Suasana rumah sakit ini ramai seperti biasanya, banyak orang berlalu-lalang masuk dan keluar dari ruangan masing-masing.
Ey tersenyum, Ey tau bukan Ey saja yang sedang bersedih, mungkin orang-orang disini juga sama merasa sedih. Tidak ada orang yang ingin berada ditempat yang dipenuhi bau obat-obatan, namun mungkin ini sudah menjadi takdir untuk mereka.
Ardi dan Ey masih jalan beriringan disepanjang koridor. Sebenarnya dari tadi Ardi melihat Ey yang seperti sedang memperhatikan gerak-gerik orang yang berada di rumah sakit ini.
Mereka berhenti di ruangan mawar, Ey membuka ruangan tersebut, melihat Mamanya yang sedang tidur membelakangi Ey.
Ey dan Ardi berjalan mendekati brankar. Namun terdengar suara khas orang yang sedang menangis, ternyata Mama Ey tidak tidur, dia menangis sambil melihat ke arah kiri.
“Ma..?” Ey berbicara pelan kemudian berpindah untuk melihat Mamanya disebelah kiri. Ey menyimpan lututnya dilantai agar lebih mudah melihat Mamanya. “Mama kenapa? Ko nangis sihh?”
Mama Ey menggelengkan kepalanya, “Mama bosen nunggu Abang kamu dateng.” Ey tersenyum dan menghapus air mata Mamanya, “Abang pasti dateng ko, Mama sabar ya?” Mama Ey mengangguk lemah.
“Ma, ada temen Ey yang mau jenguk Mama. Mama bangun ya?” Ey membantu Mamanya untuk bangun. Ardi tersenyum canggung, bingung harus melakukan apa.
“hallo tante, saya Ardi.”
Tiba-tiba Mama Ey mengambil tangan Ardi, “Nizam, kamu dari mana aja? Kok gak nemenin Mama disini?” Ey terkejut, tidak tau jika akan terjadi seperti ini. Ey melepaskan cekalan Mamanya, “Ma, ini Ardi, bukan Bang Nizam.”
Mama Ey berusaha untuk menggapai tangan Ardi, namun Ey langsung menghalanginya, Ardi yang bingung harus melakukan apa kemudian berkata, “gapapa Ey.”
Ey masih menghalangi Ardi membuat Mamanya marah, “Elena, ngapain kamu diem disitu? Awas Mama mau meluk Nizam.”
Ey kesal pada Mamanya yang terus saja menyebutkan nama Abangnya yang sudah meninggal
MA! ABANG UDAH MENINGGAL
Plak!
Ey memegangi pipinya yang sakit akibat tamparan Mamanya, “beraninya kamu bilang seperti itu Elena!” Ey tidak bergeming, Ey hanya diam ditempat.
Mama Ey mengambil gelas yang ada didekatnya dan melemparnya ke sembarang arah.
Karena situasinya sudah membahayakan, Ardi lari keluar dan memanggil dokter beserta suster.
Mama Ey berusaha untuk mencabut infusnya, namun untungnya dokter segera datang. Dokter meminta pada Ardi untuk membawa Ey keluar karena ingin menangani Ibu Ariya dulu. Ardipun mengerti dan membawa Ey yang masih terdiam ke taman rumah sakit.
Ey duduk terdiam dikursi taman rumah sakit. Ardi datang membawa air untuk menenangkan Ey, Ardi tau Ey pasti terkejut dengan apa yang Mama Ey lakukan. “nih minum dulu.”
Tidak ada jawaban dari Ey, Ardi benar-benar khawatir pada Ey. Daritadi Ey hanya memandang kosong ke depan, tidak bergerak atau berbicara apapun. Mening gue diolok-olok sama ini singa daripada harus liat dia diem gini, kaya singa sekarat aja.
Ardi tidak sengaja melihat kaki Ey yang sedikit mengeluarkan darah, ternyata saat Mama Ey melempar gelas, tidak sengaja pecahannya mengenai kaki Ey. Bagaimana bisa Ey tidak merasa sakit saat kakinya mengeluarkan darah.
Ardi pergi meninggalkan Ey sendiri lagi, dan kembali membawa alat P3K. Untung ini rumah sakit, jadi tidak susah untuk mencari alat alat seperti ini.
Ardi jongkok dihadapan Ey kemudian mengambil pelan kaki Ey untuk diobati. Membuat pemiliknya terkejut dan melihat apa yang sedang Ardi lakukan pada kakinya.
Ey saja tidak menyadari jika kakinya terluka oleh serpihan gelas kaca tadi, namun sekarang Ey sedikit merasakan sakit saat Ardi membersihkan darah dikakinya.
Aww..
Ey tidak sadar meringis membuat Ardi mendongkak, “sakit ya? Kalo gak di obatin bakal tambah sakit, nanti infeksi juga.” Ey tidak menanggapi ucapan Ardi, Ey hanya fokus pada kakinya yang sedang diberi betadine. “kenapa lo gak biarin aja nyokap lo nganggep gue Abang lo?. Nahh udah selesai.” Ardi sudah selesai mengobatinya, setelah membereskan kembali alat P3K, Ardi bangkit dan ikut duduk disamping Ey.
“kalo aja lo ngebiarin nyokap lo, pasti dia gabakal nampar lo.”
Ey membuang nafas kasar, Ey sebenarnya juga menyesal sudah berteriak pada Mamanya. Ey tidak ingat bahwa Mamanya sedang sakit jiwa, seharusnya tadi Ey berbicara baik-baik pada Mamanya, bukan berteriak dan membuat Mamanya marah.
Ey tau, bukan hanya marah saja yang Mama rasakan, tapi juga sedih. Ey jadi merasa bersalah pada Mamanya.
“gue gapapa ko ditampar sama Mama, gue tau kalo rasa sakit yang gue alami belum seberapa sama apa yang gue lakuin sama Mama. Pasti dia sakit hati udah gue teriakin. Ahhh, gue bego banget sih.” Ey mengacak rambutnya prustasi“ini bukan sepenuhnya salah lo kok, kalo gue gak dateng, mungkin tante Ariya sama lo gak bakalan kaya gini.”
Ey bangkit dari duduknya, “udahlah, ini semua gara-gara orang yang udah bikin Mama sakit jiwa. Gue gak bakalan pernah maafin dia.”
Ardi ikut bangkit dari duduknya, ia tau jika Ey sedang emosi. Maka jika Ardi ikut-ikutan bertanya siapa pelakunya, Ardi takut Ey berubah menjadi singa dan dia lah yang kena. “hmm, lo udah makan belum? Mau pergi makan bareng gue gak?”
Ey sebenarnya lapar, tapi ego Ey terlalu tinggi untuk mengaku pada Ardi. Demi harga dirinya Ey berbohong, “gue gak lapar, lo aja sana makan sendiri.”
Entah tuhan sedang marah pada Ey, atau memang ini kemenangan untuk Ardi.
Tiba-tiba saja perut Ey berbunyi, terdengar seperti orang yang belum makan dua hari. Ey bingung harus memberi alasan apa pada Ardi yang sedang menahan tawanya, “bohong sama gue mah gak bakalan mempan, kan gue pangeran yang punya kekuatan meramal.”
Ardi tertawa geli melihat Ey yang berusaha menahan malu, menggemaskan.
“ayo kita makan, gue traktir. Anggap aja permintaan maaf buat hari ini.” Ardi menyeret paksa Ey dan membawanya ke luar rumah sakit. Tidak lupa meminta suster untuk menjaga Ibu Ariya sebentar. Karena tidak ada kesempatan untuk menolak, Ey terpaksa harus ikut bersama Ardi.Lo harus makan ey, lo gaboleh sakit.
***
team ken&ey atau ardi&ey ?
jangan lupa vote^^ makasi-Darra ayuwandira
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Teen FictionTentang keajaiban bunga dandelion yang telah merubah kehidupan Ey. Diatas jembatan Ey meminta permintaan pada Bunga Dandelion agar mempertemukannya dengan teman kecilnya. Malam itu, seseorang dengan pakaian serba hitam datang saat Ey sedang dalam...