Part.01

11.3K 524 5
                                    

Busan, 12 April.

Menjadi sebatang kara di kehidupan kejam ini bukanlah hal yang menyenangkan. Setiap kali membuka mata dan menatap lebih jauh lagi akan kerasnya untuk bertahan hidup. Saat hanya berharap pada ketidakpastian dan membawamu masuk ke dalam sebuah lingkaran.

"Choo Yerim kamu datang lagi?" suara lembut mengalun indah berasal dari sosok Wanita paruh baya disana. Mata teduh indahnya menatap penuh kasih pada seorang Gadis yang kini tengah berdiri lengkap dengan balutan seragam sekolahnya.

"Iya Bibi, kebetulan hari ini aku pulang lebih awal." Gadis itu menoleh sembari tersenyum samar setelah netranya menangkap siluet sosoknya.

Wanita paruh baya itu berjalan mendekati sosok yang tadinya beliau panggil, mengelus pelan surai Gadis bernama Choo Yerim itu seraya berkata, "Bagaimana Sekolahmu?"

Choo Yerim terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh sang Bibi, "Cukup menyenangkan Bi," ujarnya sesekali melihat ke sekitar ruangan yang masih terlihat sepi, "Bibi Jo, apa sejak tadi tidak ada satupun pelanggan yang datang?"

Bibi Jo- Wanita paruh baya itu menggeleng pelan, "Kedai Bibi hanya menjual makanan murah, mana ada orang kaya yang mau makan masakan Bibi."

"Bibi Jo, jangan bicara seperti itu. Bagiku masakan Bibi tetap nomor satu," seru Yerim tidak lupa dengan senyum lebar khasnya.

Bibi Jo tersenyum mendengar penuturan Yerim. Beliau menyayangi Gadis manis didepannya itu selayaknya anak sendiri, "Mau dengar sebuah cerita?"

"Cerita?" tanya Yerim.

Tanpa berhenti mengelus lembut surai Gadis itu, Bibi Jo mulai bercerita, "Yerim, apa kamu percaya beberapa orang di dunia punya wajah identik tanpa ikatan darah?"

Yerim terdiam sejenak berusaha untuk mencerna kembali ucapan Bibi Jo dan membuatnya menggeleng pelan. Hidupnya saja sudah rumit, terlebih Ayahnya baru meninggal satu tahun lalu cukup membuat beban hidupnya sedikit bertambah. Tidak ada waktu bagi dia untuk sekadar memikirkan hal seperti ini.

Bibi Jo tersenyum memaklumi jawaban Yerim. Dengan mengadahkan pandangannya menatap ke langit-langit rumah makan gubuk disana, "Kamu tau? Kemarin ada satu pelanggan yang datang kemari."

"Apa Wanita itu membeli makanan Bibi Jo?" tanya Yerim.

"Tidak," jawab Bibi Jo sembari menggelengkan kepalanya.

"Ah sayang sekali, padahal masakan Bibi Jo yang paling enak." Yerim sangat menyangkan hal itu.

Bibi Jo tersenyum melihat bagaimana cara Yerim mengeluh kecewa disana cukup membuatnya tergelitik geli. "Bibi terus menunggunya, awalnya Bibi rasa Wanita itu sedang membaca menu makanan. Saat Kedai ini mau tutup pun dia masih tetap disana. Bibi penasaran lalu mendekati Wanita itu, Yerim kamu tau apa yang Bibi lihat disana?"

Yerim tetap terdiam menunggu kelanjutan cerita dari Wanita paruh baya yang kini tengah berada didepannya itu. Entahlah mungkin karena rasa penasaran atau memang Gadis itu sudah terhanyut masuk ke dalam cerita Bibi Jo.

"Wanita itu memegang fotomu. Awalnya Bibi tidak percaya jika yang ada didalam foto itu kamu, Yer. Tapi setelah memutuskan untuk berbincang sedikit dengannya akhirnya Bibi sadar, ternyata ada satu orang lagi yang mirip denganmu."

Yerim mengerjap, sejenak otaknya berputar mengingat sisa-sisa memori masa kecilnya. Ia ingat dengan pasti kalau dirinya terlahir sebagai anak tunggal di keluarganya. Tidak mungkin dia punya saudara kembar bukan? Batinnya. Mustahil, saat Ibu tercintanya sudah merengang nyawa tepat tiga hari setelah kelahirannya.

"Bibi Jo jangan bercanda. Zaman sekarang mana ada hal seperti itu," ucap Yerim.

"Tidak Yerim. Wanita itu serius," tegas Bibi Jo.

Bibir Yerim terkatup rapat setelah melihat raut wajah serius yang terpampang di wajah keriput namun tidak mengurangi kesan cantik pada Bibi Jo.

"Apa respon Bibi Jo?" tanya Yerim.

"Bibi menceritakanmu pada Wanita itu akan kemiripan kalian berdua. Terdengar konyol memang, dia juga sempat tidak percaya jika saja Bibi tidak menunjukkan fotomu padanya," jelas Bibi Jo disana.

"Lalu apa reaksi Wanita itu?" tanya Yerim sekali lagi.

Bibi Jo menghela napas pelan, "Sepertinya dia tengah bersedih."

"Kasihan sekali, memangnya anaknya kemana?"

"Sudah meninggal satu tahun yang lalu," cetus sang Bibi Jo membuat Choo Yerim kembali dibuat bungkam. Atensi Bibi Jo sepenuhnya menatap ke arah Yerim, "Mau coba bertemu dengannya?"

"Tapi-" ucap Yerim terhenti.

"Yerim sudah saatnya kamu memiliki kehidupan yang lebih layak. Bibi tidak tega melihatmu terus bekerja keras seperti ini," tutur Bibi Jo disana.

Mungkin semua yang dikatakan oleh Bibi Jo benar adanya, namun hal ini tidak akan mudah bagi Yerim. Gadis itu mengerti betul kemana maksud arah dari pembicaraan berlandaskan cerita ini.

"Apa ini sebuah keputusan? Apa jika aku datang menemuinya maka tidak akan jadi masalah nanti?" ragu Yerim.

Bibi Jo mengerti tentang kekhawatiran yang tengah dirasakan Yerim, "Tidak akan terjadi apapun. Nanti Bibi akan menghubungi anak Bibi saat tiba di Seoul."

"Seoul?" Yerim kembali dibuat bungkam oleh kalimat yang dilontarkan Bibi Jo. Kenapa jauh sekali? pikirnya.

"Iya, Wanita itu tinggal disana," jelas Bibi Jo.

Yerim menunduk menatap lantai kecokelatan disana. Pikirannya kalang kabut sekarang, sebenarnya menjadi anak angkat Bibi Jo juga tidak terlalu buruk. Namun, Yerim sepertinya tidak bisa jika terus-terusan bergantung pada seorang Wanita tua yang ekonominya saja sudah pas-pasan. Dia tidak masalah jika harus pergi dan bertemu dengan Wanita itu. Tapi kenapa harus Seoul? Ia tidak akan tega jika harus meninggalkan Bibi Jo sendirian di Kedai kecil miliknya ini.

"Jangan khawatirkan apapun. Nanti Bibi akan memberimu alamat Rumah mereka," tutur Bibi Jo.

Yerim mengangguk pasrah, hal itu cukup membuat Bibi Jo tersenyum lembut melihatnya, "Pulanglah, Bibi tau kamu sedang lelah."

Yerim mengangguk, dia tidak membantah sedikitpun ucapan dari Bibi Jo. Namun jauh dalam pikirannya ia justru merasa bimbang. Apa kehidupannya akan berubah saat tiba di Seoul nanti? Entahlah dia sendiri tidak tau.

TBC!!

Innocent Love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang