menjawab. Namun setelah melihat gerak-gerik dari anaknya sendiri, ibu itu sudah tahu.

"Ya udah" si ibu memijat kedua pelipisnya. "Kamu yang langgeng sama dia, kalau udah kejadian gak mungkin bisa di ubah" menghela napas cukup panjang, sesudahnya memegang pundak anaknya. "Mulai sekarang mamah cuma bisa doain yang terbaik untuk kalian" finalnya dengan sedikit rasa terpaksa dan tidak rela.

"Mahhh maafin Jisung, Jisung sayang mamah"

~

Malamnya. Mereka sekeluarga telah berdandan rapih dan elegan. Tuan Han ingin menjodohkan anaknya malam ini juga.

Si ibu sudah tegas menolak, namun sang suami menyanggah bahwa ini merupakan kepentingan bisnis diantara dua belah pihak. Rencana pembangunan pusat pembelanjaan sudah selesai, dan sekarang giliran rumah sakit.

Jisung menghela napas cukup panjang. Toh ini hanya makan malam biasa pikirnya. Dan hyung vampirenya sulit sekali dihubungi, dikala Jisung mengirimkan pesan melalui aplikasi chat, ia hanya dibalas singkat dan dalam jangka waktu yang terbilang sangat lama. Berniat ingin menghampirinya saat malam tiba, tapi vampire tersebut menginfokan bahwa ia memiliki acara penting malamnya. Jisung sukses diterpa ke galauan.

Langkah kecilnya membawa Jisung kehadapan sebuah restaurant mewah di pusat kota, dirinya berdiri diantara ayah dan ibu yang mengapitnya ditengah. Ini acara dari keluarga Han, maka dari itu mereka terlebih dahulu yang sampai di sana.

"Pah pulang aja yuk" rayu Jisung sambil menggeleyot pada lengan ayahnya.

"Ngawur kamu" balasnya sambil menjauhkan Jisung dari tubuhnya, lalu membetulkan rambut sang anak yang terlihat berantakan sedikit.

Jisung memberi kode kepada ibunya. Lirikan dua kali cukup membuat ibunya mengangguk paham dan membuat simbol oke dengan tangan kanannya. "Ayo pah pulang aja yuk, lagian Jisung juga udah punya pacar"

Uhuk

"Astaga Jisung, kamu minum aja masih remed" ujar ayahnya setengah panik, ambil serbet yang berada diatas meja, lalu ia gunakan untuk mengelap wajah sampai celana anaknya yang basah.

Tok... Tok... Tok...

Gawat, yang ditunggu sudah datang. Mereka semua langsung bangkit berdiri, bagitu pun juga Jisung yang diangkat paksa oleh ayahnya untuk bangun. Pintu ruangan yang terbuka perlahan buat jantung Jisung berdegup tidak karuan, tapi setelah pintu itu terbuka sempurna, nampak seorang pria terbalut jas hitam rapih, rambut klimis dengan warna abu-abunya, wajah putih pucat serta bibir merah, nampak seperti orang barat campuran asia.

Pintu kembali tertutup. Pria itu segera melangkahkan kakinya kepada mereka, berjalan lurus sambil sesekali mencuri pandang pada anak dari keluarga Han. Menyapanya dengan senyuman dan berjabat tangan setelahnya.

"Perkenalkan, saya Christopher"

WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang