Chapter 15: Noona Lebih Utama

691 138 161
                                    

"Kenapa kamu pilih lagu ini?"

Seokmin mengangkat bahunya sekali. Mengambil earphone dari dalam tas, membuka aplikasi pemutar musik. Mencocokkan nada yang didengarnya dengan lirik yang ada di buku. Gerakan Seokmin terhenti sejenak. Berpikir. Setelahnya, ia melepaskan earphone sebelah kiri. Menepikan anak rambut yang menutupi telinga kanan Jisoo. Memasangkannya.

Jisoo diam saja hingga aktivitas Seokmin selesai. Merasa tak mendapat jawaban, ia kembali melayangkan pertanyaan. "Kamu sendiri tidak pernah dengar bagaimana lagunya, kenapa sampai memilih lagu ini?"

"Aish! Noona diam dulu, aku tidak bisa mendengarkan nada bagian laki-lakinya," keluh Seokmin. Dengan wajah merengut, ia menghentikan alunan musik. Memutar ulang lagunya begitu Jisoo sudah terdiam.

Jisoo kesal. Melepas earphone dari telinganya, lalu juga menarik sisi kanan earphone yang terpasang di telinga Seokmin. "Jawab dulu pertanyaanku, Lee Seokmin!"

"Apa pentingnya alasan? Itu bukan urusan noona!" Seokmin tak mau kalah.

"Bagaimana bisa kamu mendalami lagu ini jika tidak punya alasan menyanyikannya?"

Seokmin mengerang pelan. Rasa kesalnya terhadap perempuan kembali muncul. Cerewet. Seokmin tidak suka. Tapi, karena perempuan yang sedang cerewet hari ini adalah Jisoo, ia coba tenang. Terhuyung menahan emosi. "Aku tertarik dengan judulnya. Oke? Sudah? Puas? Sekarang noona diam!"

Tanpa diduga, Jisoo malah terkekeh kecil mendengar penjelasan Seokmin. Menepuk bahu laki-laki itu beberapa kali dengan pelan. Kembali merapat. Memasang earphone ke telinga kirinya.

Seokmin kebingungan. Kenapa perempuan satu ini begitu cepat berubah? Sampai orang di sekitarnya pun ikut tertular. Rasa kesal Seokmin begitu cepat berubah menjadi perasaan aneh. Seperti ada yang menyalakan speaker nyaring-nyaring di dekat mereka. Memutar musik dengan suara bass yang dominan. Dada Seokmin terkena dampak. Terasa berguncang sesuai irama musik yang sedang diputar.

"Your Empty Place," Jisoo membaca judul yang tertera di bagian atas lirik. Berwarna merah terang, jadi begitu mudah ditangkap mata. Kontras dengan warna kertas yang putih dan cetakan hitam di bagian liriknya. "Apa yang istimewa dari kalimat ini?"

Laki-laki bangir itu tak berniat untuk menjawab. Kembali menyalakan ponselnya, memutar ulang musik. Perlahan Seokmin menoleh. Memperhatikan Jisoo yang sekarang malah terpejam untuk menikmati lagu. Seokmin menelan ludah. Kembali ke posisi awal, ikut terpejam. Berusaha menangkap poin setiap lirik, agar bisa ber-acting di atas panggung meski hanya dengan alunan suara.

"Harusnya aku yang tertarik dengan lagu ini," ujar Jisoo, pelan. Meskipun begitu, masih dapat didengar oleh Seokmin dengan sangat baik. Telinga kanan fokus pada lagu, telinga kirinya menangkap ucapan Jisoo. "Kamu memiliki banyak ruang kosong."

"Tidak, noona salah," Seokmin membantah. "Sudah hampir penuh. Aku jadi kesal sendiri. Pusing. Ingin membuangnya jauh-jauh supaya kosong lagi. Tapi selalu gagal."

"Benarkah? Apa saja yang sudah kamu lakukan untuk mengosongkannya lagi?" Jisoo membuka mata. Menoleh ke kiri. Tidak menyangka kalau Seokmin juga menutup mata. Sampai sekarang pun masih tertutup rapat. Dengan leluasa Jisoo memandanginya. Tidak heran beberapa gadis SMP terus mengejar Seokmin, meskipun telah dikasari. Dalam mode seperti ini, Seokmin jauh berbeda dari biasanya.

"Marah, lalu menghindar."

Jisoo terkekeh. Memukul dada Seokmin main-main. Membuat pemuda bangir itu membuka matanya, terkejut. "Itu cara yang sangat kuno. Kenapa tidak coba terima saja? Kenapa ingin kamu kosongkan lagi?"

Wait Me (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang