Cantik.
Jarimu nampak lentik.
Membuat hatiku tergelitik.
Gundah hati bertambah pelik.Rasa yang disalurkan tak pernah habis.
Meski banyak tanggapan miring, tak akan membuat semuanya terkikis.
Tak mau ini berakhir tragis.
Aku berusaha menjeratmu permanen layaknya magis.***
"Seokmin, sudah lama?"
Seokmin buru-buru menutup buku catatannya. Menggeleng laju. Menimbulkan kecurigaan. Tingkahnya sekarang seperti baru saja tertangkap basah telah melakukan kejahatan luar biasa. Jisoo memperhatikan Seokmin dan benda yang disembunyikannya di balik punggung beberapa kali. Bergantian.
"Kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Jisoo.
"Tidak..." Seokmin menjawab sekenanya. Menggeser tempat duduk. Mempersilakan Jisoo agar duduk di sampingnya. Dokseosil sedang sepi. Awal semester seperti ini para murid lebih memilih untuk mengerjakan tugas sekolah di rumah masing-masing. Menjelang ujian barulah penuh luar biasa. "Noona mau aku belikan minum dulu?"
"Sebenarnya tidak perlu, tapi..." Jisoo terdiam sejenak. Ia tidak bisa berbohong. Berada di kelas tiga SMA, membuat kepalanya sedikit pusing. Butuh minuman segar.
Seokmin mengangguk paham meski Jisoo tidak menjelaskannya. Berdiri setelah mengamankan buku catatan di laci meja. Paling ujung, supaya tidak terlihat oleh Jisoo. "Noona tunggu di sini sebentar. Aku tidak akan lama. Apa mau camilan sekalian?"
Menggeleng, Jisoo mengeluarkan beberapa alat tulisnya. Siap berkutat dengan tugas. "Minum saja. Terima kasih, Seokmin!"
Siapa bilang Jisoo tidak tahu di mana keberadaan buku catatan tadi? Begitu Seokmin hilang dari penglihatannya, Jisoo tak kalah sigap menjulurkan tangannya ke laci meja yang Seokmin duduki. Berusaha menjangkau buku tadi. Dari luar nampak seperti buku tulis biasa. Bagian sampulnya dihiasi oleh beberapa bendera negara. Namun, Jisoo begitu terkejut dengan apa yang tersimpan di dalam sana.
Mulai dari kata-kata, puisi, hingga curahan hati si pemilik buku. Jisoo jadi sedikit merasa bersalah karena sudah membukanya. Membaca buku harian seseorang tanpa izin pemiliknya adalah hal yang buruk. Tapi, ini beda situasi. Nama Jisoo beberapa kali disebutkan di dalamnya. Semakin banyak lembaran yang Jisoo buka, semakin banyak pula nama Jisoo yang ditemukan. Hati gadis itu mendadak panas. Mendidih kayaknya kuah ramyeon. Laki-laki Lee satu ini begitu manis. Tidak hanya perlakuannya, namun juga hatinya.
Merasa cukup, Jisoo segera mengembalikan buku itu ke tempat asal. Sayangnya wajah yang sudah terlanjur memerah itu tidak dapat dikembalikan begitu saja. Bahkan hingga Seokmin telah kembali mendatanginya. Jisoo tertangkap basah.
"Apa yang noona lakukan selama aku pergi?" tanya Seokmin, tanpa basa-basi. Yang ia tahu, rona merah di pipi Jisoo hanya keluar dalam kondisi tertentu. Usai digoda salah satunya. Seokmin tidak mungkin salah. "Apa seseorang berusaha menggoda noona?"
Alis Jisoo terangkat naik mendengarnya. Ingin tertawa. Seokmin sudah salah menyimpulkan pendapat. "Aku minta maaf... Aku tahu ini tidak baik, tapi kamu juga tidak boleh merahasiakan sesuatu dariku. Kenapa semua puisi dan kata-kata itu tidak kamu berikan langsung padaku?"
"P-puisi?" Seokmin terbelalak tak menyangka. "Noona membaca buku catatanku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wait Me (✓)
Fanfic[Seoksoo GS Fanfiction] Ini bukan cinta. Hanya sebuah perasaan yang timbul berkat ketidakberdayaan, dan membutuhkan seseorang untuk bangkit. Namun, kebutuhan semakin lama menjadi ketergantungan. Seokmin dan Jisoo merasakannya. Hanya saja, menunggu d...