Eight

4.6K 351 2
                                    

Mau bacanya lebih seru? Vote dulu deh, pasti bakal seru karna mbak Uti bakal apdet cepet. Wkwkw (Kagak nyambung) 😂😂

✌✌✌

Evo menggigiti kuku dengan gusar setelah mendengar pengumuman dari ketua timnya pagi ini.

"Lo pasti pengen banget ikut ya, Vo?" dilihat Tia yang menyenggol pelan lengannya.

Evo nyengir penuh arti. "Iya, Ti. Udah lama banget gue gak pulang kampung," jawabnya jujur.

"Tapi emang lo bakal tahan, Vo? Cuma lima orang yang bakal ikut. Termasuk ketua tim galak kita." Kini Fikri ikut nimbrung.

Evo terkekeh mendengar penuturan Fikri yang segera dihadiahi pukulan oleh Tia, membuat Fikri mengaduh kesal.

"Jangan julid sama orang ganteng!" sungut Tia.

"Gue juga ganteng kali, Ya," balas Fikri tak mau kalah.

Tia menampilkan wajah tak terima. "Talk to my hand!"

Evo hanya menggeleng mendengar perdebatan rekan kerjanya ini.

"Gimana pun gue tetep pengen ikut ke acara seminar dan workshop ini, Fik. Gue kangen sama bapak ibu gue di kampung. Kan enak pulang kampung tapi kagak ngongkos." Evo menaik turunkan alisnya dengan wajah menyebalkan.

"Tetep pengen gratis," gerutu Tia.

"Anak rantau kagak modal ini mah," sambung Fikri yang hanya di balas dengan tawa oleh Evo.

Benar. Tadi pagi, pria dingin itu mengumumkan akan ada workshop dan seminar untuk para radiografer pemula yang akan diadakan di Jambi.

Tapi, hanya ada lima orang yang akan ikut ke acara tersebut termasuk ketua timnya. Dan Evo sangat berharap dia akan menjadi salah satu yang akan dipilih untuk mengikuti workshop dan seminar itu.

"Gue sih gak ngarep ikut. Males ngeliat itu ketua tim songong." Fikri kembali menulis laporan untuk daftar pasien yang sudah masuk.

"Gue tetep ngarep dong. Kapan lagi bisa temu itu pak Dante seminggu utuh tanpa pake baju kebesaran perawat ini, yekan?" Tia bergerak girang.

"Ganjen tetep aja sih, Ya."

"Gue bukan ganjen, tapi berusaha mendekatkan jodoh, Fikri."

"Inget, Ya, kalo jatuh mah ke bawah. Ini lo gak langsung ke tanah loh jatuhnya, tapi guling-guling dulu ke jurang terus namcep dibatu. Dah, pikir itu gimana sakitnya."

Evo menahan tawa setelah mendengar analogi aneh dari Fikri. Sedang Tia sudah mendekatkan diri ke arah Fikri untuk memberi pelajaran pada pria itu.

"Hei, siang." Suara seseorang membuat ketiga perawat yang sedang piket berjaga itu menoleh.

Mereka langsung berdiri setelah melihat siapa yang datang. Direktur utama rumah sakit.

"Siang, pak," balas mereka serentak.

Arnav terkekeh. "Biasa aja. Jangan tegang-tegang banget, lah. Saya berasa kayak dedemit, pas dateng kalian langsung sunyi sepi begini."

Evo, Tia dan Fikri hanya nyengir canggung. Bagaimanapun juga, Arnav tetaplah pimpinan mereka di rumah sakit ini. Meski sikap Arnav sangat friendly mereka tidak bisa seenaknya bersikap.

Kesopanan di tempat kerja tetaplah hal utama. Apalagi pimpinan yang begitu baik seperti Arnav ini.

"Dante ada, Evolet?" Tia dan Fikri langsung memandang ke arah Evo yang masih tertegun tak mengerti.

DAN (Sudah Pindah Ke Ican Novel Dan Kubaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang