14. Memory (2)

2.3K 344 2
                                    

Jisung terkulai lemas di atas ranjang. Aktivitas semalam cukup melelahkan, vampire itu, memiliki libido yang tak henti-hentinya mereda. Jisung kewalahan, terlebih lagi disaat dirinya 'ditiduri', Minho menggigit leher serta bagian dada miliknya sampai berdarah dan ia kehilangan cukup banyak darah di sana.

Cahaya matahari yang masuk dibalik tirai cukup menyilaukan mata. Sambil mengusap matanya perlahan, Jisung mulai bangkit dari tempatnya, mengambil posisi bersandar pada head board sambil mendesis pelan merasakan luka dihampir sekujur tubuhnya.

"Dasar vampire sialan"

Asal kalian tahu, vampire yang disebelahnya itu tidak tertidur sama sekali. Dirinya hanya menatap Jisung semalam suntuk, memperhatikan setiap inchi seorang yang sangat spesial baginya, mulai dari kepala sampai ujung kaki, semua sempurna dimatanya. Namun dikala Jisung mulai bergerak gelisah dan membuka matanya, Minho dengan cepat menutup mata, berlaga ia seperti sedang tertidur. Tanpa Jisung sadari, vampire itu mendengar dengan jelas apa yang ia katakan semuanya.

Sret

"Akh—lepas!"

Minho menarik tubuh itu kembali ke dalam selimut. Keduanya saling menatap, Jisung dilanda merona di masing-masing pipinya. "Jaga ucapanmu" bisiknya sambil tersenyum dan mengecup bibir plum itu sekilat.

Tangan Jisung terarah untuk memegang wajah wajah pria itu. Mengusapnya perlahan mulai dari dagu, sampai pada kedua pipi tersebut dan menariknya cukup kuat. "Vampire jelek" Jisung tertawa terbahak-bahak selepasnya, sedangkan yang ditertawakan merenggut kesal dan langsung mengkukungnya. Oh ya, mereka dalam keadaan tidak berpakaian sama sekali.

Melihat milik Minho menggantung di sana, pipi Jisung kembali bersemu merah. "Hyung—" Mino terkekeh kecil, lalu mengangkat tubuh Jisung dengan mudahnya ke dalam kamar mandi.

~

Malam ini Jisung merasa senang sekali, wajah penuh gembira serta suara senandung yang tak lepas dari gumamnya. Iya, Minho baru saja mengajaknya untuk menyaksikan salju pertama turun di tahun ini.

Semua sudah siap. Mulai dari baju hangat, padding, celana panjang, topi, sarung tangan. Untuk menghadapi cuaca dingin dengan suhu dibawah nol derajat celcius.

Langkah senangnya membawa Jisung kembali ke rumah Minho. Tak ada ketukan. Jisung langsung menyelusup masuk mencari keberadaan vampirenya.

"Hyung?" Seluruh ruangan gelap gulita. Hanya terlihat seberkas cahaya yang muncul di dapur, itupun remang-remang. Jisung berjalan perlahan sambil mengeratkan pegangannya pada tas jinjing yang ia pinggul dengan bahunya.

Suasana mencekam dirumah ini sangat kentara, membuat Jisung sedikit takut. Begitu ia sampai pada tujuan, dirinya tidak melihat siapa-siapa di sana, pintu kulkas terbuka, buat Jisung menyerit heran. "Kenapa dibiarkan terbuka?"

Brak

Tubuh Jisung terbawa kesudut ruangan, menubruk dinding cukup keras. Matanya reflek terpejam karena terkejut merasakan sakit dibagian punggung.

Minho pelakunya. Mata berkilat merah serta bercak darah yang menghiasi sudut bibir juga gigi taringnya, ia sedang mengkukung Jisung dengan tatapan lapar. Dan Jisung berhasil dibuat menangis ketakutan di sini.

"Loh kok nangis?"

"A—abisnya nyeremin sih"

Tangan Minho tergerak untuk mengusap butiran air yang keluar dari kedua sudut manik Jisung. Tersenyum, lalu tak lupa untuk mengusak rambutnya juga karena gemas.

"I—itu, taringnya ilangin dulu"

Minho terkekeh, kemudian membawa Jisung ke dalam pelukan. "Maaf, hyung gak tau kalau gini bisa buat kamu nangis ketakutan" ujarnya seraya mengusap punggung Jisung.

"Ya udah yuk jalan"

"Eeee—bentar, bersihin dulu darahnya"

~

Suasana di tempat itu begitu ramai. Banyak orang, dan Jisung semakin merapatkan diri kepada Minho supaya tidak terpencar.

Kemudian keduanya mengambil tempat duduk dipinggir taman yang mulai terlihat agak sepi. Terduduk di sana sambil menatap langit dan juga khalayak ramai di depan mata mereka.

Jisung menyenderkan kepalanya kepada bahu Minho, dan dibalas usapan halus olehnya. Tunggu, jantung Jisung mulai berdegup tidak karuan. Pelindung tebal yang ia pakai ditubuhnya untuk menangkal suhu dingin mulai menjadi gerah.

Minho yang heran melihat tingkah laku Jisung yang bergerak kesana kemari memutuskan untuk melontarkan pertanyaan. "Kenapa? Mau pulang?"

Jisung terkesiap. "Enggak kok! Cuma—"

"Cuma apa?"

Jisung menganga cukup lebar. Jujur saja, disaat Minho menoleh kepadanya batin Jisung berkata bahwa Minho terlihat sangat tampan malam ini. Dan tanpa sadar kedua pipi gembilnya merona kemerahan.

"I—itu, saljunya turun" ucapnya asal guna mengalihkan pembicaraan, dan benar saja salju turun saat itu juga. Jisung bangkit berdiri, mencoba menggapai butiran salju yang jatuh kepadanya. Menampakkan senyum lebar sampai-sampai Minho ikut tersenyum.

"Jisung" tangan dingin Minho meraih telapak tangan Jisung yang terbalut rapih oleh sarung tangan tebal. Ikut bangkit berdiri, lalu berjongkok dengan satu kaki dan kepala mengadah menatap Jisung penuh arti.

Sekelebat potongan memori kembali menghampiri kepala Jisung. Tentang bagaimana keadaan dirinya pada masa lampau dengan keadaan yang sama seperti saat ini. Entah apakah ini memang kebetulan atau sebuah takdir yang sesungguhnya. Minho berlutut dihadapannya, disaat salju pertama turun, mengungkapkan isi hatinya kepada Jisung yang dibalas dengan anggukan seperti saat ini.

Mereka resmi menjalin sebuah hubungan. Minho memeluknya dengan erat, kemudian berakhir dengan lumatan penuh cinta dibibir.

WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang