Lisa mengunci pintu rumahnya rapat-rapat dan memasukkan kuncinya ke dalam tas. Ia diam sebentar, mengingat hal-hal penting yang harus dilakukannya sebelum keluar rumah. "Sudah semua." Ia tersenyum, kemudian berjalan santai menuju pagar. Setelah menutup dan menggemboknya, Lisa kembali berjalan. Ya, ia memang se-possesive itu dengan rumahnya. Pokoknya kalau kemana-mana harus kunci pintu rapat-rapat. Padahal kalau kemalingan pun Appa-nya bisa saja membelikan perabotan baru dan membetulkan kerusakannya atau kalau perlu belikan saja rumah baru. Tapi Lisa itu tipikal orang yang sangat sayang dengan sesuatu yang ia punya.
Lisa bersenandung kecil sambil mengayunkan tas jinjingnya. Ia masih sangat bersemangat, tersenyum-senyum kecil sambil bersenandung ria seperti orang yang baru saja jatuh cinta. Namun itu semua tidak berjalan lama ketika ada seseorang yang tahu-tahu menghalangi jalannya.
Lisa mengernyit. Menatap seorang pria dihadapannya yang mengenakan jaket kulit yang di resleting rapat. Pria itu juga memakai topi yang menutupi sedikit matanya, serta masker hitam. "A.. anda siapa?"
Pria itu tidak menjawab. Ia menatap Lisa dalam. Namun, Lisa segera mengalihkan tatapannya karena takut orang itu akan menghipnotisnya.
"Permisi s.. saya ingin lewat." Lisa bergeser sedikit dan berniat melanjutkan perjalanannya. Namun, pria itu tahu-tahu menggenggam tangan Lisa cukup keras.
"HEI!" Pekik Lisa. "L... lepaskan! Kau mau apa?!"
Pria itu tidak menjawab. Ia mencengkeram pergelangan tangan Lisa sambil mencoba menarik Lisa pergi.
"Tidak! Lepaskan aku! Atau aku bisa teriak sekencang-kencangnya supaya semua orang disini keluar dan menghabisimu!" Ancam Lisa dengan wajahnya yang sedikit ketakutan.
Pria itu sedikit melonggarkan cengkeramannya.
"Ish! Kalau kau ingin uang, aku tidak punya! Aku belum sempat pergi ke bank! Cari saja orang lain yang lebih kaya! Aku miskin!"
"Aku tidak mau hartamu."
Lisa mengernyit sebentar ketika pria itu pada akhirnya mengeluarkan suara. Setelahnya, ia terkekeh renyah. "Lalu?"
"Dirimu. Nyawamu."
"Ap... a.." Lisa membelalakkan matanya. Dengan cepat, ia menendang kaki pria itu dan melepaskan tangannya, kemudian berlari secepat mungkin ke arah mulut gang. Ia harus cepat-cepat menemukan jalan besar untuk mendapat pertolongan orang banyak. Wajah Lisa yang awalnya sudah terbalut dengan make up tipis kini dihiasi dengan kucuran keringat yang mengalir di dahi serta pipinya. Lisa benar-benar ketakutan. Jangan-jangan orang yang mengikutinya malam itu juga berniat membunuhnya? Atau mungkin pria itu adalah orang yang sama? Kenapa tiba-tiba kehidupan Lisa jadi begini? Padahal sebelumnya, ia tentram-tentram saja tinggal disini. Bahkan gang-nya termasuk gang yang paling aman.
Napas Lisa tersengal begitu sampai di jalan raya. Ia sedikit bernapas lega karena orang itu tidak mengejarnya. Entah tertinggal, atau sedang merintih kesakitan. Lisa segera menyetop taksi untuk pergi ke kantor.
~~~~
Lisa berjalan memasuki kantor dengan sedikit terburu-buru sambil mengusap wajahnya.
"Lisa-ya!"
"Ah! Jimin oppa!"
"Kau baik? Ah, sepertinya tidak. Ada apa dengan wajahmu? Kau sakit?"
"Aniyeo!" Lisa tersenyum kecil.
"Lalu? Apa kau kelelahan karena Jungkook menyuruhmu terus bekerja? Dia terlalu banyak menyuruh ya? Atau dia membuatmu tertekan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNOYING CEO ; liskook ✔️
Fanfiction"Dia musuh bebuyutanku! Mana mungkin aku jatuh cinta pada CEO menyebalkan seperti itu!"