[13]

87 15 1
                                    

Flashback on

Orang misterius yang berpakaian serba hitam pergi menghampiri anak yang sedang duduk dibawah derasnya hujan besama ibunya.

“tolong berikan payung ini pada dia.”

Orang misterius itu menunjuk Ey yang sedang menenggelamkan wajahnya pada tangan yang memegang lutut.

“dan bilang untuk tidak  hujan-hujanan.”

Kemudian orang misterius itu mengambil sesuatu disaku jaketnya, “ini makanan untuk kamu dan ibumu.”

Anak itu mengangguk dan pergi menghampiri Ey dengan payung ditangannya.

Setelah memastikan bahwa anak itu memberikan payungnya, orang misterius itu pergi menjauhi jembatan.

Flashback off

Ey terlihat kebingungan dengan apa yang telah diceritakan oleh Arin, lagi lagi orang misterius itu. Ey jadi penasaran siapa sebenarnya dia, mengapa dia selalu membantu Ey.

“yaudah Arin, makasi udah ceritain semuanya. Tetep aja aku mau bilang makasi karena kamu udah ngasih pelajaran berharga buat aku. Aku pergi dulu ya, kapan-kapan kita ngobrol lagi.” Ey pergi meninggalkan Arin karena harus pergi ke suatu tempat.

°°°

Sekarang Ey sudah berada didepan rumah Ardi, karena Ey ingat jika dia harus memenangkan olimpiade ini untuk membayar biaya rumah sakit Mamanya.

Karena sekarang sudah waktunya orang yang Sekolah pulang, maka sudah seharusnya Ardi ada dirumah.

Ey masih enggan untuk mengetuk pintu, Ey masih malu dengan apa yang telah Ey lakukan hari kemarin. “semoga orang tua Ardi belum ada dirumah.” , Ey mencoba mengetuk pintu rumah itu beberapa kali, namun tidak ada orang sama sekali yang membuka pintu.

Apa jangan jangan rumah ini lagi kosong, lalu bagaimana Ey menghubungi Ardi untuk memintanya belajar hari ini.

Saat sedang berfikir, tiba-tiba terdengar suara motor yang berhenti tepat diteras rumah milik keluarga Ravindra.

Ey menoleh dan mendapatkan Ardi yang baru saja membuka helmnya. Ardi turun dari motor dan menghampiri Ey. “lo disini ternyata, tadi gue nyari ke kelas lo. Mereka bilang lo gak sekola.” Ey melotot tak percaya, “kenapa lo malah pergi ke kelas gue sih? Nanti gue diserang fans lo.”

Ardi tertawa, “ngga lah, gue bilang kalo gue disuruh Pak Hartono buat cari lo. Jadi mereka gak akan nyerang lo.” Ey bernafas lega mendengarkan penjelasan Ardi, tumben-tumbenan Ardi bisa mikir dulu sebelum melakukan sesuatu, biasanya kan dia mah asal jeplak orangnya.

Ardi baru menyadari kenapa Ey bisa ada didepan rumahnya, “eh singa, ngomong-ngomong kenapa lo ada didepan rumah gue? Lo nyari gue karna lo kangen sama gue yaa? Ciee singa juga bisa kangen ya.”

Ey menginjak kaki Ardi dengan sengaja, “kangen pantat lo! Gue kesini cuma mau belajar buat olimpiade. Lo mah gr aja bisanya.”

Ardi mengusap-ngusap kakinya, “ya gak pake injek-injekan segala kali, lo jahat amat. Yaudah ayo masuk kita belajar dirumah gue aja.”

Saat Ardi ingin membuka pintu, ternyata pintu dikunci. Ardi beralih ke bawah untuk mengambil kunci dibawah keset, namun saat membukanya tidak ada kunci yang ditinggalkan Mama biasanya. “aish.. sial! Kayanya Mama lupa nyimpen kunci.” Ardi berdecak sebal.

Pantes gue ketuk-ketuk gaada yang buka
Ucap Ey dalam hati

Ardi membalikan badannya dan kembali berjalan kearah motor, “eh singa, kayanya hari ini belajarnya dirumah lo aja. Gapapa kan?” Ey tampak sedang berfikir, kemudian mengangguk.

“ayo naik.” Ardi memerintahkan Ey untuk naik keatas motornya namun dibalas dengan gelengan oleh Ey. “yaelah, santai aja. Sekarang gue gaakan ngebut jadi lo gausah pegang-pegang gue, kecuali kalo lo mau meluk gue gapapa ko.” Ardi berbicara diakhiri dengan cengiran khasnya.

“lo gapernah liat singa ngamuk beneran ya?!”, Ardi bergidik ngeri mendengarkan kata-kata Ey. Ardipun menyatukan tangannya tanda memohon agar Ey tidak merubah dirinya menjadi singa, Ardi masih kesakitan dengan apa yang telah Ey lakukan pada kakinya. Sekarang Ardi tidak mau ditambah dengan rasa sakit yang lain.

Ey pun menaiki motor Ardi tanpa memegang sedikitpun. Disepanjang jalan tidak ada percakapan antara Ey dan Ardi. Mereka sedang berkutat dengan pikiran masing-masing. Ey yang sedang berfikir tentang siapa orang misterius itu sebenarnya, sedangkan Ardi berfikir mengapa Mamanya tega mengunci pintu dan membawa kuncinya, Mama benar benar jahat.

°°°

Mereka sudah memasuki Perumahan Cendana Indah, “nah yang deket pohon itu” Ey menunjukan rumahnya, Ardipun mengangguk dan membawa motornya ke rumah yang sudah Ey beritahu.

Ey turun untuk membuka gerbang rumahnya, “masukin aja, nanti motor lo dicolong orang.” , karna Ardi tidak mau itu terjadi pada motor kesayangannya, Ardipun dengan cepat memasuki motornya dan menyimpannya diteras rumah Ey.

Ardi turun menghampiri Ey yang sedang membuka kunci pintu, “dirumah lo gaada siapa siapa? Nyokap bokap lo pada kemana?” Ey berhasil membuka pintu dan segera masuk diikuti Ardi, “mereka lagi keluar jadi disini gaada siapa-siapa.”

Ey kemudian sedikit menjauh dan menatap Ardi tajam, “kalo lo berani macem-macem sama gue, gue gaakan segan-segan bikin keluarga besar lo kumpul besok dirumah lo.”

Ardi tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ey, “maksud lo keluarga besar apaan? Emang besok lo mau nikah sama gue biar keluarga besar gue pada dateng?”

“BUKAN NIKAH, TAPI DATENG BUAT NGELAYAT MAYAT LO!”

Ardi memajukan bibirnya seperti anak-anak TK, “Ey lo ko jahat banget sih sama gue, gue itu laki-laki sejati. Gue gabakalan ngerusak perempuan, apalagi lo. Lo kan perempuan jadi-jadian jadi gue gaberani apa-apain lo.” , Ey bernafas lega, baguslah kalo Ardi tidak akan berbuat macam-macam.

Mereka duduk ditengah rumah, lebih tepatnya diruang tamu. “lo mau minum apa?” ardi berfikir, “hmmm.. gue mau yang special, yang segar, yang mantap. Air putih aja deh Ey.” Ey memutar bola matanya malas dan pergi ke dapur.

Ardi duduk sambil menatap sekelilingnya, rumah ini bersih. bahkan sangat bersih, sampai-sampai tidak ada satupun bingkai foto keluarga.

Saat sedang melihat kesana-kemari, Ey datang dengan 2 gelas air putih ditangannya. “liat apa lo?” Ey bertanya dengan nada ketus, Ey tau jika Ardi sedang mencari foto keluarganya.

“liat-liat aja sambil olahraga mata, yaudah ayo mulai belajarnya.” Ey pun mengangguk dan mengeluarkan buku dari tasnya.

°°°

Hari sudah sore, belajarpun sudah diakhiri. Sekarang mereka sedang mengemasi barang-barangnya kembali. “tadi Pak Hartono bilang kalo kita harus bener-bener belajarnya, jangan banyak males kalo mau menang.” Ey menatap Ardi dengan sorot tak percaya, memang selama ini siapa yang main-main saat belajar, bukannya dia sendiri yang seperti itu.

Ey mengantar Ardi sampai depan pintu, namun tiba-tiba ponsel Ey berdering. Ey buru-buru mengangkatnya, “ha—hallo?”

Ardi mengamati wajah khawatir Ey, Ardi tidak tau apa yang Ey dengarkan diseberang sana. Dan tiba-tiba Ey berlari keluar rumah, “taksi... taksiii..” Ey berteriak mencari taksi, Ardi yang melihat itu kebingungan kemudian menjalankan motornya keluar dari rumah Ey.

“ayo naik.” Ey diam.

“cepet naik!” Ardi berbicara dengan ketus, Ardi tau Ey harus pergi kesuatu tempat dengan buru-buru.

Ardi menjalakan motornya dengan cepat, “kita harus kemana?” tanya Ardi pada Ey yang sedang menahan tangis.

“Rumah Sakit Permata.”

Saat mendengar kata rumah sakit, Ardi sudah yakin bahwa ada yang tidak beres.

Ardipun mengambil tangan Ey dan dilingkarkan pada Ardi. Tidak ada penolakan ataupun bentakan dari Ey. Yang terpenting sekarang adalah mamanya.

***
jngan lupa vote^^ makasii

-Darra ayuwandira

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang