[22]

64 12 1
                                    

Mereka jalan beriringan di koridor Sekolah SMA MERDEKA, setelah teriakan Ardi beberapa menit yang lalu, Ey tidak mengeluarkan sepatah katapun. "gue tau Ardi itu cuma becanda, tapi kenapa jantung gue kaya yang mau copot ya." Ey membatin.

Ardi yang kebingungan dengan sikap Ey yang tidak seperti biasanya mulai curiga, Ini anak biasanya kan gak pernah berhenti ngomel kalo gue ngomong seenaknya. Apa jangan-jangan dia udah tau kalo gue gak ngomong seenaknya. Ah gak mungkin, Ey kan singa kulkas, gak mungkin dia bisa langsung peka. Atau jangan-jangan dia kesurupan

"Ey! Ey!" Ardi menggoyang-goyangkan badan Ey, membuat Ey kebingungan dengan apa yang dilakukan Ardi secara tiba-tiba.

Ey segera melepaskan tangan Ardi dari pundaknya, "Ih lo gak waras ya?", yang ditanya malah mengeluarkan cengiran khasnya membuat Ey semakin geram.

"nah singanya udah muncul lagi, gue kira lo kesurupan." Ey mengerutkan wajahnya bingung, baru saja beberapa jam sebelumnya Ardi terbaring pingsan di UKS, eh sekarang udah gini lagi, tau gini mending pingsan aja ni anak. "kesurupan apaan? Receh lo." Ey kembali berjalan menuju parkiran.

"Eh tungguin pangeran." Ardi kembali mengikuti Ey yang sudah mulai berjalan kembali.

°°°

Mereka sudah sampai diparkiran SMA MERDEKA, sebelum kesini mereka sempat datang dulu ke ruang panitia untuk menerima uang dari hasil olimpiade. "Lah Ey, kok parkiran sepi banget deh, motor gue juga gak ada." Ey yang sedang berdiri membelakangi Ardi menyaut acuh, "cari yang bener, mata lo gunain dua-duanya."

Ardi menggaruk tengkuknya, bingung dengan motornya yang tiba-tiba hilang ditelan bumi, "Liat deh Ey, motor gue bener-bener gaada." Ey yang sebelumnya tidak peduli mulai penasaran dengan apa yang dikatakan Ardi, saat berbalik Ey hanya disuguhkan pemandangan parkiran kosong.

Ey jadi ikut kebingungan, "Loh kok? Masa iya motor lo jalan sendiri, mandiri amat.",

Ardi kemudian mengajak Ey untuk mencari motornya di seluruh wilayah SMA MERDEKA. Karena SMA ini luas, membutuhkan waktu yang lama untuk mengecek satu per satu tempat yang biasanya dipakai untuk parkir motor.

Setelah yakin bahwa motornya hilang, Ardi segera menghubungi Mamanya.

Hallo ma?

Ada apa Ardi? Kamu ganggu aja mama lagi masak.

Motor Ardi ilang ma?

Ardi menunggu jawaban dari Mamanya, begitupun Ey.

Lohh? Bukannya kamu tadi berangkat pake mobil ya?

Seketika Ardi dan Ey mengingat bagaimana mereka berangkat ke sini. Ardi tertawa menjawab telepon Mamanya.

Oh iya Ma, Ardi lupa. Yaudah Ardi mau nyari mobil dulu Ma.

Ardi segera memutuskan teleponnya, dan berjalan menuju parkiran mobil. Sedangkan Ey sedang berusaha menahan malu, bisa-bisanya gue ikutan bego sama ni anak.

°°°

Didalam mobil, Ey sedang membagi hasil kerja keras mereka, "nih bagian lo. Gue gak korupsi kok."

"Ambil aja, itung-itung bantu lo biar agak ringan bayar biaya rumah sakitnya." Ardi menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

Ey merasa tidak enak dengan apa yang Ardi lakukan. Bukan karena Ey tidak mau, tapi tidak bisa. Ardi sudah banyak membantunya selama ini, tidak mungkin Ey menerima uang yang merupakan hasil kerja keras Ardi juga. "Lo udah sekedar dari cukup bantu gue selama ini. Ini uangnya gue simpen di tas lo ya." Ey mengambil tas Ardi di kursi belakang, lalu menyimpan uangnya didalam tas.

Ardi yang tau jika Ey sedang merasa tidak enak padanya menjadi bingung bagaimana agar Ey menerima uangnya, "hmm.. Lo mau ke rumah sakit kan? Gue ikut dong, mau jenguk mamer."

"serah lo." Ey mendengus pasrah dengan kata-kata usil yang sudah biasa Ardi lontarkan padanya.

°°°

Ey segera menuju administrasi untuk menanyakan biaya rumah sakit Mamanya, di ikuti dengan Ardi yang berada dibelakangnya. Ey tau, uangnya hanya cukup untuk membayar setengahnya, tapi setidaknya ini bisa membantu agar Mamanya lebih menerima pelayanan yang lebih baik.

Ey menyodorkan uangnya pada orang yang bertugas, "Permisi, saya ingin membayar setengahnya untuk biaya perawatan Ibu Ariya di ruang mawar."

Orang yang bertugas menjadi administrasi terlihat sedang mengecek sesuatu, kemudian ia terlihat mengerutkan keningnya, "Maaf, pembayaran untuk Ibu Ariya sudah lunas."

Ardi dan Ey saling menatap bingung, "siapa yang bayar mbak?"

Terlihat orang itu kembali mengecek data pembayarannya, "disini tidak tercantum namanya. Beliau juga membayar tambahan untuk biaya terapi Ibu Ariya."

Ey dibuat bingung kembali dengan apa yang dikatakannya, "Apa dia memakai pakaian hitam mbak? Kapan dia pergi?"

Mbak itu mengangguk semangat, "Iya benar, beliau terlihat berusaha menyembunyikan wajahnya. Tidak lama sebelum kalian datang beliau meninggalkan meja administrasi."

Ey segera berlari keluar rumah sakit, sampai lupa untuk mengucapkan terimakasih, untung saja ada Ardi, jika tidak nanti Ey akan dicap sebagai remaja yang tidak mempunyai sopan santun. Setelah mewakili Ey mengucapkan terimakasih, Ardi segera menyusul Ey yang sudah berlari meninggalkannya.

Mereka sudah ada di luar rumah sakit, banyak orang yang berlalu-lalang keluar ataupun memasuki kendaraan masing-masing, namun Ey dan Ardi tidak melihat keberadaan Orang misterius itu.

"Kita temui Mama lo dulu, mungkin 'Dia' udah pergi." Ardi mengajak Ey untuk pergi ke ruangan Tante Ariya. Ardi sudah lama tidak melihatnya setelah kejadian dulu.

Kemudian Ey mengangguk untuk mengiyakan ajakan Ardi.

Saat sudah tiba didepan ruangan Mamanya, suster tiba-tiba muncul. "maaf, Ibu Ariya sedang dalam terapi, ini akan membutuhkan waktu yang lama. Kalian boleh menunggu sampai terapinya selesai." Kemudian suster itu pergi meninggalkan Ey.

Ey duduk sambil memandang bosan ruangan Mamanya, "Bosen dong kalo harus nunggu terapinya selesai."

"Ayo ikut gue."
Dengan tiba-tiba Ardi mencekal tangan Ey dan membawanya lari ke tempat tujuannya.

°°°

Ardi sudah sampai ditempat tujuannya dan menyuruh Ey untuk membuka pintu yang terlihat sudah sangat tua.

WOAHHH!

Rasa kagum sudah tidak bisa Ey tahan saat melihat tempat ini.

°°°
jangan lupa vote^^
-Darra ayuwandira

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang