19. Past

1.7K 301 11
                                    

"BUNUH!"

"BUNUH!"

"BUNUH!"

Suara gemuruh rakyat yang penuh akan amarah terdengar ke seluruh penjuru desa. Mereka berarak-arakan berkeliling desa demi mencari dan menangkap makhluk penghisap darah yang sering kali membuat mereka resah dengan membawa obor dan juga garpu rumput dimasing-masing tangan sebagai senjatanya.

.
.
.

"Jisung, aku akan pergi sebentar mencari makan untuk kita" Minho mengecup pucuk kepala istrinya sebelum bergegas darisana. "Kunci pintu rapat-rapat, jangan biarkan orang lain masuk selain diriku" ujarnya yang disambut oleh anggukkan kecil dari Jisung.

"Mengerti, hati-hati Minho!"

Jisung segera mengunci pintu rumah rapat-rapat sesuai instruksi dari suaminya. Mematikan setiap lilin yang menyala hampir diseluruh titik rumah, dan hanya menyisakannya dalam kamar untuk menemaninya tertidur hingga suaminya datang untuk membangunkannya.

Kedua manik indahnya mulai terpejam, merasakan usapan lembut dari telapak tangannya yang berada diatas perut buncit miliknya. "Tidur nyenyak sayangku" dan setelahnya Jisung larut dalam mimpi.

.
.
.

"ITU RUMAHNYA! DIA MENYEMBUNYIKANNYA DISANA!"

Seorang pemuda itu tidak henti-hentinya berteriak memberikan petunjuk menyesatkan kepada warga lain yang telah tersulut api kemarahannya. Mereka secara serempak menjunjung tinggi obor dan alat yang mereka bawa itu di udara.

Bukan dengan ketukan lagi didepan pintu. Melainkan dengan sebuah dobrakan keras kepada pintu yang terbuat dari bahan besi dan kayu tersebut. Membuat seorang yang baru saja terlelap di dalam sana segera bangkit, dan melangkah dengan ketakutan dan was-was menuju pintu depan seraya memegang janinnya yang masih muda di dalam perut.

BRAK

Pintu terdobrak sesungguhnya, dan menampakkan Jisung yang sedang dalam mode terkejutnya dengan air mata yang sudah menggenang dikedua pelupuk matanya.

"TUNGGU APALAGI?! TANGKAP DAN PENGGAL PENGKHIANAT ITU!"

Jisung benar-benar tidak bisa bergerak ditempat. Melarikan diri puluhan pasang mata yang menatapnya penuh benci dan dendam bukanlah ide yang tepat. Dirinya pasrah begitu saja digeret keluar dan diikat pada bagian leher, kaki, juga kedua tangannya.

"H—hyunjin, teganya kau" lirihnya sambil menatap nyalang kepada pria yang dimaksudnya, sebelum ia diseret ke jalanan menuju balai desa.

Semua tubuhnya mati rasa. Jisung hanya menangis dalam diam seraya mengucapkan kata Minho berkali-kali dalam doanya. Perutnya tidak bisa lagi ia genggam, cukup dengan pandangannya saja ia bisa menyakinkan bahwa anaknya baik-baik saja di dalam sana.

Ia benar-benar tidak menyangka. Orang terdekatnya yang malah menjadi penggerak dibalik semua ini. Sesekali manik sendunya menatap Hyunjin yang berjalan bersampingan dengannya. "Hyunjin, aku memaafkanmu" ucapnya lirih sekali lagi.

Tubuh itu mulai diangkat paksa ke atas panggung lalu dimasukkan ke dalam pasung. Jisung sudah tidak bisa berbuat apalagi disana selain menangis, membiarkan kedua tangannya terikat, juga lehernya yang terletak diantara pisau tajam yang terdapat tepat diatas lehernya.

Menyaksikan ribuan pasang mata yang menatapnya penuh kebencian, dan membiarkan buah-buahan sampai telur busuk menghujami tubuh mungilnya. Lalu kedua mata itu mulai terpejam secara perlahan, mengingat kembali masa-masa ia baru dipertemukannya apa itu cinta dan Minho, juga seorang anak dalam kandungan yang tercipta akibat dari buah kasih sayang yang tulus diantara keduanya.

"Sekali lagi, Hyunjin aku memaafkanmu—dan untuk suamiku, aku sangat mencintaimu, terlebih kau anakku"

Buruan dalam genggamannya terhempas begitu saja ketanah setelah melihat rumah yang telah menjadi impiannya selama ini hangus terbakar oleh bara api yang menyala-nyala.

"LEE JISUNG! ANAKKU!"

Minho menangis tersedu-sedu disana sambil berlutut, namun atensinya segera beralih kepada pusat balai kota yang penuh germelap cahaya dan kebisingan. Dirinya segera menuju ke sana berniat mencari bala bantuan.

Namun naas, diaana Minho malah melihat secara jelas dengan matanya sendiri bahwa kepala istrinya terpenggal dan jatuh menggelinding kepada keranjang kayu dibawahnya.

Emosinya memuncak sejadi-jadinya. Minho memejamkan kedua matanya dan seluruh khalayak ramai disekitarnya mulai berjatuhan ke tanah akibat tak sadarkan diri, begitu juga dengan obor yang orang banyak itu pegang dalam genggamannya ikut terjatuh dan mulai membakar tubuh dari mereka masing-masing.

Kobaran api mulai menjalar ke seluruh penjuru desa. Dapat dipastikan tidak ada manusia yang hidup selain pemuda yang tadinya berdiri di atas panggung samping mayat istrinya yang kini sudah berada di bawah untuk menyelamatkan seseorang dari kobaran api.

"JEONGIN SADAR! BANGUN JEONG—akh"

Napasnya tercekat, akhirnya pria itu menyadari akan keberadaan Minho setelah ia membuatnya secara paksa menatap akan keberadaannya. Tubuhnya mulai terangkat lagi ke tempat dirinya semula berada, dan Minho menghampirinya dengan tatapan penuh amarah serta gigi taring yang telah mencuat keluar.

"K—kau, t—tega ssssekali Hwang Hyunjin!" air mata lolos membasahi kedua pipinya, Minho semakin mempereat cekikan itu ditambah lagi dengan kuku-kuku panjangnya yang sudah mulai menancap dileher tersebut.

"Hhhhhhh"

Disela isakkannya, Minho mulai tersenyum pahit kearah manusia sekarat yang sudah dalam genggamannya. "Kau harus merasakan apa yang istriku rasakan" Minho melepaskan tangannya dari sana dan beralih kepada tubuh istrinya.

Membaringkan tubuh tak bernyawa itu kepada peti mati yang memang telah disediakan disana sambil diikuti tangisan dikala ia mencoba menyatukan kembali antara tubuh dengan kepala istirnya yang sudah terbelah menjadi dua bagian yang berbeda.

"Maafkan aku istriku, anakku, aku sangat mencintai kalian, aku tahu aku bodoh dan ceroboh tapi tolong berikan aku kesempatan jika kita bertemu lagi" Minho mengecup singkat bibir yang sudah berubah pucat dan biru itu, dan setelahnya beralih kepada kening istrinya sebelum ia menutup peti tersebut yang masih diringi oleh tangisan.

Urusannya tidak berhenti sampai situ saja, masih ada satu iblis kecil yang masih harus diurusnya. Minho kembali kepada Hyunjin yang masih kesulitan untuk bernapas. "Mungkin mengubah dirimu jadi sepertiku adalah tindakan yang tepat untuk membuatmu merenungkan atas tindakan kejimu itu"

"T—tidak! Bbbb—bunuh sss—saja ddd—diriku—hhhh"

Minho tak mempedulikan suaranya, mulai mengangkat tubuh tak berdaya tersebut, menggigit leher itu dengan kedua taring panjangnya lalu menghisap habis darah darisana tanpa tersisa sedikitpun.

"Selamat datang didunia yang baru Hwang Hyunjin, dimana neraka akan selalu bersamamu"

WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang