"Kita akustikan saja. Tanpa instrumen sama sekali, hanya diiringi gitar noona," ujar Seokmin lagi. Anak laki-laki itu terus bicara, menjelaskan konsep duet seperti apa yang dia inginkan. Tak menyadari raut wajah Jisoo yang semakin kesal dibuatnya. Merasa diabaikan pendapatnya.
"Ya! Enak saja. Sudah kamu sendiri yang menentukan lagunya, sekarang mengatur konsep semau hati. Apa maksudmu? Guru minta kita berdiskusi," Jisoo marah-marah, tidak terima.
Mr. Ken memutar pandangan dengan jengah. Lelah juga menghadapi dua murid yang sebenarnya memiliki perilaku bertolak belakang. Tapi salutnya, Seokmin berhasil mengubah sikap Jisoo yang biasanya tenang menjadi lebih banyak bicara. Seperti sekarang. Keduanya jadi sama-sama keras kepala. Di antara mereka tidak ada yang mau mengalah.
"Noona tidak mau? Oh, oke. Kalau begitu kita nyanyi terpisah saja. Tidak usah duet," ujar Seokmin, lalu mengangkat tangannya menghadap guru SMA. "Mister, boleh kami..."
"Tidak!" Mr. Ken menyahut dengan cepat. Sudah mengerti jelas dengan masalah yang diperdebatkan oleh dua anak muda ini. Pusing. "Kalian ditugaskan duet. Tinggal rundingkan saja mau konsep seperti apa, apa susahnya? Salah satu di antara kalian harus ada yang mau mengalah."
"Dasar bocah!" Jisoo memaki, meski tidak nyaring. Jadi heran sendiri. Kenapa dia sempat merasa ingin terus berinteraksi dengan anak laki-laki super menyebalkan seperti Seokmin? Padahal masih ada banyak siswa di Sekolah Hanin yang jauh lebih baik.
"Aku sudah dewasa, noona!" bantah Seokmin.
"Kalau begitu, ayo buktikan! Apa buktinya kalau kamu itu sudah dewasa?"
Seokmin mengeram. Mengepalkan tangan. Ia hampir meledak, tapi terus berusaha menahannya. "Harusnya noona senang melihat aku seperti ini. Aku menjadi diriku sendiri, bukan lagi Seokmin yang pemarah, tukang mengejai perempuan, seperti yang noona lihat selama ini. Aku sudah seperti Seokmin yang Mingyu, Minghao, Chan dan teman-temanku yang lainnya lihat! Itu kan, yang noona mau?"
Gadis Hong itu terdiam. Ya, ucapan Seokmin benar. Memang itu yang dia mau. Melihat Seokmin berperilaku seperti apa Lee Seokmin sebenarnya. Harusnya Jisoo juga sudah menyadari ini. Tidak sekali dua kali ia melihat interaksi Seokmin dengan teman-teman dekatnya. Ceria, cerewet dan jahil.
"Mister, bisa aku kembali ke sekolahku sekarang?" pinta Seokmin. "Aku sudah menentukan lagunya, biar Jisoo noona yang mengatur konsepnya. Terserah mau seperti apa."
Mr. Ken tersenyum. Mengangguk, mengubah posisi duduknya yang tadi bersender dengan nyaman, jadi sedikit condong ke depan. "Tapi benar-benar kembali ke Sekolah, kan? Tidak bolos ke open space?"
Alis Seokmin terangkat. Diam seribu bahasa. Tak berani membantah. Bagaimana bisa Mr. Ken tahu? Apakah gara-gara acara Seokmin yang hendak melompati jendela tadi?
Mr. Ken tertawa renyah. "Ya... Silakan. Tapi aku akan menghubungi Mrs. Minhyun untuk memastikan kamu benar-benar kembali ke Sekolah. Soal konsep, tenang saja... Aku akan membantu noona kesayanganmu ini untuk mengatur semuanya."
Seokmin melongos. Tapi tetap saja bangkit dari kursinya. Bergumam pelan dengan wajah kesal. "Noona kesayanganku itu cantik, seksi, bohai, dan manis. Bukan noona kurus dan galak seperti dia."
"Mati kamu Lee Seokmin!"
Nyatanya, Seokmin tidak ada niatan sama sekali untuk kembali ke Sekolahnya. Mengingat hari ini adalah hari Selasa dan jam tangannya menunjukkan hampir pukul setengah empat sore, sebentar lagi akan memasuki mata pelajaran Seni Rupa. Mata pelajaran terakhir hari ini, dibawakan oleh Mr. Yuhwan. Guru sok paling tampan di dunia. Bikin telinga Seokmin pengang karena semua gadis di kelasnya menjerit. Melihat Mr. Yuhwan baru masuk kelas saja langsung bersorak. Dasar, perempuan memang aneh. Lelaki sudah beristri seperti beliau pun masih saja dipuja. Tidak bisa lihat yang bertubuh atletis sedikit, menjerit semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wait Me (✓)
Fiksi Penggemar[Seoksoo GS Fanfiction] Ini bukan cinta. Hanya sebuah perasaan yang timbul berkat ketidakberdayaan, dan membutuhkan seseorang untuk bangkit. Namun, kebutuhan semakin lama menjadi ketergantungan. Seokmin dan Jisoo merasakannya. Hanya saja, menunggu d...